12 - Thank You

300 33 0
                                    

Sejak kejadian di hari ulang tahun Lyn, rasa kecewa tidak bisa hilang dari hatiku. Aku kembali teringat kepada Fiony. Fiony pasti tidak akan melakukan hal yang membuatku kecewa seperti itu. Aku yakin sekali.

"Haaahhh..."

Aku membuang napasku panjang.

Fiony, aku kangen.

"Dor!"

Dey datang berusaha mengagetkanku. Tapi sayangnya aku tidak kaget.

"Kenapa lu?"

"Biasa lah..."

"Bu Lyn?"

"Bukan..."

"Kangen Fiony ye?"

Aku mengangguk.

"Kok bisa? Kenapa?"

"Gak tau, kangen aja... Kalo Fiony masih ada, gak mungkin ada kejadian itu."

"Kejadian itu mungkin gak ada. Tapi kejadian yang serupa?"

Aku terdiam. Kata-kata Dey terdengar masuk akal.

"Udah jatuh cinta sama Bu Lyn nih?"

Aku menggeleng.

"Gimana mau jatuh cinta? Udah kecewa berat."

"Utututu kacian adek aku..."

"Kita cuma beda 6 bulan aja sok-sokan manggil adek."

"Tetep aja beda tahun. Wekkk!"

"Dey, lu gak bosen jomblo?"

"Kenapa lu tanya gitu tiba-tiba? Gue gak mau jadi simpenan lu ah."

"Ngomong sembarangan. Gue cuma penasaran aja, lu gak ada suka sama orang gitu?"

"Dulu sih ada... Tapi abis itu gak lagi."

"Kenapa?"

"Lebih asik jadi temen hehehe."

"Jadi penasaran..."

"Gak usah kepo. Udah lewat juga. Dah ah, gue mau kerja lagi. Pamit dulu ye pak bos."

"Iya, sana kerja yang rajin."

Dey meninggalkanku di kantin kantor sendirian. Pikiranku terombang-ambing di tengah lautan masa lalu. Aku tidak pernah merasa sekecewa ini.

Tiba-tiba ponselku bergetar.

"Halo?"

"Halo, apa ini benar dengan Vano Ezra?"

"Iya benar. Kenapa ya mbak?"

"Ini pihak dari rumah sakit ****, bisa kesini segera?"

"Ada apa ya mbak?"

"Bapak Rudi Ezra dalam kondisi kritis."

Suara geledek seolah terdengar begitu keras. Aku merasakan ada sambaran listrik berkekuatan tinggi menerjang tubuhku. Lututku lemas. Aku menutup telepon itu. Aku sangat berharap itu hanyalah telepon iseng. Aku mencoba menelepon nomor ayahku. Tidak ada jawaban. Aku semakin khawatir. Sesegera mungkin aku pergi ke rumah sakit itu. Setidaknya telepon tadi hanya ulah orang iseng.

"Mbak, ada pasien atas nama Rudi Ezra?"

"Ada mas. Di kamar 182."

Aku berlari ke kamar yang dituju. Aku takut, satu lagi orang yang aku cintai harus pergi.

"Ayah!"

"Ssst!"

Aku melihat ada satu perempuan berparas cantik yang berdiri di dalam kamar itu. Apa aku salah kamar? Aku keluar dan melihat nomornya. Tidak salah lagi, ini kamar ayahku.

Fall In Love AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang