The Once and Future King

Mulai dari awal
                                        

~~~

Sunghoon dan Sunoo berjalan mengelilingi hutan, mencoba mencari dimana pedang itu berada. "Apa kau tak bisa merasakannya?"

Marquess itu menggelengkan kepalanya.

"Pasti ada sesuatu yang bisa kita gunakan untuk mencari petunjuk." Sunoo memperhatikannya, dan raja tersebut mundur. "Kenapa?"

Sebuah ide terbersit di kepalanya dan dia mengulurkan tangannya. "Genggam tanganku." Sunghoon menatapnya ragu-ragu. "Kau dengar apa yang Wonyoung katakan? Setiap anak di ramalan akan mengenali satu sama lain. Bagaimana jika itu terjadi dengan objek juga?"

"Kau menyarankan agar kita saling terhubung?" Sunoo mengangguk. Sunghoon memperhatikan tangannya lalu meraihnya. Beberapa saat kemudian, hanya ada suara kicau burung yang sesekali datang. Dia menggelengkan kepalanya. "Aku tak merasakan apapun."

Sunoo meraih wajahnya dengan tangannya yang lain, memaksanya menatap matanya. Pendar emas menyapa indra penglihatannya dan mata penyihir itu membulat ketika melihat iris Sunghoon berubah, pendar biru mengelilinginya.

~~~

Wonyoung duduk di depan pantulan air, memperhatikan Sunoo dan Sunghoon yang bertatapan di tengah hutan, tangan mereka bertautan.

Gadis itu tersenyum, mengarahkan jarinya ke arah air tersebut, matanya berpendar keperakan.

Bayangan Excalibur muncul, dan dari sudut pandang Sunoo dan Sunghoon, tak jauh dari mereka, melesat ke arah bebatuan raksasa dimana pedang itu tertancap dalam. Kilau bilahnya seolah lekang oleh waktu, bersinar di bawah sinar matahari.

~~~

Sunghoon menarik nafasnya, terkejut.

Sunoo terdiam, menatap mata tersebut yang berubah hitam. "Kau–"

"Melihatnya juga?" Marquess itu lalu menyimpulkan bahwa dia tak mengerti soal perubahan warna matanya selama sejenak, lalu menganggukkan kepala. "Tak jauh dari sini. Kita harus cepat."

Mereka mengikuti jalur, melewati sebuah sungai dan gua dimana Killgharar tengah beristirahat – memutuskan untuk tidak mengganggu naga tersebut dan melewatinya. Area bebatuan tak terlalu jauh lagi, dan mereka dengan hati-hati menapaki area keras tersebut.

Setitik pantulan cahaya matahari mengalihkan Sunoo, dan dia menyipitkan mata. "Sunghoon," panggilnya dan menunjuk sebuah batu yang menyendiri. Di atasnya, menancap, adalah sebuah pedang, bilahnya memantulkan cahaya.

~~~

Jongseong mendekati ibunya yang berdiri di samping singgasana.

"Ketika ayahmu masih hidup," mulainya. "Dia selalu rajin mengunjungiku ke Triria, sebelum menikahi permaisuri."

"Apa itu yang membuat Ibu jatuh hati padanya?"

Morgause tertawa, menggelengkan kepala. "Ibu tidak jatuh hati. Jay, sayangku, ketika kau hidup puluhan tahun, cinta akan mati di dalam hatimu. Kita bukan bangsa yang diciptakan untuk mencinta. Apa kau mengerti itu?"

Dia menundukkan wajah, mengangguk.

"Ibu menuruti semua kemauannya, membiarkannya melakukan apapun yang dia inginkan–" sang ibu mengelus wajahnya. "Untuk memilikimu. Calon raja Camelot." Mereka mendengar derap kuda dari luar, Raja Leon telah tiba. "Kau tak perlu mengkhawatirkan dia. Dia hanya pion Ibu. aku akan menjadikanmu raja, dan menyingkirkan ramalan itu."

Jongseong mendengarkannya dengan acuh.

"Kau dan Ibu. Manusia akan tunduk pada kita, dan para penyihir tak perlu merasakan rasa takut untuk menjadi diri mereka sendiri. Bukankah itu yang kau inginkan?"

The Dragon's Call • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang