GALAKSI 10

746 131 13
                                    

Gelap adalah hal yang pertama kali Sandyakala lihat saat membuka mata.

Kepalanya pening, wajahnya terasa sedikit basah, hidungnya tersumbat hingga dia sedikit kesulitan untuk bernafas dan juga, mata yang terasa sangat sulit buat dibuka.

Sandyakala kacau.

Menangis dari tadi siang dan mengurung diri dikamar hingga akhirnya terlelap sampai hari sudah malam membuat dirinya terlihat berantakan dan... sedikit menyedihkan.

Anak ketiga dari empat bersaudara itu memaksakan untuk bangkit, duduk ditepi tempat tidur untuk mengumpulkan tenaga yang dia punya. Perlahan, hidungnya mulai berfungsi kembali buat meraup oksigen. Tangannya bergerak buat mengambil ponsel yang sengaja dimatikan sedari siang setelah mengirim pesan pada Cakrawala bahwa dia ingin sendiri dulu buat beberapa waktu dan berjanji buat ngga melukai tubuhnya lagi.

Benda persegi yang baru saja dihidupkan data selulernya itu langsung saja bergetar tanpa henti sebab spam chat dan telpon yang ketiga saudaranya lakukan dari tadi siang.

Lalu, tanpa ada niatan buat membuka puluhan — atau mungkin ratusan chat berisi kekhawatiran ketiga Galaksi, Sandyakala lebih memilih bangkit dan menyalakan lampu kamar, menutup jendela juga gorden, dan yang terakhir adalah memungut tas yang sebelumnya dia lempar dengan sembarang.

Namun, bahkan sebelum anak itu memungut tas sekolahnya, matanya lebih dulu menangkap sesuatu didekat pintu kamarnya.

Kertas, itu selembar kertas yang sengaja dilipat, membuatnya terheran sebab merasa ngga pernah melihat kertas itu sebelum dia meluapkan amarah dan tertidur setelahnya.

Lantas, sebab penasaran pada isinya, Sandyakala membukanya. Deretan kalimat yang tersusun rapi disana, membuat satu alisnya terangkat sebelum akhirnya hatinya terasa menghangat;

kak, sedihnya, jangan lama-lama, ya?
ngga papa, kakak udah berusaha keras,
abang, mas sama adek adalah saksi dari perjuangan yang kakak lakukan dari sepulang sekolah sampai larut malam selama seminggu belakangan,
kak, semesta ngga selalu berpihak kepada kita. ngga papa ya, abang, mas sama adek ngga perlu bukti atau validasi apapun buat tahu kalau kakak itu udah berhasil menjadi nomor satu.
angkasa, cakrawala dan senja akan selalu bangga sama sandyakala, tolong diingat ya, kak?

dari angkasa,
buat sandyakala.

***

kak, kalau kakak masih butuh sandaran, mas siap mendengarkan. kalau kakak butuh pelukan, mas siap memeluk kakak dengan segenap kehangatan.
rasa sedihnya, jangan ditahan ya, kak? selama ini, kakak udah terlalu banyak menanggung beban, sekarang ayo dikeluarkan, tapi, kalau boleh, jangan terlalu berlarut-larut, karena air mata kakak terlalu berharga buat menangisi ketidakadilan semesta.
kak, ngga papa kalau pihak sekolah ngga memberikan apresiasi sebagaimana yang seharusnya, tapi di sini, mas, abang dan adek akan selalu siap memberi apresiasi kepada kakak walau tanpa diminta.
sandyakala itu berharga, jadi, tolong diingat, ya?

dari cakrawala,
buat sandyakala.

***

kak, maafin adek,
maaf karena ngga bisa berbuat apa-apa sampai air mata kakak mengalir dengan derasnya,
maaf karena lagi-lagi, kakak harus menerima ketidakadilan dari semesta yang selalu kakak bela dengan bangganya,
maaf karena adek belum bisa memperjuangkan hak yang kakak punya,
dan maaf, karena papa punya celah lagi buat menjatuhkan kakak.
kak, adek tau perasaan kakak. kakak boleh nangis, tapi jangan lama-lama, ya? rasanya, dunia ngga lagi sama kalau senyuman sandyakala sirna walau hanya sekejap mata,
antariksa, ayo bangit dan buktikan pada semesta kalau kakak ngga akan goyah hanya karena peringkat,
ayo kita berjuang sama-sama buat menentang semesta yang selalu berbuat semena-mena!
kakaknya senja yang hebat, ayo semangat!

dari senja,
buat sandyakala.


Satu tetes.

Dua tetes.

Tiga tetes.

Air mata Sandyakala jatuh satu persatu saat dirinya membaca untaian kata yang dirangkai oleh ketiga saudaranya.

Semesta memang jahat pada Sandyakala, tapi dia akan selalu baik-baik saja kalau ada Angkasa, Cakrawala dan Senja bersamanya, kan?

Lalu, dia berdiri, menghapus air matanya sebelum pada akhirnya memutar kunci, membuka pintu dan terkejut menemukan tiga orang yang baru saja terjungkal saat pintu terbuka.

Itu adalah Angkasa, Cakrawala dan Senja yang sudah menunggu didepan pintu sedari tadi siang Sandyakala mengurung dirinya sendiri.

Mata ketiganya memerah setelah dibangunkan paksa oleh pintu yang terbuka. Namun, sedetik kemudian langsung membola saat melihat ada Sandyakala disana.

"Kakak?!"

Itu Senja, dan teriakan andalannya.

"Liat tangannya, ngga dilukai lagi, kan?!" si bungsu berdiri, diikuti kedua kakak kembarnya yang langsung saja membuka hoodie yang dikenakan Sandyakala dan tidak menemukan luka baru pada tangan si tengah.

"Mau peluk, boleh ngga?" Sandyakala bertanya tanpa mau bersusah payah menjawab pertanyaan Senja.

Lalu, tanpa menunggu lagi, ketiganya langsung memeluk Sandyakala dengan cepatnya, bahkan anak itu hampir terjungkal sebab tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya.

"Abang jangan kencang-kencang bisa ga? Adek ngga bisa napas tau!"

"Kamu yang jangan kencang-kencang, itu Kakak jadi susah napasnya!"

"Aduh, jangan berantem dulu bisa ga sih kalian?"

Semesta, Sandyakala ngga mau lagi peduli pada kebencian Papa ataupun pada ketidakadilan yang diterima, dia cuma mau hidup bersama dengan Angkasa, Cakrawala dan Senja, sebab mereka bertiga adalah sumber bahaginya yang nyata.

***

Galaksi✓Där berättelser lever. Upptäck nu