Part 58: Tiba-Tiba Lamaran?

Zacznij od początku
                                    

Makan malam selesai dengan cepat, karena aku dan Kean juga sudah mulai lapar sebelum kami melangkah ke rooftop ini. Kami menikmati angin malan dan menyaksikan kerlap-kerlip lampu kota. Lalu Kean menarik tanganku mendekat kearahnya. Karena tempat duduk kami yang bersebelahan, laki-laki itu dengan mudah menggengam jemariku.

"Micha,"

"Mmm," jawabku dan menoleh kearah Kean yang sedang, apa kata yang tepat untuk menggambarkan raut wajahnya yang tersorot lampu teras ini. Nervous.

"Kamu kenapa?" tanyaku begitu sadar, wajah yang dipasang Kean tidak seperti biasanya. "Apa ada masalah dikantor?" lanjutku, tapi Kean malah menggeleng. Laki-laki itu menarik nafas sedikit dan mengeluarkan sesuatu dari balik saku jasnya.

"Aku ingin memberikan ini alih-alih cincin," ujar Kean. "Aku ingin melamarmu Micha," ucap Kean dengan nada puas.

Aku ternganga untuk beberapa saat. Satu set perhiasan. Kalung, anting dan cincin. Dan itu semua dari berlian. Aku melirik Kean yang masih dengan setia memegang satu set perhiasan itu dengan wajah sumringah.

"Lamaran? Kenapa tiba-tiba lamaran?" tanyaku dengan gugup, sungguh aku tak menyangka jika Kean akan melamarku malam ini.

"Bukankah aku sudah bilang, aku ingin menjadi suamimu. Aku juga pernah mengatakan jika posisi sebagai suamimu sudah aku pertimbangkan jauh-jauh hari," kata Kean dengan semangat. Kelewat semangat, hingga aku ingin tersenyum mendengarnya dengan yakin seperti itu.

Kean menatapku dengan penuh kehangatan. Aku tersenyum melihat matanya yang penuh dengan diriku. Aku menutup kotak perhiasan itu, dan dengan tenang menjawab Kean, "Aku menerima lamaranmu," kataku. Dan langsung dihadiahi dengan "YES" oleh Kean.

"Tapi, kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Mari kita tunda pernikahannya dua tahun lagi," dan langsung begitu kata itu keluar dari mulutku, tangan yang tadinya mengepal dengan kuat dan mulut yang dengan semangat mengatakan YES tertekuk lemas.

"Kenapa? Kenapa harus diundur? Dan diundur bukan hanya selama dua atau tiga bulan, tapi dua tahun? Dua tahun?" Kean menggeram frustasi karena jawabanku. Tapi aku tetap dengan teguh dan tekad yang jelas menjelaskan situasinya pada Kean.

"Apa kamu yakin selama bulan madu kita tidak akan bekerja?" tanyaku dan Kean terdiam sesaat. Aku kembali melanjutkan, "Lihatlah sekarang, aku atau kamu masih harus bolak balik Jakarta-Bali. Belum lagi ini mau akhir tahun banyak hal yang harus dikerjakan. Ketika pembangunan hotel dan galeri selesai, kita harus mengadakan perekrutan karyawan. Dan setelah kondisi settle barulah kita bisa mengadakan pernikahan yang lebih baik, jika kita mengadakannya dalam waktu dekat, banyak hal yang harus di bereskan Kean." Jelasku, Kean termenung sesaat dan menatapku dengan wajah memelas.

"Tapi aku sudah tak sanggup tinggal sendiri," ujar Kean dengan putus asa, "memikirkan mengirimmu kembali ke rumahmu ternyata lebih sulit daripada yang aku bayangkan," lanjutnya dengan mengerang lemah.

Aku menggenggam tanggan Kean, meremasnya dengan gentle, "Aku akan sering mengunjungimu, yang menjadi pemisah kita hanya tempat tinggal Kean, aku akan sering mengunjungimu, memasakkan sarapan dan juga menghabiskan waktu denganmu setiap weekend. Bagaimana? Aku akan memproritaskan waktuku untukmu, bahkan Raka, Dimas atau Ian Somerhalder tak akan mengganggu waktu kita berdua." Tawarku, Kean mengerutkan wajahnya sedikit ketika mendengar nama Ian dibawa-bawa. Aku tahu dia masih tidak ingin mengakui bahwa aku masih sering tergoda melihat Ian ketika menonton Vampire Diaries dengannya.

Setelah menimbang cukup lama akhirnya Kean menjawab yang hanya membuatku ternganga lagi, "Baiklah, kalau begitu aku akan meminta cuti selama sebulan untuk bulan madu kita."

"Kenapa harus sebulan? Yang lain biasanya seminggu atau dua minggu,"

"Seminggu itu tidak cukup Micha, aku rasa sebulan juga tidak cukup. Aku akan mengajukannya nanti setelah kita meresmikannya." Jawab Kean seolah-olah semua sudah melalui keputusan yang panjang. Padahal aku tahu dia memutuskan itu malam ini.

"Apa kamu tidak bosan? Sebulan bulan madu dan hanya berdua denganku," aku mengatakannya karena mengingat Kean yang sangat gila kerja. Laki-laki yang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bekerja, ingin libur dan hanya ditemani olehku. Aku yakin dia akan bosan bahkan setelah seminggu berlalu.

"Apa maksudmu bosan? Mana mungkin aku bosan Micha. Menciummu saja aku seperti meminum air di padang pasir, hausku malah tak pernah hilang bahkan menginginkannya lagi. Apa lagi untuk urusan..."

Aku dengan cepat menutup mulutnya sebelum dia memuntahkan kata-kata tak senonoh itu di malam dia melamarku. Dengan cepat aku memberikan tetapan tajam pada Kean yang sepertinya masih ingin melanjutkan khotbahnya tentang rencana bulan madu yang ada dipikrannya.

"Berhenti mengatakan hal yang tidak senonoh itu jika kamu masih ingin menikah denganku dua tahun lagi," kataku saat dia tak terima perkataannya di hentikan begitu saja.

Aku mengipasi diriku. Jelas jelas udara malam terasa segar beberapa saat yang lalu, tapi tubuhku berubah panas hanya dengan mendengar perkataan Kean.

Disisi lain, laki-laki itu malah terkekeh melihat wajahku yang bersemu merah sebagai reaksi perkataannya barusan. Dan akhirnya malam itu, aku dan Kean sepakat menunda pernikahan kami selama dua tahun kedepan. Laki-laki itu memelukku dan kami menghabiskan malam itu menatap kembang api yang dipersiapkan Kean.

***

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

***

MellifluousOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz