Sunghoon berpegangan kuat pada sang naga, sementara Sunoo berada di sampingnya. "Disana!" teriaknya, melawan angin yang menyerang wajahnya, menunjuk lapangan di belakang istana. Namun dia terus terbang tanpa mengurangi kecepatannya. "Aithusa–"
"Percaya padaku." Mereka melesat menuju tempat dimana ruang singgasana seharusnya berada. "Aku tak bisa masuk, kalian harus masuk sendiri."
Sunoo menganggukkan kepalanya. Dia dan Sunghoon turun ke cakar naga putih itu, dan sang penyihir mengulurkan tangannya, memecahkan kaca jendela. Aithusa melempar mereka berdua masuk.
Morgause menoleh, terkecoh dan sihir di tangan dan kaki Jongseong terlepas. Dia mengulurkan tangannya dan Jungwon tertarik ke arahnya, lord itu menangkapnya di pelukannya ketika dia terjatuh tak seimbang.
Heeseung membuka matanya dan menarik sihir di ikatannya dengan kuat, melepaskan Jaeyun dan Riki.
Sunghoon bangkit dan menghunuskan pedang ke arahnya. Excalibur berkilat.
Sunoo menyiapkan tangan di belakangnya. Dia menoleh keluar jendela, dimana Aithusa mengepakkan sayapnya pergi. Lalu kembali ke arah Sunghoon yang terengah, namun senjata surgawinya masih mengarah pada sang penyihir kuno.
"Excalibur," bisik Morgause, berlutut. "Yang Mulia."
Jongseong memperhatikan sang ibu, masih memeluk Jungwon, menggelengkan kepalanya. Ibunya tak mungkin–
Sunghoon mengelak ketika cakarnya hendak menyentuh lututnya, berputar untuk mundur. Pendar emas saling bertemu ketika Morgause mengulurkan tangannya, Sunoo maju di depannya.
~~~
Aithusa mengepakkan sayapnya turun, hinggap tak jauh dari Killgharar yang tengah terduduk tanpa beban. Mereka memperhatikan nyala emas dari istana, di kejauhan terlihat seperti sebuah keajaiban.
"Apakah Kim Sunoo bisa mengalahkan Morgause?"
Killgharar tertawa, geramannya dalam. "Aithusa, sayangku. Dia tidak dilahirkan sebagai penyihir terkuat dan terhebat sepanjang masa hanya untuk dikalahkan oleh penyihir gelap sepertinya."
Aithusa merentangkan lehernya, terus menatap cahaya emas. "Tapi dia tak bisa membunuhnya."
Naga tua itu menggelengkan kepalanya. "Baik Kim Sunoo ataupun Park Sunghoon tidak ditakdirkan untuk membunuhnya."
~~~
Sunoo mengerjapkan matanya, emas berpendar hitam. Morgause menyadari itu, tertawa, lalu memperkuat dorongannya. "Jadi ini penyihir terkuat sepanjang masa," ujarnya. "Kau akan mati di tanganku, Merlin."
Dia mengintip ke atas pilar, lalu mendorong tangannya ke atas.
Heeseung menarik Jaeyun dan Riki ke satu sisi, Jongseong dan Jungwon ke sisi lainnya. Tangan Sunoo terbagi dua, satu berjaga untuk melawan Morgause dan yang satu menaunginya dan Sunghoon dari pecahan pilar.
Semuanya terdiam.
Sunyi.
Hingga tangan sang penyihir muncul dari reruntuhan. Rambutnya yang pirang kotor karena debu, dan matanya berpendar dari emas ke coklat. Dia menatap tangannya. Mustahil. Tak mungkin.
Sunghoon menoleh ke arah Sunoo. "Apa yang kau lakukan padanya?"
"Aku–" dia berbisik. "Aku tak pernah melawannya. Ketika dia mendorong sihirnya padaku, aku menyerap semua energinya. Dengan kecepatan ini, dia bisa mati. Aku tak tahu kenapa aku tak bisa membunuhnya."
Sunghoon menatap Jongseong, menghela nafas. "Karena bukan kita yang harus membunuhnya." Dia berjalan ke arah sang kakak. Belati ungu yang menjadi hadiah ulang tahunnya berada di tangannya. "Hanya kau yang memiliki wewenang untuk itu."
Jongseong memperhatikan belati itu, menerimanya.
Morgause memperhatikannya sementara dia mendekat. "Jadi ini takdirku," gumamnya, matanya menunjukkan rasa sedih yang tak pernah Jongseong lihat sebelumnya. "Mati di tangan putraku sendiri."
Jongseong berlutut di depannya, menyamai tatapan matanya. "Tapi apakah Ibu pernah mencintaiku – bukan seperti pionmu, tapi benar-benar seperti putramu?"
"Tentu saja," bisik Morgause, dan Jongseong mengangkat wajahnya. Ibunya menyayanginya. Ibunya yang membiarkannya pergi ke Camelot. Ibunya– "Tapi kau harus mengerti bahwa kita tidak bisa merasakan cinta. Makhluk abadi memiliki hati yang mati."
Jongseong menggelengkan kepala, meraih ibunya dan memeluknya erat, berbisik di telinganya. "Tapi Aku menyayangi Ibu." Dia menggigit bibirnya. "Sangat. Dan rasa sayangku sungguh mirip seperti manusia."
Morgause tersentak, merasakan bilah belati memasuki perutnya. Jongseong memeluknya erat, tak melepaskannya bahkan untuk membiarkannya melihat wajahnya. Dia menahan belati agar tetap menusuknya.
Hingga akhirnya Morgause terjatuh, darah merembes.
Jungwon adalah yang pertama maju, meraih Jongseong yang terisak dan memeluknya. Lalu Sunghoon, mengelilingi mereka di dalam pelukannya. Sunoo mengelus kepala Jungwon. Jaeyun dan Riki memeluk mereka semua. Heeseung memperhatikan mereka satu persatu, sebelum tangannya merentang dan mencoba untuk memenuhi mereka semua ke dalam dekapannya.
Jangan lupa streaming semuanya :)
(ah, aku harus mengubah tag untuk chapter depan) One more chapter, let's gauurrr
Terima kasih sudah membaca :)
YOU ARE READING
The Dragon's Call • sunsun • end •
FanfictionDi tanah tua para naga, akan lahir anak manusia. Hanya sekali di masa depan, tanah Albion akan disatukan. Bagi nona di dalam danau, pedangnya akan merantau. Hembus nafasmu, hingga akhir untuk diriku. Takdir Sunoo sebagai penyihir dan takdir Sunghoon...
The Once and Future King
Start from the beginning
