Hallo, ini Arki

470 58 13
                                    

Bali, Jakarta, Bali lagi, balik ke Jakarta lagi. Siklus kehidupan Arki begitu terus, sebatas bolak-balik Jakarta dan Bali untuk mengurus pekerjaan dan pulang ke rumah.

Hari ini Arki balik lagi ke Jakarta, kota kelahiran dan tempat dia dibesarkan. Meski Jakarta terasa menyesakkan, namun kota ini menyimpan banyak kenangan, mau sejauh apapun dia pergi, Arki bakalan tetap pulang ke sini. Iya, soalnya orang tuanya menetap di Jakarta.

Setelah mendarat dengan selamat, Arki berdiri menunggu kopernya di baggage claim datang. Dia menguap lebar tanpa menutup mulutnya. Pemuda itu lantas memeriksa ponselnya, melihat pesan dari sang Ibu yang memberitahunya bahwa supir pribadi keluarga mereka sudah menunggunya.

Koper hitam dengan stiker 'Sayilendra' melintas di depannya, cepat-cepat Arki mengambilnya dan menyeretnya keluar dari bandara.

Begitu keluar dari bandara, dibalik lensa hitam yang menutupi matanya, kedua bola mata Arki bergerak mencari sosok supir keluarganya.

"Den Arki," sapa Pak Wayan, supir pribadi keluarga Sayilendra yang telah bekerja selama belasan tahun.

Arki lantas menoleh, tersenyum lebar saat matanya melihat sosok yang tengah dicarinya.

"Mari, saya bawakan tasnya." ujar Pak Wayan sopan sambil mengambil alih koper dari tangan Arki.

Dengan senang hati Arki memberikan koper miliknya, kebetulan dia memang sedang lelah.

"Pak Wayan sendirian saja nih? Yang lain nggak ada yang ikut?" tanya Arki sambil berjalan beriringan dengan Pak Wayan.

"Saya sendirian Den. Tadi orang rumah pada sibuk."

"Lah, sibuk apanya? Ini kan hari Minggu Pak!"

"Sibuk dengan Den Gala."

Arki mendengkus malas mendengar nama keponakannya itu. Si krucil satu itu memang menjadi saingan Arki dalam merebut perhatian Ibu dan Ayahnya. Saingan terberat anak bungsu ya cucu pertama di keluarga.

"Den Arki silahkan tunggu disini, saya akan ambil mobil."

"Tidak perlu. Saya ikut saja."

Keduanya lantas bergegas menuju ke tempat parkir.

"Saya merokok, Bapak tidak keberatan 'kan?" tanya Arki dengan sopan sambil merogoh saku celananya, mengambil sekotak rokok dan membukanya.

Pak Wayan melihat Arki sesaat, lalu menggeleng. "Saya tidak keberatan, Den. Tapi mungkin Nyonya akan marah jika mengetahuinya."

Arki terkekeh pelan, lalu membakar rokoknya dan menghisapnya pelan. Menghembuskan kepulan asap dengan santai, Arki berujar, "Bunda memang cerewet."

Pak Wayan tak berkomentar, memilih membukakan pintu mobil untuk tuannya itu. "Silahkan Den."

Arki mengangguk, melangkah masuk dan duduk dengan nyaman di bangku penumpang. "Pak, buka jendela saja ya?" pintanya yang diangguki patuh oleh Pak Wayan.

Perlahan mobil Mercedes Benz keluaran baru itu meninggalkan halaman parkir bandara.

***

Memasuki rumah dengan langkah lesu, Arki langsung disambut sang Bunda dengan pelukan hangat. Tepukan pelan dipunggungnya membuat Arki merasa tenang.

"Kamu akhirnya pulang Nak," sambut Bunda masih dengan pelukan hangatnya.

Arki mengeratkan pelukannya, membenamkan wajahnya pada perpotongan leher sang bunda sambil mengangguk pelan. "Aku kangen Bunda," jawabnya.

Nyonya Sayilendra tersenyum, membiarkan putranya itu memeluk dirinya erat untuk melepaskan rasa rindunya. "Kalau kamu sebegitu kangen sama Bunda, jangan ke Bali lagi! Tinggal di Jakarta dan urus perusahaan."

Ma FiancéeOnde histórias criam vida. Descubra agora