Malam ini ia sedang menunggu kabar darinya. Ia tahu bahwa Jimin sedang sibuk mempersiapkan kelulusannya di universitas tempatnya merajut asa. Begitu pun dengan Ariana yang juga sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikannya.

Ariana tidak berniat menambah masa menetapnya di luar negeri. Ia hanya ingin segera pulang membawa gelar yang sudah diraih. Ingin segera menemui keluarga dan juga Jeong Jimin. Ingin memeluknya dan mengatakan banyak hal padanya tentang kerinduan dan cinta yang semakin mendalam.

***

Jeong Jimin sudah berada di dalam kamarnya setelah seharian ia disibukkan oleh acara kelulusan di kampus. Selayaknya orang pacaran, ia merasa sangat ingin mengirimkan satu fotonya yang sedang berbahagia ketika menerima penghargaan bahwa ia menjadi salah satu mahasiswa terbaik di kampusnya. Ingin menunjukkannya pada Ariana dan mendengarkan segala pujiannya. Namun, ia juga tahu dan mengingat tentang ucapannya, bahwa mereka hanya akan berbicara di telepon. Tidak akan melihat secara fisik, lalu bagaimana mungkin Jimin akan mengirimkan foto padanya? itu hanya akan membuatnya mengingkari ucapannya sendiri. Ia juga tidak ingin membuat Ariana kecewa nantinya.

Jimin meraih ponselnya, lalu menekan satu nama di daftar teleponnya.

"Ariana."

Ariana juga dengan cepat menjawabnya hingga Jimin mengukir senyuman indah saat ini.

"Bogosipda," ucap Jimin dengan berlinang air mata.

"Apa kau menangis?" tanya Ariana.

"Tidak. Aku hanya sedang tertawa," ucap Jimin seraya berbohong. Bibirnya mengatup rapat. "Bodoh, memangnya aku harus apa? tentu saja aku ingin menangis karena aku sangat merindukanmu," ungkapnya.

"Jim, suaramu sudah banyak berubah. Aku juga merindukanmu. Mendengarmu seperti itu hanya membuatku semakin merindukanmu," ucap Ariana.

Jeong Jimin menyeka air matanya. Masih setia mendengarkan kekasihnya di telepon.

"Apakah kau tidak menyukai suaraku? Bukankah ini hal yang wajar? Ini adalah proses pendewasaan. Bagaimana menurutmu Apakah suaraku terdengar merdu?" tanyanya.

"Hm, kau terdengar seksi," pungkas Ariana yang sukses membuat Jeong Jimin termangu.

"Itu membuatku semakin penasaran, jangan-jangan tubuhmu juga berubah? Astaga, jangan bilang kalau kau melakukan work out untuk membentuk badan supaya terlihat atletis?" tanya Ariana.

Jeong Jimin terdiam mendengarkan segala penuturan itu. Terdengar seperti sebuah motivasi. Apakah Ariana memang mempunyai maksud terselubung dari ucapannya? Agar Jeong Jimin membentuk tubuhnya yang memang sudah terlihat seksi menjadi lebih hot seperti kebanyakan pria bule yang ia lihat di acara fashion show favoritnya?

Siklus pendewasaan diri memang sedang berlangsung pada Jeong Jimin. Bukan hanya suaranya yang berubah, raut wajah dan tubuhnya juga bertambah lebih manly dan semakin mengagumkan.

"Ari, sebenarnya siapa yang sedang kau deskripsikan? Itu bukanlah diriku." Jeong Jimin ingin mengujinya. "Kau jangan berekspektasi terlalu tinggi padaku, kau sedang membicarakan pria bule yang sering kau lihat bukan? Hmm, aku sama sekali jauh berbeda dengan apa yang kau bicarakan saat ini. Tubuhku gendut, pipiku chubby, dan aku juga masih pendek. Percayalah kau pasti akan kabur ketika melihatku nanti." Jeong Jimin menahan tawanya agar tidak terdengar oleh Ariana di sana.

"Oh, ya ampun, Jim. Mengapa kita ini sama? Aku juga begitu. Kesibukanku di kampus semakin membuatku malas. Sepulang sekolah aku langsung makan dan tertidur pulas. Bahkan kadang-kadang aku tidak mandi dan melupakan mencuci muka. Kulitku menjadi kering, wajahku kusam dan berjerawat, tubuhku juga gemuk. Aku tidak yakin bahwa kau akan mengenaliku nanti." Ariana membalasnya dengan lelucon yang sama.

LDRWhere stories live. Discover now