"Apa nggak bisa kerja di Indonesia saja?" tanya Endang seakan tidak mengizinkan Prada kerja ke Singapura.

"Tekad Prada sudah bulat, Ma," ucap Prada.

"Kalau memang itu keputusan kamu, Papa nggak akan melarang," timpal Aji.

Endang menatap Aji dengan tatapan keberatan. "Pa."

"Nggak apa-apa, Prada juga sudah besar. Jadi biarkan dia mengejar apa yang dia mau. Kita sebagai orang tua hanya bisa memberikan dukungan," ujar Aji menenangkan Endang yang masih tampak ragu.

Ketika mereka tengah berbincang-bincang, tidak lama kemudian Nada tiba di rumah.

"Papa kok udah pulang?" tanya Nada heran saat melihat Aji sudah berada di rumah.

"Iya, Papa sengaja ikut makan siang di rumah," jawab Aji.

"Kamu pergi sama siapa?" tanyanya.

"Sama kak Rico," jawab Nada sembari berjalan menuju meja makan.

"Terus sekarang orangnya mana?"

"Udah pergi," sahut Nada.

"Kenapa nggak disuruh masuk?" tanya Endang.

"Udah Nada tawarin, tapi katanya dia nggak bisa karena harus buru-buru balik lagi ke kantor," ungkapnya sembari duduk di salah satu kursi.

"Lain kali kamu kalau mau minta tolong ke Rico lihat kondisinya dulu. Kalau dia lagi kerja, mending jangan ganggu. Takutnya nanti malah ngerepotin," ujar Endang memberitahu.

"Enggak kok, Ma. Kak Rico katanya malah senang kalau aku minta bantuan dia," ucap Nada.

"Dia kan pasti nggak enak juga mau nolak, makanya dia bilang begitu," ucap Endang.

"Ya gimana? Nada nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi," pungkas Nada.

"Kamu kan bisa pergi naik taksi, atau enggak grab," kata Endang.

"Sudah, nggak perlu dibahas. Rico-nya saja juga nggak keberatan dimintai bantuan," timpal Aji.

"Kamu sudah makan?" tanyanya kepada Nada.

"Sudah, Pa. Tadi sekalian makan siang sama kak Rico di luar," jawab Nada.

Aji mengangguk.

"Oh iya, Pa. Kalau misalnya aku ikut kontes model di Malaysia gimana?" tanya Nada.

"Kenapa harus jauh-jauh ke Malaysia?" tukas Aji.

"Cuma mau coba-coba aja," ungkap Nada.

"Nggak usah, kamu jalanin dulu saja yang di sini. Lagipula, kamu juga masih baru terjun di bidang itu. Dan lagi, Papa nggak tenang biarin kamu pergi jauh," pungkas Aji lugas.

Prada tersenyum sinis. "Oh gitu, jadi aku boleh pergi jauh, tapi Nada nggak boleh?"

"Maksud Papa-"

"Kalau Papa ingin aku pergi, bilang aja, Pa. Nggak perlu pura-pura mendukung keinginan aku," desis Prada sarkas dan berlalu pergi meninggalkan meja makan.

"Prada! Dengarkan dulu, Papa belum selesai bicara." Aji berniat menjelaskan, namun Prada terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Selesai makan siang, Aji datang ke kamar Prada sebelum kembali ke kantor.

Dia mengetuk kamar Prada dan menunggu Prada membukakan pintu untuknya.

"Bisa bicara sebentar? Papa mau menjelaskan masalah yang tadi," ujar Aji saat Prada membuka pintu.

Prada menatap Aji intens.

"Nggak sekarang, Pa. Aku sibuk." Prada berniat menutup pintu kamarnya, namun Aji segera menahan pintu dengan tangan.

"Tujuh menit, hanya tujuh menit saja," ucap Aji.

Prada terdiam sejenak sebelum akhirnya membiarkan Aji masuk. Mereka berdua kemudian duduk di tepi tempat tidur.

"Papa sadar kalau ucapan Papa bisa bikin kamu salah paham. Karena itu, Papa harus meluruskan." Aji mulai membuka suara.

"Mungkin menurut kamu, Papa hanya mengkhawatirkan Nada. Papa nggak akan mengelak, karena Papa sendiri juga tau kalau Papa lebih overprotektif dengan Nada dibandingkan kamu."

"Tapi kamu harus tau alasan kenapa Papa bersikap seperti itu," imbuhnya.

Prada tidak memberikan balasan apa pun.

"Sejak kamu kecil, Papa sudah bisa melihat kalau kamu lebih dewasa dibandingkan Nada. Dan kamu juga anaknya mandiri, berbeda dengan Nada. Itu kenapa Papa lebih tenang biarin kamu pergi ke luar negeri, karena Papa percaya kamu bisa menjaga diri kamu dengan baik. Makanya Papa nggak melarang, karena Papa nggak mau menghambat impian kamu," jelas Aji.

"Tapi kalau Nada, dia masih bergantung dengan Papa dan mama. Dan dia anaknya juga polos, jadi Papa takut dia nggak bisa menjaga diri. Makanya Papa melarang dia pergi jauh dari jangkauan Papa," sambungnya.

"Jadi Papa harap, kamu mau mengerti dan nggak lagi berasumsi yang macam-macam. Karena jujur, posisi Papa dan mama juga sulit," ujar Aji.

Prada mengepalkan tangan erat dengan hati yang bergemuruh dan perasaan yang bercampur aduk. "Kalian tuh egois! Kalian cuma mau dimengerti, tapi nggak pernah mau mengerti. Selalu aja aku yang dituntut untuk harus memahami keadaan kalian. Sedangkan kalian sendiri nggak pernah mau mencoba mengerti aku. Padahal aku anak kalian juga, kan? Tapi kenapa aku diperlakukan seperti ini?!" pekik Prada begitu emosional.

TBC.

Hujan Terakhir ✓ Kde žijí příběhy. Začni objevovat