Ariana bergegas pergi ke kantor Jeong Jimin tanpa menghubungi pria itu terlebih dulu.

Sesampainya di sana, ia disambut oleh sekretaris Jeong Jimin yang sudah mengetahui siapa itu Ariana Go yang tidak lain adalah kekasih atasannya.

"Selamat datang, Nona. Apa kabar?" sapa sekretaris itu dengan penuh kesopanan.

"Apakah Tuan Jeong ada di dalam?" tanya Ariana yang tak kalah sopannya.

"Ada, Nona. Kebetulan Tuan Jeong baru saja menyelesaikan meeting-nya," ujar sekretaris.

"Baiklah, aku ingin menemuinya," ungkap Ariana.

"Saya akan mengantar Nona."

"Ah, tidak usah. Aku akan masuk sendiri. Terima kasih." Ariana membungkuk layaknya orang Korea, lalu bergegas masuk ke ruangan Jeong Jimin.

Jimin sedang termenung di dalam ruangan. Tidak ada yang bisa membebani pikirannya selain Ariana.

"Jeong ...."

Seruan itu membuat Jimin terkesiap. Ia terpaku melihat Ariana yang telah berdiri di hadapan pintu. Ariana tampak sumringah melangkah ke hadapan Jimin.

"Ari, mengapa kau ke sini?" Jimin berdiri memandangnya.

"Aku merindukanmu." Ariana memeluknya dengan erat.

Jeong Jimin terpaku. Ia sadar sepenuhnya bahwa wanita yang kini memeluknya adalah Ariana.

"Aku sangat merindukanmu." Ariana menatapnya.

Tatapan Jimin begitu lembut dan meneduhkan. Maniknya berbinar seakan menyatakan kerinduan yang sama pada Ariana.

"Jeong, mengapa kau diam saja? Apakah kau tidak merindukanku?" Ariana merapatkan pelukan dan wajahnya bersandar pada dada bidang Jeong Jimin.

Pria itu hanya tersenyum tipis lalu mengusap kedua pipi Ariana dengan lembut dan mengecup keningnya.

"Apa kau marah padaku?" tanya Ariana.

Jimin menggeleng. Bila sudah berada di hadapannya rasa marah dan kecewa itu sama sekali tidak ada artinya.

"Mengapa kau ke sini?"

"Karena aku merindukanmu," pungkas Ariana sembari merapikan dasi.

"Kau tidak bekerja?"

"Aku mempunyai beberapa hari untuk menganggur. Bukankah itu kabar yang baik?" tukas Ariana seraya memberinya senyuman yang manis.

Jeong Jimin tersenyum simpul, merasa terharu karena bisa menyaksikan senyuman khas itu lagi tepat di depan matanya.

"Sampai kapan kau akan menganggur? Kuharap selamanya kau tidak akan bekerja lagi." Jimin bertanya sambil memeluknya lebih erat.

"Jim ...." Ariana melepaskan pelukannya.

"Ada apa? Apa kau sudah makan?"

Ariana terharu karena pria itu sama sekali tidak berubah, selalu perhatian padanya. "Ternyata kau masih memikirkanku? Bagaimana aku bisa makan kalau kau terus mengabaikanku selama ini?"

Jimin tersenyum lagi dan kembali memeluknya. Ia tidak ingin mengutarakan maksud dari sikap ketusnya selama ini pada Ariana. Sejauh ini ia akan tetap bertahan dan berharap agar Ariana bisa sedikit berubah dan tidak terlalu mementingkan egonya.

"Kalau begitu ayo kita makan," tawar Jimin.

Ariana mengangguk menerima tawarannya.

Keduanya makan siang di sebuah restoran. Mulanya memang berjalan lancar tanpa gangguan apa pun. Saling menyuapi dan saling tersenyum bahagia. Sayangnya, dering ponsel Ariana kembali mengganggu waktu keduanya.

LDRWhere stories live. Discover now