0.2. Arti Sudut Pandang

12 6 3
                                    

Plak

Sebuah tamparan keras yang menjadi makanan sehari hari Vioretta melayang menyambar pipi yang bahkan masih terukir jejak tangan sang pelaku dari kemarin.

Setelahnya isakan terdengar, namun tak akan pernah ada belas kasihan. Deru nafas emosi juga ketakutan memenuhi ruangan kelam itu.

Mata tajam seorang pria dengan angkuhnya tak pernah memandang lembut pada sang anak, juga mulutnya tak pernah berucap sayang. Selama hidup, Vioretta tak pernah mendapat pelukan hangat dari lelaki yang seharusnya menjaganya.

"Anak gak tau diuntung! Lu itu udah gua sekolahin sampe SMA aja seharusnya udah bersyukur!-"

"-bukan malah gak tau diri."

Hiks

"Lu pikir biaya kuliah pake daun, hah?!"

Gadis itu menunduk sambil menahan tangis saat sang ayah terus menonyor kepalanya layaknya hewan.

"Pikir dong goblok! lu itu dari kecil udah nyusahin gua, pas gede jadi beban. Masuk SMA aja lu gagal dapet beasiswa ini so' so'an mau lanjut kuliah, lu mau bunuh gua kayak Mama lu?"

Vioretta menatap Ayahnya dengan kecewa, ia sungguh menyesali pertanyaan bodohnya yang malah membuat luka itu kembali terbuka.

Tak apa jika pria itu memaki atau memukulnya, menamparnya atau tak memberinya makan, namun jika menyebut dirinya sebagai pembunuh sungguh ia tak sanggup.

Vioretta juga ingin melihat ayahnya bahagia bersama ibunya, mempunyai keluarga utuh dan hidup dengan kasih sayang. Memangnya siapa sih yang tidak mau?

"Hiks... Aku bukan pembunuh, Yah..."

Kalau bisa memilih, Vioretta juga tak ingin lahir jika memang nyawa sang ibu yang menjadi gantinya. Hidup dalam rasa bersalah dan terus disalahkan bukan hal yang mudah, sakit bagi keduanya.

Telalu banyak luka. Namun begitu Vioretta tak pernah mencoba mengakhiri hidup yang telah Tuhan beri, pergi dengan sia sia? ia tak mau ibunya bersedih.

Aji mencrengkam kuat dagu gadis itu, "Seandainya dulu gua ada disisi dia, gua bakal larang dia buat nyelametin anak bego kayak lu-"

"-gara gara lu hidup gua berantakan! Kalau lu ngarepin gua bakal perlakuin lu dengan baik, itu cuman dimimpi."

"Hiks... Vio min- "

"Hati gua udah mati saat denger istri gua meninggal dan lu yang dipilih buat diselametin."

Sakit, sangat.

Tapi sejujurnya jika ditanya, Vioretta lebih kasihan pada Aji daripada hidupnya sendiri. Gadis 18 tahun itu selalu melihat sudut pandang sang Ayah, ternyata pria itu jauh lebih menderita kehilangan orang yang sangat ia sayangi.

Dalam buku hariannya, Aji dan sang istri selalu menulis banyak harapan yang akan datang diesok hari nanti. Tentang rencana kemana mereka akan menghabiskan waktu akhir pekan dengan sang anak, kegiatan yang akan mereka lakukan saat liburan nanti, dan tentang hari tua yang sudah tertulis jauh hari sebelum Vioretta lahir.

Namun semua rencana juga harapan itu musnah seketika hanya dalam hitungan jam.

Vioretta memang tak tahu menahu soal cinta, namun jika melihat sang ayah begitu menyayangi wanitanya yang telah tiada, ia mulai mengerti bagaimana rasanya ditinggalkan dan hidup bersama dengan penyebab dunianya hancur.

Maka gadis itu merasa tak berhak jika mengaku pada dunia bahwa dia lah orang paling menderita.

⊹⊹⊹

"Sis, anaknya udah gede aja yah?"

Wanita itu tersenyum kemudian mengulas surai sang anak dengan lembut.

"Cantik, tinggi pula, udah mau ngelebihin Mama nya."

Yang dipuji hanya terkekeh maklum, biasalah ibu ibu rekan kerja yang sedang melakukan perkumpulan kecil dirumahnya. Hanya sekedar makan makan dan bergosip dipenghujung minggu.

"Kuliah mau dimana, Drey?"

Gadis itu melirik yang ibu yang juga menatapnya intens, "UANES kalau lolos, tan."

"Wih keren, kalau gak lolos, kan masih banyak jalan lainnya."

"Tuh dengerin, kata Mamah juga masih banyak jalan jadi jangan nyerah dulu."

"Bener, UANES itu kampus favorit, anakku dulu mau dimasukin kesana tapi gamau, katanya takut gak keotakan."

Audrey mengangguk, membenarkan semua yang mereka katakan.

"Audrey mah pasti bisa, apalagi kamu pinter."

"Amiin, tante hehe... masuk kesana kan impian semua orang, tan."

Bosan juga lama lama, ingin kembali kekamarnya dan mengahabiskan weekend dengan rebahan namun tak enak. Teman teman mamanya sedari tadi terus mengajaknya mengobrol.

"Audrey mah beruntung punya orang tua yang pengertian sama anaknya, mau apa apa diturutin."

Siska -Mama Audrey- hanya terkekeh menggeleng.

"Selama anaknya baik, apapun kemauannya pasti diturutin kok."

Bohong!

Gadis itu hanya tersenyum tipis menutup fakta jika hatinya sedikit sakit.

Memang sih kemauannya selalu dituruti. Tapi Audrey tak pernah memilih jalannya sendiri, semuanya selalu mereka yang atur.

Orang orang selalu iri padanya, anak tunggal yang selalu disayang, cantik, pintar dan punya segalanya. Tak tahu saja jika ia mengorbankan mimpi mimpinya untuk orang yang ia sayangi.

Audrey tak secantik itu ketika menagis, ia juga tak sepintar yang orang orang katakan. Audrey mempunyai segalanya, tapi Audrey tak pernah memiliki apa yang dirinya mau.

Ia akui semua orang tua pasti mau yang terbaik untuk anaknya, tapi bagi Audrey tidak.

'Semua yang Mama lakuin cuman buat kebaikan kalian.'

TBC.

Halo temu lagi, how to this part?

nt. untuk univ nya itu ngarang.

Apapun yang terjadi aku cuman pengen kalian enjoy aja sama book ini ya hehe, cause u know, kebanyakan penulis mereka nuangin ide dan apa yang terjadi sama mereka dikarya nya, kan (?) jadi aku mau bikin sereal mungkin.

Sesuatu yang disukai Audrey

Kucing

Kamera

See U, jangan lupa vote&komennya.

HOPELESSOù les histoires vivent. Découvrez maintenant