ENDING

180 15 9
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaa

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Salah, batinku meracau. Mestinya aku tidak menikah dengan lelaki berwajah imut ini. Pasti banyak yang bersedia dijadikan istri ke sekian olehnya.

Hatiku berdetak. Ke sekian? Bukankah wanita itu yang seharusnya marah. Karena suamainya menikah lagi denganku padahal baru seminggu pernikahan mereka berselang? Rasanya aku ingin menggebrak meja.

Braakk..

"Sica, kamu gak papa?

"Kesandung meja. Aku mau masuk."

Taeyeon menyentuh dua bahuku. Matanya yang teduh menatap tak mengerti.

"Kenapa menangis? Kupikir kamu akan senang mengetahui rahasia itu?" lelaki itu memberi penekanan pada kata rahasia. Pandangannya jenaka. Aku rasanya ingin minta cerai. Cukup dia punya istri lain, kenapa harus memaksaku menikmati kejadian itu juga?

"Atau... ini yang disebut tangis bahagia?" kerlingnya menggoda. Beberapa orang melintasi jalan depan rumah. Aku urungkan untuk berteriak. Jessica, sabar..sabar... Dalam hatiku.

"Kenapa harus menangis bahagi?"

"Loh kamu tidak bahagia?"

"Tidak!" jawabku setengah berteriak.

"Tuh kan. Aku udah tahu. Sebaiknya kamu tidak usah tahu saja. Ini salah Sooyoung! Katanya aku harus menyampaikannya padamu. Dan nyaris setahun menyimpannya cuma dihati adalah keterlaluan!"

Taeyeon lemas. Sebaliknya aku yang mendidih. Jadi, Sooyoung suamainya Sunny itu tahu soal ini? Biar besok kulabrak sekalian!

"Aku mau pulang ke rumah appa. Titik," ujarku emosi. Kuhentak-kan langkah ke kamar. Air mata yang tadi cuma mengambang kini mengguyur wajahku dengan derasnya. Aku marah, sedih, kecewa, merasa dikhianati.

"Dan hal itu masih berlangsung sampai saat ini?"

Taeyeon yang kini nampak terpukul dengan kesedihanku menunduk.

"Iya. Kenapa kamu marah?"

Aku berkacak pinggang.

"Oh... Aku enggak marah, siapa yang marah?"

"Tidak?" tanyanya tak percaya.

Aku menggeleng mantap, "Tidak! Seperti yang kamu bilang ini..." aku menunjuk mukaku yang pasti tidak karuan. Tiba-tiba aku ingin menangis lebih keras. Susah payah kulanjutkan kalimat ku tadi,
"seperti katamu.. Ini tangis bahagia!"

"Ya, enggak papa kalau nangis bahagia. Tapi kenapa harus ke rumah appa?"

Koper di atas lemari sudah kuturunkan, dan kini beberapa baju kulemparkan kedalamnya.

"Ya, saking bahagianya, aku merasa ingin pulang kerumah appa, dan berhenti jadi istri mu!"

"Brakk!" kututup koper secara kasar. Gamang kotak segi empat itu mematung di lantai dingin.

Taeyeon terperangah. Wajahnya memerah, dan pandangannya tiba-tiba bermanik-manik. Dia duduk. Berkali-kali mengatur nafasnya perlahan.

"Tapi kenapa, sica-yah?

"Jessica."

"Kenapa, jess? Duduklah dulu, tidakkah kamu pikir tindakanmu berlebihan?"

Kemarahanku tersulut lagi. Berlebihan katanya? Dia yang menikah dengan orang lain seminggu sebelum pernikahan kami?

"Sica...," tangannya menyentuh daguku. Aku berpaling. Kata adikku, aku kelihatan angker kalau lagi marah, tapi... Siapa yang peduli sekarang?

"Dengar. Berapa banyak istri yang marah saat suaminya mengatakan bahwa dia jatuh cinta pada istrinya, hmm...?"

"Tidak ada. Dan berapa banyak orang yang tidak marah saat suaminya mengatakan bahwa dia sudah menikah dengan perempuan lain, seminggu sebelum pernikahan... Mereka?" kata-kataku bergetar.

Taeyeon menatap bingaung, "Maksudmu?" siapa yang bilang aku menikah seminggu sebelum pernikahan?"

"Aku tercenung, mendadak dihinggapi kesadaran. Oh tuhan, itukah yang ingin disampaikan Taeyeon? Bahwa meskipun dia tidak pernah mengatakan sebelumnya ia telah...

"Oppa mencintai ku? Sejak kapan?"

Matanya menatapku, hangat.

"Sejak seminggu sebelum pernikahan kita."

"Jadi... Bukan.. Bukan..."

Tawanya meledak. Aku menghenyakkan tubuhku di atas kasur. Taeyeon masih terpingkal-pingkal. Kututup wajah dengan bantal. Malu. Tapi aku juga ikut tertawa.

"Aku Cuma ingin Sekali bisa mengatakannya padamu. Seperti "aku mencintaimu sica" berkali-kali dalam sehari. Dan berpikir, Kenapa aku tidak bisa mengatakannya padamu? Karena... Aku malu. Keluarga kami tertutup untuk masalah seperti itu. Eomma meladeni Appa dengan tulus namun kelihatannya hanya sebagai bakti. Appa menafkahi eomma, entah-lah... Mungkin mereka saling mencintai tapi tidak terbiasa mengungkapkannya.
Dan proses menikah kita yang lewat perjodohan dan tidak biasa...."

Bibirku melengkung tersenyum. Tercekat haru.

"Saat eomma meninggal dua tahun, baru appa bercerita padaku. Penyesalan yang ditanggungnya seumur hidup." Taeyeon berhenti sejenak mencari mataku. "Appa tidak pernah mengatakan perasaannya pada eomma. Padahal beliau sangat mencintainya. Aku tidak ingin menyesal seperti appa. Makanya sejak berbulan-bulan oppa berlatih agar bisa menyampaikan itu padamu."

"Oh.."

Kupeluk suamiku erat. Kuraih tangannya dan kucium penuh perasaan.

"Oppa, mianhee..?"

Taeyeon mengangguk. Dilabuhkannya kepalaku ke dadanya. Lalu sebuah kecupan mendarat di bibirku.

"Tak apa. Kamu belum pernah marah sebelumnya. Pelajaran juga buatku."

"Masa?"

"Iya... Jangan sampai ketahuan kalau menikah lagi. Hehe....."

Kusikut perutnya. Dia mengaduh, pura-pura kesakitan. Senyum kami bertemu. Bergandengan kami melangkah ke balkon lagi, dan duduk bersisian. Angin terasa lebih semilir, dan kerlip bintang di langit mendadak jauh lebih indah.

Karena cintakah?

"Oppa..."

"Hmm...?"

"Tapi tadi pas pulang, kok mukanya keruh?"

"Oh, ada pengurangan pegawai dikantor. Dan Sooyoung kena."

"Astagaaa. Tadinya kukira oppa bener punya...."

"Sssh.. Coba liat oppa!" aku melihatnya lekat, dia mengecup bibirku lembut dan perlahan menjadi lumatan yang tidak terlalu bernafsu tapi aku benar-benar merasakan cintanya tertuang dalam ciuman kami.

"Aku mencintai mu, sica-yah."

"Aku juga mencintaimu, oppa."

Dia mengusap bibirku dan tersenyum, lalu menarikku dalam pelukannya. Bahkan pelukannya lebih hangat dari biasanya.

Karena cintakah?




.END.

Terima kasih buat yang udah baca cerita gajeku ini😁🤭
Ku usahakan buat sering-sering up cerita tentang taengsic.

Seeyou again yeorobuun..😍😍🥰

Kim Taeyeon's secret [ ✓ ]Where stories live. Discover now