The Once and Future King

Comenzar desde el principio
                                        

Ada banyak pikiran berkutat di kepalanya. Bahwa apa yang ibunya inginkan persis dengan yang akan terjadi di ramalan. Bahwa rasa takut akan kalah dengan rasa persatuan semua bangsa. Bahwa yang ibunya lakukan akan menghancurkan mereka semua. Namun Jongseong menganggukkan kepalanya.

"Lalu kenapa kau tak mendengarkan Ibu?"

~~~

Riki hendak berdiri dan beranjak ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan, namun Jungwon menahannya, berjalan terlebih dahulu dan mengintip dari jendela. Dia menyibak tirai tertutup dan berlari ke arah mereka semua.

"Kenapa ada tentara Vucuria kemari?"

~~~

Sunoo menatap Sunghoon yang dengan ragu mengulurkan tangannya ke arah pedang itu. "Tarik," perintahnya.

Namun tangan raja tersebut bergetar. "Bagaimana jika itu bukan aku?" tanyanya. "Bagaimana jika ini adalah takdir orang lain?"

"Lalu aku akan tetap melindungimu sampai akhir hayatmu, aku akan terus bersamamu sampai Camelot runtuh. Baik kau adalah anak dari ramalan itu atau bukan." Dia menggenggam tangannya. "Tarik, Sunghoon. Percaya pada dirimu sendiri."

Namun nafas Sunghoon memberat, gusar dan kebingungan.

"Aku percaya padamu." Sunghoon memperhatikan Sunoo, tangan mereka masih menggenggam. Mata penyihir itu membulat, menatap naik ke atas wajahnya. "Aku percaya padamu, jadi tarik Excalibur. Sekarang."

"Pegang tanganku," bisik Sunghoon, dan dia menganggukkan kepalanya.

Tangan sang raja sekali lagi terulur, pedang tersebut berpendar seolah memanggil pemiliknya. Sunghoon mengabaikan rasa menusuk di tangannya ketika dia menyentuh gagangnya. Nafasnya terengah. Matanya berpendar biru sementara dia menarik pedang dengan perlahan.

Bebatuan pecah, dan Excalibur keluar dari rumahnya.

Sunoo berbalik, meraih lengan Sunghoon ketika bayangan putih raksasa menyambar mereka.

~~~

Morgause membalik tubuh putranya, cakarnya menggores lehernya, meneteskan setitik demi setitik darah. Nafas Jongseong berat, dadanya naik turun. Dia memperhatikan teman-temannya yang terikat di depannya.

"Jay," panggilnya. "Aku adalah ibumu. Kau mengharapkan bahwa aku tak tahu apa yang tengah kau pikirkan?"

Dia menatap mereka satu persatu, mata mereka bergetar. Bilah bermata dua telah menyerang mereka dan Jongseong harus memasrahkan diri bahwa dia akan mati di tangan ibunya sendiri. Dia dan teman-temannya. Mereka semua.

"Kau akan hidup," dia menenangkan. "Mana mungkin Ibu membunuh anak Ibu satu-satunya." Namun Morgause meraih tangannya, mengarahkannya ke mereka satu per satu. "Bunuh mereka untukku, Jay."

Jongseong menggelengkan kepalanya.

Heeseung menundukkan kepalanya, matanya tertutup. Bibir Jaeyun bergetar karena rasa takut. Tatapan Riki kosong. Jungwon hanya diam, matanya menatapnya. Jongseong tak mengenali tatapan itu, namun dia mengerti binar campuran rasa sedih dan pasrah di matanya.

"Ah," Morgause mengarahkan tangannya ke arahnya. "Mulai dari si kecil."

Jongseong kembali menggeleng. "Dia bukan siapa-siapa! Mereka bukan siapa-siapa!"

"Benarkah?" Dia melepasnya, namun mulai berjalan ke arah Jungwon, meraih rambutnya dan mengangkatnya berdiri, menengadahkan kepalanya – kuku panjangnya menyentuh nadinya. "Kalau begitu lihat matanya ketika Ibu membunuhnya."

"Tidak–" Jongseong merasakan kaki dan tangannya membeku. "Kumohon–"

Kaca jendela meledak.

~~~

The Dragon's Call • sunsun • end •Donde viven las historias. Descúbrelo ahora