Antagonis 6

1.8K 161 3
                                    


Hekal berjalan dengan santai sembari bersiul, setelah nafasnya kembali teratur dia kembali berlari sesekali menengok ke belakang karena dia ketahuan oleh guru saat ingin bolos. Mau tak mau acara kejar kejaran versi hekal hari ini ramai penonton walaupun mereka hanya bisa melihat sekilas karena sedang belajar.

"HEKAL ADITAMA BERHENTI KAMU." Teriak pak Doyoung, ia mulai lelah kembali.

Saat Hekal berhenti untuk mengambil nafas, Pak Doyoung juga melakukan hal yang sama. Karena itu acara kejar kejaran ini tidak ada habisnya.

"GAMAU, BAPAK GALAK EUY." Hekal menoleh melihat pak Doyoung sedang bersandar pada tiang tembok merasa kasian.

Hekal akhirnya memilih untuk duduk menunggu pak Doyoung yang sudah mulai kembali mendekat kearahnya. Saat semakin dekat Doyoung menatap aneh muridnya satu ini, kenapa dia cuma duduk disini? Apa dia sudah lelah?

"Kamu ngapain duduk disitu? Sudah lelah?"

Hekal menatap polos Doyoung "Engga, orang saya nunggu bapak biar ngejar lagi. Saya tuh kasian liat bapak soalnya udah tua juga tapi harus ngurus hekal."

Setelah mengatakan itu Hekal berdiri dan langsung berlari lagi meninggalkan Pak Doyoung yang sedang menahan emosinya.

"HEKALL, AWAS KAMU."

Hekal terus berlari karena sepertinya pak Doyoung mendapatkan bantuan mengingat yang mulai mengejarnya sekarang adalah anak osis. Sesekali melihat kanan kiri untuk mencari tempat bersembunyi.

Di lain tempat, Marka sedang mencari absen titipan dari ketua kelasnya. Sebenarnya dia tidak ingin karena merepotkan, tetapi sudah terlanjur. Lagipula dia juga mau mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Setelah mendapatkan sebuah barangnya, ia melangkahkan kakinya keluar kelas namun saat kakinya telah sampai di pembatas pintu seseorang menarik tangannya, mengajaknya masuk kembali bersembunyi dibalik pintu dengan tubuhnya yang didorong merapat ke arah tembok.

"Bangsat, siapa?" Marka berusaha melepaskan dirinya dari kukungan tembok.

Hekal mengangkat kepalanya dan matanya bertemu dengan mata abu milik Marka.

"Hekal?"

"Shuttt, ien diam Hekal lagi jadi buronan."

Hekal membekap mulutnya. Marka yang tadi berusaha lepas akhirnya mengangguk dan pasrah sama keadaannya saat ini, toh ini juga Hekal.

"Dia hilang kemana?"

"Gak mungkin dia lari secepat itu, paling lagi sembunyi. Mencar aja nyarinya."

Mereka berdua mendengarkan perkataan anak osis tersebut. Hekal mulai berkeringat dingin, melepaskan bekapannya dari Marka lalu berdoa. Marka tersenyum lebar melihat Hekal yang saat ini sangat menggemaskan dimatanya. Suara langkah kaki terdengar mendekat, Marka langsung menarik Hekal mendekat tanpa adanya jarak keduanya agar tidak ketahuan. Karena takut jika tiba-tiba anak osis itu mendorong pintunya otomatis mereka akan ketahuan. Hekal terkejut merasakan nafas Marka yang menerpanya. Wajah Hekal ditolehkan kesamping untuk menghindari kontak mata dan tentu kegugupannya. Jika ia menatap wajah Marka, hidung mereka bersentuhan bahkan bibir keduanya bisa saja bertemu, Hekal belum siap akan hal itu karena sekarang ia sedang panik. Marka menatap wajah manis Hekal. Semenjak masuk di masa sekolah atas, Hekal memang mulai mengeluarkan auranya. Dengan dibantu Mae nya ia sekarang memiliki wajah yang cantik dan juga terawat dengan baik. Dan entah kenapa Marka ingin marah karena baru menyadari bahwa Hekal secantik dan semanis ini dimatanya.

Anak osis itu berdiri di pintu kelas Marka mengecek seseorang di dalam.

"Ada gak anaknya?"

"Gak ada, mungkin emang udah lari jauh tadi."

"Yaudah tutup pintunya, nanti dibiarin terbuka gini ada barang yang hilang."

Ceklek

Hekal menjauhkan dirinya dari Marka dan menarik nafas sebanyak mungkin. Sejujurnya ia panik, dan makin panik saat menyadari bahwa Marka terus menatap wajahnya. Hekal lemah jika membahas Maraka.

Marka tersenyum "Panik kan kamu?"

Hekal mengangguk sembari menggembungkan pipi gembulnya.

"Ini tuh gara gara Pak Doyoung pake anak osis segala."

"Salah Pak Doyoung atau salah kamu?"

Marka menaikan alisnya, Hekal hanya bisa memperlihatkan giginya. "Salah Hekal juga, maaf ien."

Marka mendekat ke arah Hekal kemudian mengusap rambut karamel selembut kapas itu.

"Jangan sering bolos lagi Hekal, Mae kamu bisa marah nanti."

"Iyaa ien."

'ANJING GUE PENGEN PINGSAN, oke gaboleh alay kal stay cool' Batin Hekal.

"Aku mau masuk kedalam lab dulu, kamu juga masuk sana."

Marka menepuk kepala Hekal lembut. Mengecupnya sekilas kemudian meninggalkan Hekal yang masih dengan senyumannya.

Setelah melihat Marka menjauh Hekal langsung kayang. yakali maksudnya langsung menepuk nepuk pipinya berharap ini bukan mimpi.

"AAAAAAAA BENERAN BUKAN MIMPI."

Marka masuk kedalam lab, terlihat guru dan teman temannya sedang praktik. Ia mendekat ke arah ketua kelasnya memberikan absen dan pergi ke arah kekasihnya tanpa menjawab pertanyaan dari ketuanya itu.

Mora menatap heran dengan Marka, ia menyadari itu kemudian bertanya

"Ada apa Mora?"

"Kamu habis ngapain? Muka kamu merah sampai telinga."

Marka tidak menjawab, dia memilih ikut duduk disamping kekasihnya.

"Kamu kenapa lama banget sih?"

"Habis ketemu Hekal."

Mora langsung menoleh dengan pandangan datar.

"Hampir 30 menit kita nungguin kamu, tapi kamu malah main sama Hekal. Oh jangan bilang muka kamu merah karena anak itu?"

Marka menghela nafasnya berat, dia tidak suka dengan Mora saat mulai membicarakan Hekal dengan nada sinisnya.

"Hekal habis butuh bantuan, kita udah pernah bahas ini Mora. Jangan pancing emosi aku buat ngejelasin semuanya. Hekal gak pernah salah dalam hubungan kita, jadi jangan sekali kali kamu nuduh Hekal sebagai orang bersalah disini."

Setelah mengatakan itu Marka pergi memilih untuk bertanya kepada guru, Mora mengepalkan tangannya dengan wajah yang memerah karena emosi.

"Hekal sialan, Marka bahkan gak ngelak kalau Hekal yang buat wajahnya memerah. Awas lo."

ANTAGONIS 💭

Antagonis Where stories live. Discover now