"HIDDEN FEELINGS"

4 2 0
                                    

Lian tersenyum tipis. Hatinya menghangat sebab Chara sedang mengobati luka di lengannya dengan telaten.

“Apa yang kau rasakan? Apa ada semacam rasa khawatir saat melihatku kesakitan?”

Pergerakan Chara sontak terhenti. Gadis berambut sebahu itu menghela napas lalu menatap manik sahabat baiknya. “Nothing. Aku hanya merasa jahat karena dalam keadaan seperti ini pun, aku tak merasakan apa pun. What’s wrong with me?”

Lian mengusap lembut surai Chara. Ia balas menatap iris cokelat teman sebangku yang ia harapkan untuk menjadi teman hidupnya juga. Pria itu termakan omongannya sendiri, perihal tidak akan mungkin menaruh rasa pada sahabatnya. Nyatanya, Lian telah jatuh terlalu dalam, ia bahkan rela berjuang sendiri. Fakta bahwa Chara memiliki gangguan emosi bukanlah hal yang bisa memudarkan perasaannya.

_“Teruslah mencintainya hingga sebuah keajaiban datang dan Chara bisa merasakan seberapa besar rasa sayang dan pedulimu padanya,” batin Lian._

Sekolah sudah berakhir sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tak ada lagi orang lain di kelas XII IPA 2 kecuali Lian dan Chara. Keduanya selalu pulang paling akhir, karena Lian tak ingin ada seseorang yang tahu jika sepulang sekolah, ia megantar Chara ke klinik untuk mengobati gangguan emosinya. Lian tak suka seseorang membicarakan hal buruk tentang gadisnya, ia tak segan untuk melayangkan bogeman mentah ke wajah siapa pun yang berani mengusik hubungannya dengan Chara.

“Apa ada perkembangan sejauh ini? Dokter Gheovan tidak menyakitimu, ‘kan?”

Chara menggeleng lemas. “Entahlah, aku rasa sama saja. Bahkan mungkin semakin parah karena tiap kali aku berhadapan dengannya, detak jantungku menggila.”

Lian mengernyit. “Mungkin kau merasa gugup. Tak apa, tenanglah. Hari ini aku akan ikut masuk ke ruangan Dokter Gheovan untuk menemanimu.”

“Terima kasih, tapi ... tidak boleh ada orang lain di dalam sana kecuali pasien dan dokter. Omong-omong, namanya Dokter Ghiovan, bukan Gheovan.”

Lian mencebik, pria itu bangkit lalu memakai jaket kulitnya. Ia membereskan buku Chara dengan senang hati, memasukkannya ke dalam ransel miliknya seperti biasa. Lian tahu Chara selalu membawa banyak buku ke sekolah. Buku paket tebal, buku latihan soal untuk persiapan ujian, dan beberapa novel. Lian tak ingin punggung gadisnya sakit hanya karena tumpukan kertas menyebalkan itu. Alhasil, Chara menurut saja saat Lian membawa semua bukunya.

“Kau pernah dengar istilah friendzone?” tanya Lian saat keduanya menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi.

“Tentu saja pernah. Itu salah satu judul novel yang kau hadiahkan untukku sebulan yang lalu,” jawab Chara seadanya. Ia tak paham jika pertanyaan retoris yang dilayangkan Lian adalah sebuah kode. Ekspresi gadis itu datar seperti biasa, ia bahkan mempercepat langkahnya begitu melihat presensi motor Lian.

“Lalu ... apa kau percaya jika perempuan dan laki-laki bisa berteman tanpa melibatkan rasa?” tanya Lian saat memasangkan helm untuk Chara.

“Tidak! Buktinya kau dan aku biasa saja. Tak ada yang terjadi selama empat tahun ini, ‘kan? Kita berhasil mematahkan argumen tidak berdasar itu.”

***

“Apa yang kau rasakan?”

“Aku benci mengatakannya, tapi rasa empatiku semakin tidak ada. Bahkan ketika sahabatku terluka pun, aku tak merasakan apa-apa. Kau tahu, dok? Aku semakin merasa tak pantas untuk berada di lingkungan orang banyak. Mereka tertawa lepas, merasa senang saat berkumpul bersama teman, mereka bersedih karena sebentar lagi kami akan lulus dan berpisah. Sementara aku ... hanya bisa memandang bingung sebab sebagaimana air mineral ini, tak ada sensasi apa pun dalam hatiku.” Chara menggenggam kuat botol air mineral yang diberikan Lian.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LABIRIN AKSARA (ANTOLOGI CERPEN)Where stories live. Discover now