Rutger tak langsung menjawab. Selama beberapa saat yang terdengar hanyalah suara roda-roda kereta yang berputar dan beradu dengan kerikil di jalan, juga suara tapak serta dengusan para kuda.

"Kejadiannya sudah lama, ketika aku masih bekerja di galangan kapal. Gaji yang menjanjikan dan kehidupan berkecukupan." Rutger akhirnya bercerita, "Aku dan Lijsbet bertemu sebagai sesama pekerja kapal, dan kami menikah beberapa tahun setelah saling kenal. Kami memutuskan untuk menabung dan membeli rumah yang lebih besar di Buttervia, karena itu pada bulan-bulan itu kami mengambil pekerjaan ekstra. Aku bekerja lembur di pabrik sementara dia mengambil pekerjaan di bawah beberapa pemilik kapal. Lijsbet pintar, berpengetahuan luas, dan cekatan, karena itu dia menjadi pekerja yang lumayan diandalkan dan sering direkrut.

"Suatu hari, Lijsbet mengatakan padaku bahwa ada seorang pemilik kapal yang menemuinya dan ingin mempekerjakannya untuk membantunya mencari sebuah batu. 'Batu merah yang memiliki nadi', katanya. Pencarian itu harus dilakukan diam-diam dan tanpa ketahuan siapapun. Dan imbalannya sangat mencengangkan. Kami begitu tergiur. Andai saja saat itu aku tahu batu macam apa yang hendak diselidikinya, aku akan membawa Lijsbet keluar dari kota ini secepat yang kubisa.

"Penyelidikan Lijsbet dan si pemilik kapal berlangsung cukup lama, namun tak kunjung membuahkan hasil. Saat itu akupun mencoba membantunya mencari tahu soal batu itu, namun sulit sekali mendapatkan informasi. Hingga suatu hari Lijsbet pulang dan memberitahuku bahwa mereka menemukan petunjuk.

"Lijsbet dan si pemilik kapal berangkat ke suatu tempat dengan kereta kuda, dia tidak diperbolehkan memberitahukan lokasinya kepadaku karena terikat kontrak. Namun lewat beberapa hari dari waktu yang dijanjikan Lijsbet, mereka tak kunjung pulang. Aku tidak mampu lagi membendung kekhawatiran, setiap hari aku selalu mengunjungi rumah si pemilik kapal, bahkan kapal miliknya, namun rumah maupun kapalnya selalu kosong. Tapi suatu malam, akhirnya aku menemukan kereta kuda si pemilik kapal sudah terparkir di depan rumahnya.

"Ketika itu aku menyerbu rumahnya lebih dulu, mengira keduanya sudah masuk ke dalam. Namun lampunya gelap dan pintunya terkunci. Aku menghampiri kereta kuda dan membukanya, menemukan..."

Rutger mengatupkan rahangnya.

"Lijsbet dan si pemilik kapal telah tewas... tubuh mereka sepucat kapur, tergolek di dalam kereta seperti boneka kayu yang sendi-sendinya patah, d-dengan kulit keriput dan menempel ke tulang-tulangnya... seolah... seolah seluruh darah mereka habis disedot sesuatu."

Rutger pastilah menarik tali kekang para kuda terlalu kencang, menyebabkan mereka berderap agak terlalu cepat dari seharusnya. Namun Wulfer tak kuasa memprotes.

"Aku membongkar rumah si pemilik kapal seperti orang gila, dan berhasil menemukan surat perintah resmi dari Raja untuk pencarian batu itu, batu yang mereka sebut sebagai Bloedsteen, juga ciri-cirinya, dan mengetahui bahwa rupanya si pemilik kapal adalah letnan pasukan militer kerajaan yang tengah menyamar demi pencarian itu."

Rutger menarik tali kekang hingga kuda-kuda itu berhenti. Wulfer hanya dapat melihat siluet punggung pria itu dari balik kain penutup gerobak kereta. Di tengah keadaan yang mendadak sunyi tanpa bunyi-bunyian kereta yang melaju, dengan tubuh tetap menghadap ke depan, pria itu berkata kepada Wulfer dengan suara yang gemetar, namun penuh tekad.

"Dengar, aku menghabiskan bertahun-tahun berkubang dalam kesedihanku akan kehilangan Lijsbet, ketakutan akan pihak kerajaan yang mengancamku untuk tutup mulut akan insiden dan keberadaan batu itu... dan sekarang takdir mempertemukanku denganmu. Kau... kau kuat. Aku tidak peduli dengan tujuanmu, benda macam apa sebenarnya batu terkutuk itu... yang jelas bila kau bisa membantuku menemukan pembunuh Lijsbet, aku akan melakukan apapun yang kauinginkan."

Wulfer menggenggam jam sakunya.

"Kita akan keluar dari sana hidup-hidup." Wulfer berkata, untuk pertama kalinya merasa yakin dan percaya diri atas keputusannya malam ini, "Dan aku akan menepati janjiku."

Wulfer : The Black Snout [Leanders Series]Where stories live. Discover now