16. topeng tebal

19 8 0
                                    

Aku turun dari mobil Hoseok sambil menahan tangisanku, lalu berlari menjauh.

Namun mobil Hoseok tidak kunjung pergi, aku menguatkan niatku dengan terus berlari menjauh.

Setelah cukup jauh, aku berhenti dan berjongkok, menyembunyikan wajahku dan menangis sejadi-jadinya.

Saat jam kerja seperti ini jalanan menjadi sepi, jadi aku tidak khawatir untuk menangis keras di sini.

Setelah puas, aku baru sadar kalau aku,, tersesat.

Aku tidak mengenal jalan ini, ponselku ada di rumah, dan aku tidak punya uang sepeser pun.

Aku mencoba untuk tidak panik, lalu terus berjalan berharap ada taksi yang lewat, setelah lelah berjam-jam berjalan tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan ku.

Seseorang keluar dengan tergesa-gesa dan berlari menghampiriku.

Orang itu adalah Woojin.

"Kau tidak apa-apa? Aku mencarimu kemana-mana" ia terlihat sangat khawatir, dasi dan kemejanya berantakan, aku tau Woojin adalah orang yang sangat sibuk, dan aku membuatnya berkeliling mencari ku jauh-jauh. Namun dalam keadaan seperti ini, aku tidak mampu bersimpati.

"Apa Hoseok yang menyuruh mu?" Tanya ku dengan datar sesaat setelah kami terdiam.

Woojin mengangguk pelan, lalu mengajak ku masuk ke mobilnya.

"Ini nomer ponsel ku, hanya sedikit orang yang tau, aku akan membantumu kapan pun kau membutuhkan" ucap Woojin sambil menyerahkan kartu nama berwarna hitam yang terdesain simple.

Aku hanya diam, dengan mata merah dan nafas yang sesegukan akibat menangis hebat tadi.

"Kau mau makan dulu?" Aku menggeleng.

"Baiklah katakan alamat rumah mu"

Aku sampai di rumah saat hari sudah sore.

Saat membuka pintu, ibu berteriak ke ponselnya kalau aku sudah pulang lalu berhambur memeluk ku, tidak peduli pada ponselnya yang langsung mati setelah dibanting.

"anakku!! Hiks,, Maafkan ibu nak!! Hiks hiks.. Maafkan ibu tidak bisa membahagiakan mu!! Maafkan ibu!! Hwaaa!!!" Suara tangisan ibu kembali mengundang air mataku untuk tumpah.

Setengah jam kemudian, ayah ku datang dan menerobos pintu kamar ku lalu menerjangku dengan pelukan super erat.

Mungkin tidak apa-apa kalau Hoseok pergi, toh hubungan kita terlalu rumit, setidak nya aku masih memiliki kedua orang tua ku.

Aku kembali menjalani kehidupan ku dengan tenang, bukan mungkin lebih tepatnya pura-pura tenang. Mencoba tidak perduli lagi dengan apa yang orang-orang lakukan terhadapku, aku memasang topeng tebal-tebal untuk hidup saat ini.

Namun, semuanya tidak semudah yang aku pikirkan.

Perasaan itu selalu muncul, perasaan yang membuatku menderita, membuatku terus menahan isakan, membuatku kehilangan senyumku.

Perasaan rindu.

Rindu yang sangat dalam untuk kehadiran sosok Hoseok, untuk suara tawa Hoseok, untuk senyuman Hoseok.

Pepatah bilang, kebahagian berasal dari diri sendiri, namun saat ini aku hanya butuh Hoseok untuk bahagia.

Aku mulai ketergantungan pada obat tidur, kondisi kesehatan ku juga mulai menurun dengan signifikan.

Aku sudah tidak pernah tersenyum selebar dulu, selebar saat Hoseok masih ada.

Malam itu, aku baru saja menelan obat ku dan seseorang mengetuk pintu kamar ku.

"ayah boleh masuk?" Aku hanya diam dan ayah menganggap kalau itu jawaban iya.

"masih pusing?" Tanya ayah sambil mengelus rambut ku.

Ayah adalah orang yang jarang bicara banyak denganku, kalimatnya selalu pendek-pendek, namun sekali bicara maka akan menjadi hal penting, baik untuk ayah maupun untuk ku.

Aku menggeleng lalu menatap wajah ayah ku yang penuh dengan keriput dengan tatapan bertanya, ayah ingin bicara apa?.

"Kau putri satu-satu nya ayah yang masih hidup" seakan mengerti bahasa isyarat ku ayah mulai bicara.

"Ayah tau kau bukan anak yang lemah, sayang. Kau sangat pandai dalam mengenali dirimu sendiri. Kau anak bungsu yang tidak manja dan sangat pengertian pada keluarga dan orang-orang di sekitar mu"

Suara ayah yang terdengar sangat dalam, membuat ku tenang, aku beringsut mendekat lalu bersandar pada bahu ayah yang keras.

"Maafkan ayah karna tidak bisa menjagamu dengan baik, sampai kau terjerat masalah yang berat seperti ini" aku menggeleng, itu tidak benar, ini semua salah ku.

"Ayah tau, kau bukan orang yang suka hidup dengan keburukan, kau orang yang tidak nyaman dengan kesalahan, jadi.. mari kita lupakan ini, putri ku"

Aku mengadah, menatap wajah ayah, aku sedikit bingung.

"Kami tidak akan mengungkit itu lagi, kami minta maaf karna tidak menjaga dan mendidik mu dengan benar, jadi mari kita mulai dari awal, kau tetap putri kami yang cantik dan penuh dengan cinta, kembalilah,, jangan terlalu berlarut-larut nak, kami akan selalu memaafkan mu" ayah memeluk ku, erat sekali.

Namun aku tidak menyukai ini, ayah pikir, aku menjadi seperti ini karna merasa bersalah setelah meniduri banyak pria, iya kan?.

Aku bertambah sedih, bertambah sakit, bertambah sesak, aku tidak bisa melakukan apapun untuk mengatakan yang sebenarnya.

Jika aku nekat, mungkin aku akan dikirim ke rumah sakit jiwa karna di anggap gila.

Iya kan?, siapa yang akan percaya kalau aku bilang punya pacar yang badannya berubah setiap bangun pagi?.

Aku menggeliat, melepas pelukan ayah lalu menjauh.

"Selamat malam" ucap ku datar lalu masuk ke dalam selimut ku.

Setelah ayah keluar, aku mencari kartu nama Woojin.

Aku akan membutuhkan Woojin kali ini.





TBC.
Sorry for typo.

No Physical (BTS Fan Fiction) #TAMATWhere stories live. Discover now