Bagian 38: Plot twist

Comenzar desde el principio
                                        

"CEPAT BERIKAN!" Sentak nya.

Lagi-lagi Elang menggeleng dan memeluk erat berkas yang ia pegang, dia tidak akan membuat keluarganya hancur jika menyerahkan berkas yang ternyata adalah bukti kejahatan Adit.

Adit merupakan anak angkat papah Elang, dia berambisi untuk memiliki seluruh harta kekayaan Giotama. Namun, rencana hancur karena Elang bergerak cepat mencari bukti kerakusan Adit.

Elang menggeleng, keadaannya sangat lemah setelah beberapa kali terkena pukulan.

Dia kini terkapar tak berdaya, bahkan pria itu menginjak kepalanya dalam keadaan matanya mengarah pada pintu lemari.

Kedua putra kembarnya menyaksikan dirinya di siksa, tetapi hanya senyum dan gelengan yang ia perlihatkan agar sang anak tak keluar dari ruang persembunyiannya.

Hingga, pria itu mengarahkan pistolnya ke arah Elang. Betapa histerisnya Awan dan juga langit melihat sang ayah yang di tembak brutal di depan matanya.

Bibir Awan sudah berdarah, ingin sekali dia berteriak. Namun, dia sangat khawatir dengan keberadaan mereka yang akan di ketahui nantinya.

Orang-orang itu pergi, Awan segera keluar bersamaan dengan langit. Mereka mendekati jenazah Elang, ayahnya kini sudah tak bernyawa.

"Ayah hiks ... Ayah bangun hiks ... Ayah!" Isak Langit dan Awan.

Awan menatap ke arah pintu, dia segera menarik langit untuk keluar. Saat mereka keluar, orang-orang itu menyadari kehadiran mereka.

Awan dan langit langsung berlari turun, mereka berlari sejauh mungkin hingga sampai di depan gerbang.

Lima orang mengejar mereka, sedangkan yang lainnya menunggu di dalam untuk mencari apa yang mereka cari.

Awan dan Langit terus berlari hingga salah satu dari orang yang mereka melepaskan tembakan.

Dan tembakan itu, mengarah pada Langit.

"Sakit hiks ... Sakit ...,"

Awan berusaha membuat adiknya bangun, tetapi dirinya tak kuat. Bahkan orang-orang itu semakin dekat.

"Lari Awan! Lari! Panggil bantuan!" Seru Langit.

"Enggak, Awan gak mau tinggalin langit,"

"LARI!" Seru Langit kembali.

Dengan berat hati, Awan berlari menjauhi mereka. Dia bersembunyi dan melihat adiknya yang di bawa oleh orang-orang itu.

Flashback Off.

Angga termenung di balkon kamarnya, dirinya kembali mengingat kejadian pahit itu. Dimana sang ayah mati di depan matanya dan Langit sang adik yang di bawa oleh para pria itu.

"Langit ... Awan kangen. Apa kau selamat? Maafkan Awan karena meninggalkanmu." Sesal Angga.

Menjadi antagonis bukan kemauan Angga, dia hanya membalas apa yang terjadi dalam hidupnya. Namun, dengan cara yang salah.

"Awan,"

Angga tersentak kaget, dia menatap sosok wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda. Dia pun tersenyum menyambutnya.

"Bunda,"

Wanita itu adalah Linda, dia melangkah mendekati putranya dan mengusap bahu lebar putranya.

"Urusan kamu sudah selesai? Keluarga itu sudah hancur?" Tanya Linda.

Angga mengusap tangan sang bunda yang berada di bahunya, dia tersenyum dan mengangguk.

"Sudah, aku sudah membuat putrinya menderita. Keluarga itu menderita bun, aku tak membunuhnya. Aku hanya membuatnya tertekan seperti apa yang aku rasakan dulu," ujar Angga.

"Dia tak bersalah, kenapa harus putrinya?" Tanya Linda.

"Aku juga tak bersalah, kenapa harus aku yang mengalaminya?" Tanya balik Angga dengan sendu.

Linda memeluk putranya, setelah kejadian itu dia berusaha membuat putranya menghilangkan trauma.

Namun, sampai saat ini dia belum mengetahui keberadaan putra lainnya.

Kreett!!

"Bunda, Cantika mau ke rumah sakit yah. Tadi sudah izin dengan papah kok,"

Linda melepas pelukannya pada Angga, dia menata lembut putri sambungnya itu.

Setelah tragedi itu, Linda menikah kembali dengan seorang duda yang memiliki seorang putri.

Cantika dan Angga, adalah saudara tiri. Angga menyayangi adiknya itu walau bukan kandung, mereka sudah bersama sedari kecil.

"Mau jenguk Theo lo?" Tanya Angga.

"Iya, kenapa? Gak suka!" Ketus Cantika.

Angga hanya bisa menggelengkan kepalanya, bagaimana jika Cantika tahu jika sebenarnya Theo sudah memiliki istri dan anak.

"Sebaiknya lo jangan banyak berharap sebelum sakit dek," ujar Angga.

"Ih! Nyebelin lo!"

Linda hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kedua anaknya.

***

"JANGAN!"

Victor yang akan terlelap tidur pun terkejut, dia melihat ke arah Theo yang ternyata sudah tersadar.

"Udah sadar?" Seru Victor sambil mendekati brankar Theo.

Theo memegang kepalanya, sekelebat ingatan memenuhi kepalanya. Semakin dirinya memaksa untuk mengingat, semakin sakit kepalanya.

"Jangan di paksa," ujar Victor.

Theo menjauhkan tangannya, dia menatap Victor yang tengah memerhatikan botol infusnya.

"Victor, lo tahu siapa Awan?"

"Ya tahu lah, tuh awan!" Tunjuk Victor pada jendela.

Theo memejamkan matanya, jika doa tak sakit sudah dirinya marahi Victor.

"Gue mimpi, ada anak kecil dan gue manggil dia Awan. Apa ada keluarga kita yang bernama Awan?" Tanya Theo sambil kembali membuka matanya.

Victor tampak mengingat kembali, dirinya merupakan keponakan dati Kinara dan tak ada yang bernama Awan di keluarga mereka.

"Ya kalau keluarga gue sih gak ada yah, gak tahu kalau keluarga bokap lo. Sepupu gue juga cuman Samuel aja," ujar Victor.

"Tapi gue kayak gak asing yah sama tuh nama." Gumam Victor dan di hadiahi oleh tatapan penasaran Theo.

Lama Victor berpikir, dia pun kembali membuka suara.

"Pantes aja gak asing, setiap hari kan kita lihat awan," ujar Victor.

Theo mendatarkan wajahnya, ingin dia melempar Victor saat ini juga.

"Eh, lo disini. Alana balik ke rumah Bara ama putra kalian, terus Revan ... Dimana?"


Plot Twist TransmigrationDonde viven las historias. Descúbrelo ahora