III. Bukan Flashback

22 1 0
                                    

Sampai dimana kemarin?

Ah iya, mampus.

Bagi orang yang pikirannya lagi kaya benang kusut kalimat "nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan" terdengar seperti "kan" I told you soo atau yang lebih parah "sukurin".

Jahat ya? Ga. Bukan momentumnya saja.

Bukannya mereka jadi bersyukur, adanya semakin merasa berdosa, kesal, dan sedih. Atau lebih parahnya merasa dihakimi. Yang membuat mereka melihat bundir sebagai satu satunya jalan keluar yang ada.

Belum lagi stigma kurang iman dan sedih yang dikonotasikan negatif. How can they deal with their emotions if they not even allowed to feel their emotions ?

Bagaimana bisa emosi seseorang menjadi tolak ukur keimanan?
Bagaimana bisa kebahagian menjadi tolak ukur keimanan. Lantas orang orang yang bahagia diatas penderitaan orang lain itu bagaimana? Lalu seseorang sakit itu karena dia kurang iman gitu? Karena dia banyak dosa?

Sepertinya lupa jika yang mengaku beriman akan di uji.

Yang lagi sedih, kalau mau nangis nangis aja. Malu ya diliat orang? Tarik napas lewat hidung, tahan, 1,2,3 silahkan kalau mau sembunyi. Ga, ga maksudnya buang. Lewat mulut bukan anus.

Gimana? Udah enakan?

Kalau udah enakan, yang ini Skip aja.

Yang tadi kurang ampuh?

Ambil es batu, pegang dengan dua tangan.

Kalau sudah tidak tahan banting esnya, mau kamu lempar kemana juga terserah. Asal jangan lempar orang atau rumah orang. Vandalisme di barang pribadimu saja sana. Tapi kalau rusak bukan salah saya.

Gimana udah puas banting bantingnya?

Belum?

Mandi air hangat gih. Jangan panas, kulitmu bisa melepuh nanti. Oplas disini belum sebagus di korea. Lagian bagian mana lagi yang mau di ambil buat benerin jaringan kulitmu yang rusak? Harus ada yang di korbankan. Kalau tidak mau jangan mandi pakai air mendidih. Apalagi air raksa.

Berfikir untuk gantung diri?

Gantung diri memang lebih ramah di kantong. Tapi sekaratnya lebih lama. Belum lagi bonus tenggorokan sakit dan paru paru yang terasa terbakar karna jalan oksigen yang ditutup. Mantap bukan?

Euthanasia belum berlaku di sini, gausah ngadi ngadi. Suntik mati juga ga langsung mati.

Terdengar seperti teman sarkas yang tidak punya empati ya? Iya, empatiku sudah tergerus zaman dan tercabik cabik oleh omongan orang - orang judgemental dan sok tahu. Tenang aku masih memiliki selera humor tapi mungkin agak gelap. Tidak usah khawatir tidak separah itu untuk melukai orang lain. Aku masih punya nurani.

Sampai mana tadi kita?

Yang sampai sini masih baca Are you okay?

















I'm not GabyWhere stories live. Discover now