Accident

569 36 9
                                    

If you enjoy, would you mind giving me vote, share my story and leave a comment?.
.
.
.
.
.
RINGKASAN: Sebuah kecelakaan motor, menyebabkan sebuah cedera yang cukup serius.

Kim mondar-mandir di ruang tunggu, menggigit bibirnya dengan cemas sambil menunggu dokter keluar.

Ini mungkin adalah saat-saat yang paling menegangkan dalam hidupnya. Matanya beralih ke lengan kirinya yang dibalut rapi dengan perban, menutupi semua lukanya.

Bagaimanapun, Kakak pertamanya, Tankhun memiliki cedera yang lebih buruk, walaupun hanya sebagai penumpang.

Para dokter sedang melakukan operasi darurat, di ruang IGD dan yang bisa dilakukan Kim hanyalah berharap kepada Pihak kedokteran bahwa kakaknya akan selamat.

Waktu terasa berlalu dengan lambat. Kim menjatuhkan diri ke salah satu kursi, lututnya gemetar tak terkendali. Kepalanya terangkat ketika dia melihat seorang perawat keluar, namun tidak untuk menghampirinya.

Sudah sekitar dua jam sejak saat itu.

Ayah mereka sedang berada di luar kota, begitu pula dengan kakak keduanya, Kinn.

Dia membutuhkan seseorang, siapa saja, untuk meyakinkannya, mengatakan padanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Pintu terbuka dan dokter mendorong keluar ranjang dengan seorang pria berambut pirang tak sadarkan diri di atas ranjang itu, di bantu oleh perawat. Dan satu lagi perawat keluar.

Saat melihat Kakak pertamanya melewati dirinya, Kim bergegas bangkit dari duduknya, dan mengikuti mereka.

Sampailah mereka di lorong F. Tankhun di masukkan ke dalam salah satu ruang pemulihan, kamar 107.

"B-Bagaimana... kondisinya?"

"Pasien sudah melewati masa kritis, namun pasien masih tidak sadarkan diri. Sekarang pasien sudah baik-baik saja, tapi kami hanya akan tahu pasti ketika pasien bangun." Ucap Perawat itu. "

"Bisakah aku menemuinya?" Tanya Kim.

Perawat itu menggelengkan kepalanya,
"Maaf! Untuk saat ini, anda tidak bisa menemuinya. Kami akan memberitahu anda jika pasien sudah sadar, nanti. Anda bisa menunggu di sini untuk sementara waktu. Sekali lagi saya mohon maaf."

Kim menghela nafas, Kakaknya yang sudah melewati masa kritisnya adalah hal yang harus ia syukuri untuk sekarang, "Baiklah! Terima kasih." Ucap Kim, perawat itu mengangguk kemudian pergi dan Kim duduk di salah satu kursi di depan ruang pemulihan, melirik jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu, tengah malam, kemudian ia menyandarkan tubuhnya pada kursi.

Setengah jam kemudian, matanya mulai terasa berat, ia pun tertidur.

Keesokan harinya...

Kim mengedipkan matanya perlahan, Kim perlahan duduk dan melihat sekeliling tempat sekitarnya yang tampak asing baginya.

Semua kejadian kemarin, datang kembali dalam pikirannya dan membuatnya merasa sedikit pusing. Tapi ia harus tetap kuat. Setidaknya, untuk Kakaknya, Tankhun.

"Hei, apa kau tidur nyenyak?"

"Hah?" Kim masih mengantuk tapi ia tetap mendongak, untuk melihat Kinn, kakak keduanya yang tersenyum padanya.
"Oou, P'Kinn?!" Ucapnya, sambil membenarkan posisi duduknya.

"Aku menerima pesanmu, lalu aku bergegas pulang dan langsung kemari!" Ucap Kinn, sebelum duduk di sebelah Kim.
"Bagaimana kondisinya?" Tanya Kinn pada Kim yang masih menggosok matanya.

"Hia sudah melewati masa kritisnya dan sekarang ia baik-baik saja. Tapi, mereka juga bilang kalau mereka tidak tahu pasti sampai Hia bangun, nanti." Jawabnya.

Kinn mengangguk paham tepat setelah ia mengerutkan keningnya.

Tidak ada percakapan diantara mereka.
Setelah sunyi yang berlangsung cukup lama, Kinn menoleh kearah Kim.

Kinn sedikit terkejut, dengan jelas Kinn melihat cairan bening di kedua pelupuk mata Kim.

Menyadari Kinn menatap dirinya, Kim berusaha untuk menyembunyikan wajahnya. Tapi, Kinn sudah menyadarinya dari awal, meskipun awalnya tidak di sengaja.

Kinn merangkul pundak adiknya itu, Kinn sedikit terkejut saat Kim tiba-tiba meletakkan kepalanya di pahanya.

Mungkin, dia masih mengantuk?

"...dan semua itu salahku..." Ucap Kim, "jika saja aku tidak mengajaknya keluar, naik motor...ini tidak akan pernah terjadi..." Panjang lebar, Kim mencurahkan segala isi hatinya pada Kinn.

Kinn merasakan celananya basah, "Hei! Ada apa ini?" Ucap Kinn terkekeh kecil, "Aku pikir...adikku ini tidak akan terlalu perduli tentang hal-hal yang seperti ini... ternyata..." Goda Kinn pada Kim yang merebahkan kepalanya di pahanya.

Kim hanya bisa mendengus kesal. Ia sudah panjang lebar menceritakan bagaimana kecelakaan menimpa dirinya dan Tankhun, namun Kinn malah bersikap layaknya ia tidak perduli.

Kinn semakin tertawa girang karena gemas dengan sikap adiknya yang rasanya jarang ia temui dan memang sudah lama tidak pernah di perlihatkannya lagi.


Seorang perawat keluar, memegang papan klip, "Keluarga Tankhun Theerapanyakul?!"

Kim berdiri, yang juga diikuti oleh Kinn, "Ya?" Jawab Kim dan Kinn, serentak.

Dengan berseri-seri, Kinn dan Kim menuju sang perawat. "Pasien sudah sadar, anda bisa menjenguk pasien sekarang." Ucap perawat itu. "Tapi, saya mungkin harus memperingatkan anda-" Potongnya, suaranya melemah. Kemudian perawat itu memberikan sebuah kertas putih pada Kinn. "-tolong jangan memberatkan pikiran pasien, karena itu bisa memengaruhi kondisinya!" Jelas perawat

Kertas itu berisikan informasi tentang kondisi kakak mereka yang sekarang. Usai membaca kertas itu, Kinn mengangguk, paham. Mereka pun bergegas masuk ke dalam kamar 107 dengan Kim yang membuka pintu atau lebih tepatnya mendobrak pintu, "Hia? Hia!" Panggil Kim.

Tankhun, yang sekarang duduk bersandar pada kepala ranjang dengan bantalnya, hanya menatap kedatangan Kinn dan Kim, kebingungan mutlak tertulis di seluruh wajahnya karena ia baru saja sadar.

Tankhun tidak mengatakan apa-apa, "Aww...!" Tankhun sedikit tersentak saat Kim datang menghampirinya dan tiba-tiba langsung memeluknya.

"Hei! Ai'Kim, ada luka di bagian perutku, kau ingin membunuhku, huh?!" Ucap Tankhun sedikit menjerit menahan sakit.

Bergegas Kim melepaskan pelukan eratnya dari Tankhun sebelum meminta maaf.

Sedangkan Kinn hanya tertawa kecil.
"Syukurlah, Hia baik-baik saja." Ucap Kinn, meletakkan tangannya di bahu Tankhun.

"Hm, lalu, kau berharap aku menghilang dan pergi meninggalkan dunia ini, begitu?" Ucap Tankhun dengan nada kesal.

"Bukan begitu maksudku, Hia..." Balas Kinn lembut. Kini, Kim yang terkekeh.

Kim kembali memeluk Tankhun, tapi dengan perlahan tidak seperti terakhir kalinya. Tankhun membalas pelukannya sambil melirik kearah Kinn, lalu menarik tangannya agar bergabung dalam pelukan hangat itu.






Kinn tidak menolak pelukkan hangat itu. 'Aku rasa aku terlalu banyak menghabiskan waktu dengan Porsche.' Ujar Kinn dalam benaknya.Karena memang sudah lama ia tidak merasakan kehangatan bersama dengan kedua saudaranya.

[END]

How is it, does this story sound good?.

Please give me vote, share my story and leave a comment. If you enjoy and don't mind at all 😄.

Accident - Theerapanyakul Brothers [KinnPorsche The Series Fanfiction]Where stories live. Discover now