Hari-Hari Pertama

8 0 0
                                    

"Selamat pagi, Ibu Andity..." Seorang dokter perempuan menyapa serta merta membangunkan Andity dari tidurnya. Ia adalah dokter Intan, dokter kandungan Andity yang melakukan kunjungan dan pemeriksaan pagi bersama beberapa orang suster.

"Oooh iya... Pagi, Dok." Andity balas manyapa dengan senyum yang agak dipaksakan. Kantuknya masih terasa berat.

"Gimana semalam, bisa tidur?" Tanya Dokter Intan sembari melakukan pemeriksaan.

"Bisa, Dok." Sahut Andity singkat.

"Syukurlah... Ini hasil pemeriksaanya bagus semua ya, Bu. Nanti kalau ada keluhan bisa langsung bilang ke suster ya. Biar nanti bisa langsung saya tangani."

"Baik, Dok. Terima kasih."

"Sama-sama, Ibu. Saya permisi ya," Ucap sang dokter seraya berjalan meninggalkan ruangan diikuti oleh para suster.

Setelah rombongan Dokter Intan keluar, Andity melihat ke sekeliling ruang rawatnya. Ia menacari suaminya di sofabed namun tidak ada. Diatas sofa hanya ada selimut yang sudah terlipat dan barang-barang Galih lainnya.

"Pasti lagi cari makan nih, secara dia tahu banget croissant sama coffee latte dikantin bawah enak. Awas aja kalau ga beliin!" Bathin Andity.

Andity meraih ponsel yang ia letakkan di laci nakas samping tempat tidurnya. Betapa kagetnya ia melihat banyak sekali notifikasi yang masuk. Ia membuka sekilas aplikasi whatsApp tanpa bermaksud membalas terlebih dahulu pesan yang masuk karena masih merasakan lemas pasca bersalin. Kemudian Andity membuka Instagram miliknya, hal yang sama pun terjadi. Dirrect message-nya dibanjiri oleh chat berisi ucapan selamat dari teman-teman dan kerabatnya. Rupanya Galih sudah meng-upload foto pertama Gwen, tidak lupa men-tagging dirinya.

"Morning, Babe...." Tiba-tiba Galih mucul dari arah pintu membawa sebuah paperbag besar bertuliskan logo kantin rumah sakit.

"Tuhkan bener!!" Seru Andity sambil memicingkan mata menatap Galih.

"Apa??" Sang suami tampak bingung.

"Tadi pas bangun aku cari kamu tapi ga ada. Aku yakin banget kamu ke kantin bawah beli croissant sama coffee latte."

"Hahahaaa... You know me so well, Sayang... Nih aku beliin buat kamu juga. Tapi sorry ya, aku ga beliin kopi dulu kali ini karena kamu kan mesti breastfeeding Gwen. Jadi aku beliin susu coklat aja. Ga kalah enak, kok." Galih membuka paperbag yang ia bawa kemudian memberika satu buah croissant dan susu coklat hangat.

"Hmmm... Thank you, Papa Gwen..." Ucap Andity sambil memberikan senyum manis nan tulus kepada sang suami.

"Ihhh.. Terharu aku dipanggil begitu... Love you, Mama Gwen."

"Love you more...."
Kemudian mereka berpelukan hangat. Saling membagi kebahagiaan.

******

Ditengah makan siangnya, untuk yang kedua kali Andity harus menggendong Gwen yang kembali menangis. Dengan amat perlahan ia mengangkat sang putri dari kasur bayi sesuai dengan cara yang diajarkan oleh bidan rumah sakit. Andity tersenyum manis menatap Gwen, berusaha menenangkan bayi cantik tersebut. Namun tangisan Gwen tak kunjung reda.

"Gwen masih haus ya, Nak? Mau mimi lagi?" Lembut Andity berkata kepada Gwen. Kemudian ia duduk di sofa untum menyusui.

"Sambil aku suapin, ya?" Galih menawarkan bantuan kepada sang istri yang belum selesai makan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 24, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Problematika Mamah MudaWhere stories live. Discover now