"Aku ingin bertemu dengannya." adalah Aundy yang dimaksud oleh Ria.

"Apa yang ingin kamu pastikan?" tanya Wira dengan tatapan kosong. "Aku sudah kalah."

Ria tidak meminta Wira mengantarkannya ke tempat wanita itu, ia bisa datang sendiri sekalipun suaminya tidak memberitahu alamat.

"Dia cacat, dia sakit."

Ria mengambil tas.

"Dia sudah sangat terluka."

Ria membuka pintu dan pergi dari hadapan suaminya.

Oleh orang kepercayaan ibu mertua Ria di antar ke sebuah rumah di mana selingkuhan suaminya tinggal.

Saat pintu terbuka Ria menyaksikan wajah polos yang selama ini mendampingi Wira, menatap bingung padanya juga dua orang pria di belakang Ria.

"Siapa ya?" dengan nada rendah wanita itu bertanya.

Ria menyerahkan kartu namanya, selang dua detik ia menyaksikan wajah pucat pasi gundik suaminya.

"Boleh aku masuk?"

Lebih tinggi darinya dengan postur tubuh teramat bagus ditambah wajah cantik bak ratu Cleopatra, saat tubuh itu melewatinya Aundy merasa dirinya bukan siapa-siapa.

Bisakah wanita seperti ini disebut penyihir? Ia juga menganggap Ria wanita tua yang tidak bisa melayani Wira.

Energinya kuat begitu yang dilihat Aundy, dia bukan lawannya.

Karena sudah memperkenalkannya diri lewat kartu nama, Ria langsung pada intinya. "Aku seorang pengacara, kamu tidak awam dengan jabatanku kan?"

Kemudian Ria melanjutkan. "Memasukkanmu ke penjara tidak sulit tapi ada nama baik yang harus kujaga."

Aundy takut membalas tatapan tenang Ria.

"Hampir tujuh tahun, bisa kau kemukakan alasanmu bertahan dengan laki-laki yang telah memiliki keluarga?"

Ludah yang ditelan terasa sakit, wanita itu bukan saingannya. Seketika bayangan kemesraannya dengan Wira tampak mengerikan. Dia telah menghabiskan banyak waktu dengan suami Ria, pantas ibu Wira begitu murka padanya.

"Anak-anaknya sudah besar, apa yang membuatmu tertarik pada suamiku?"

"M-ma-maafkan akun."

"Santai saja, bicaralah, katakan ." Ria menyuruh wanita itu bicara, dia akan mendengar tanpa menyela.

Sedang Aundy gugup sumpah ia sangat ketakutan bagiamana bisa cara bicara di depan istri sah kekasihnya.

Ini di luar dugaan, tak sekalipun melintas di benaknya seperti ini sosok istri Wira.

"Awali saja pertemuanmu dengan suamiku," titah Ria tanpa melepaskan tatapan dari wanita yang telah merenggut logika suaminya.

"Awalnya aku tidak tahu." terpaksa Aundy mulai bicara. "Bahwa dia seorang pria beristri."

Ria mendengar.

"Dia selalu datang, bertanya keadaan sampai membiayai pendidikanku." Aundy tidak tahu apakah dia harus mengatakan di mana mereka bertemu? "Dia orang baik setelah ayah, aku mulai suka sejak saat itu."

Kemudian Aundy diam, ia perlu berpikir sebelum bicara sedikit saja salah mungkin akan kehilangan atau bisa jadi kepalanya. Lidahnya tercekat, apakah cukup sampai di sini saja?

"Lantas kamu tahu dia seorang pria beristri, kenapa masih bertahan?"

Aku mencintainya, jika jawaban itu yang diberikan apakah Ria akan memotong lidahnya?

"Maaf."

"Hampir tujuh tahun, sudah menganggapnya sebagai suami?" desah dalam mimpi Wira sering didengar Ria.

"Aku tidak tahu apa yang telah kamu korbankan untuk suamiku, hanya saja perlu kamu tahu semua yang telah kamu lakukan sia-sia."

Oke, Ria akan menjelaskan dengan detail. "Entah kapan dia akan menemuimu untuk terakhir kali sebelum pergi selamanya."

Aundy tertegun, Wira akan pergi?

"Atas kesalahannya mungkin dia akan pergi, bukan satu atau sepuluh tahun kalau dia tidak bertahan tidak ada yang bisa melihatnya lagi."

Aundy ingat wajah pucat kekasihnya.

"Jika dia selamat silahkan jemput, kalian pantas bersama karena sama-sama sampah."

Wira yang sudah tiba di sana beberapa saat lalu terkejut mendengar kalimat Ria.

Pantaskah orang yang saling mencintai dianggap menjijikkan?

Kelanjutan bisa baca di Karyakarsa sayang, masuk bab 37

Kelanjutan bisa baca di Karyakarsa sayang, masuk bab 37

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
Diamku Di Atas DustamuHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin