Bab 2

5.1K 111 0
                                    

"Sepertinya kau sudah ingat, heh, Jalang?"

Ucapan Ranggas menarikku kembali. Saat kulihat wajahnya baik-baik, memang sedikit mirip Gugur. "Gugur... adikmu?"

Ranggas tidak tersenyum. Ia naik lalu mendudukiku. "Ya, adik tercintaku. Satu-satunya keluargaku yang tersisa."

Aku melihat kekejaman di wajah Ranggas. Atau memang wajahnya seperti itu? Selama beberapa bulan ia bekerja menjadi sopir pribadi Alice, aku tidak pernah memperhatikan wajahnya. Aku hanya sering mendengar Alice yang nyaris setiap hari memuji wajah tampan Ranggas, tubuh atletis Ranggas, Ranggas yang baik, Ranggas yang gentle, Ranggas yang....

Tapi... ini bukan Ranggas seperti yang Alice bangga-banggakan. Dia... iblis. Monster.

"Aku tidak mengerti, apa salahku?"

Ranggas mencengkeram kedua pipiku dengan tangannya, kuat sekali membuatku kesakitan. "Waktu SMA, kau berulang kali menolak cinta Gugur. Berkali-kali menolak hadiah-hadiah darinya. Mungkin bagi Nona kaya sepertimu, hadiah-hadiah itu tidak berarti, tapi Gugur selalu menyisihkan uang jajannya untuk ia tabung demi memberikan hadiah kepadamu...."

Aku menahan perih pipiku. Ya, aku memang menolak Gugur. Tapi, bukan cuma Gugur. Karena ingin fokus belajar dan belum pernah jatuh cinta, aku menampik semua teman lelaki yang menyatakan cinta. Apa aku salah?

"Sampai akhir pun kau tetap menolaknya, bahkan merobek surat cinta yang sudah susah payah ia tulis selama berhari-hari, tanpa membacanya."

"Maaf... maafkan aku, aku tidak bermaksud...."

Plak!

Setelah melepaskan cengkeramannya pada pipiku, ia menamparku keras. Perih dan panas.

"Jalang sialan! Bangsat! Maafmu sudah sangat terlambat!" Ranggas kembali menamparku, membuat sudut bibirku berdarah. Kedua bola mata cokelatnya menyala-nyala dalam temaramnya lampu kamar. "Gara-gara bangsat sepertimu, adikku sudah tidak bisa kembali lagi!!!"

Aku mengerjap dengan air mata memburamkan pandangan karena mendapatkan dua tamparan yang menyakitkan, juga kenyataan yang membuat jantungku nyaris copot. "Gugur... sudah meninggal...?"

Ranggas tidak menjawab, kedua tangannya kini mendarat di leherku, berusaha mencekikku.

Aku menatap Ranggas, kali ini sudah tidak berniat memberontak. Gara-gara aku terus menolak laki-laki saat SMA dan kuliah, aku sudah mendapatkan balasannya sejak usiaku 23 tahun. Beberapa kali berhubungan dengan rekan kerja, selalu berakhir dengan kegagalan. Biasanya mereka berselingkuh. Memang, aku belum pernah jatuh cinta, tapi aku hanya merasa membutuhkan seseorang untuk menjadi kekasihku dan kemudian kami bisa menikah karena umurku tidak lagi muda. Ayah dan Ibu juga khawatir dengan umurku padahal mereka ingin sekali menimang cucu pertama.

"Aku minta maaf untuk Gugur... aku menyesal, tapi... aku tidak bermaksud..." leherku sakit, dan aku sudah kesulitan untuk bernapas karena tekanan kuat kedua tangan Ranggas. Tapi kemudian, cekikannya melonggar mengejutkanku.

"Mati begitu saja kurasa tidak cukup mengingat derita yang sudah aku dan Gugur rasakan." Ranggas bangkit kemudian membuka kancing dan ritsleting celana bahanku, menyentaknya kuat hingga terlepas dari kakiku.

Aku tidak bisa menendang karena Ranggas menekan pahaku kuat-kuat. Ia mengoyak pakaian dalamku membuatku menjerit. "Jangan! Tolong, jangan! Aku akan melakukan apa pun, tapi tolong jangan melakukan hal ini...."

"Memangnya kenapa? Bukankah kau sering melakukannya dengan para kekasihmu, heh, Jalang? Kau hanya tinggal diam menikmati."

Aku menatapnya dengan lelehan air mata. "Tolong, jangan, aku tidak mau... kita tidak saling kenal. Kita juga tidak saling mencintai," ujarku berusaha menunda-nunda. Tapi, aku masih ingin berjuang. Lebih baik aku mati daripada harus dirudapaksa oleh laki-laki monster ini. Tapi, ia takkan membiarkanku mati dengan mudah karena ia ingin menyiksaku dulu, seperti perkataannya tadi.

"Jalang ini memang sombong sejak dulu!" Ranggas tertawa. "Andai dulu Gugur tidak mati-matian mencegahku, tentu sudah lama kuhajar kau. Sekarang, Gugur sudah tidak bisa lagi menahanku karena sudah pergi jauh. Jadi aku bebas melakukan apa pun terhadapmu," ujarnya dengan penuh dendam yang menyakitkan membuat sekujur tubuhku merinding.

"Aaahhhhh...!" erangku merasakan sakit di bawah sana. Aku membuang pandangan mendengar kekehannya. Laki-laki itu menekan kedua pahaku yang terbuka lebar sementara jari-jarinya mengerjai di bawah sana. "Kumohon jangan...."

Tapi, Ranggas tidak berhenti. Ia lantas menunduk membuatku terkejut.

"Aaaahhhh...!" aku menggeliat hingga mendapatkan orgasmeku. Air mataku menetes karena rasa nikmat. Ini benar-benar memalukan!

Ranggas bangkit kemudian tertawa jahat. "Sekali jalang ya tetap jalang! Baru sebentar saja sudah klimaks, padahal tadi mati-matian menolak."

"Kumohon lepaskan aku... aku akan melakukan apa pun...."

"Baiklah."

Aku menoleh dengan cepat ke arah Ranggas, tidak percaya dengan jawabannya. Ia... setuju?

"Tapi sebagai gantinya, kau harus memuaskanku dengan mulut dan tanganmu," ucapannya membuat perutku langsung bergolak. Bagaimana aku harus melakukannya? "Tapi, kalau sampai kau menggigitku, kubunuh kau!"

Aku buru-buru mengangguk.

Ranggas berlutut untuk melepaskan ikatan di kedua tanganku. Setelah bebas, aku segera mengusap pergelangan tanganku yang terasa kebas. Ada bekas ikatan di sana. Mataku melirik Ranggas yang membuka ritsleting jinsnya membuatku menelan ludah. Aku bergerak mencari celana panjangku, tetapi laki-laki itu keburu menjambak rambut pendekku mendekati bagian bawah tubuhnya.

Aku sedikit ngeri, tapi kemudian laki-laki monster itu menarik turun kepalaku.

"Buka mulutmu, Jalang!"

🍂🍂🍂

Emerald/ Putri Permatasari, Kamis, 28 Juli 2022, 06.49 wib.

Ceritaku lainnya yang on going:
1. Luka
2. The Boss's Mistress
3. Renjana di Ujung Senja
4. Hutan
5. The Nanny and I
6. Tetanggaku Betina Rese
7. Miana

Repost. Kamis, 25 April 2024, 18.10 wib.

Hope you like it. 🥰🥰🥰

SLAVE by EMERALDWhere stories live. Discover now