END

325 41 101
                                    

"Skenario ini selesai tanpa warnanya."

Yogyakarta, 20 juni 2027

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yogyakarta, 20 juni 2027.

"Ayah ..."

"Ayah jangan pergi!"

"AYAH JANGAN MENINGGALKANKU SENDIRI!"

"AYAH!"

"Hahh ... hahh ... hahh ..."

Aksa terduduk dari tidurnya. Diliriknya sebuah jam mini di atas nakas, tepat pukul sembilan pagi. Laki-laki itu mengusap wajahnya kasar, ia bermimpi tentang Ayahnya. Lagi.

Menyibakkan selimut, Aksa bersiap untuk mandi saat ini. Sepertinya ia harus menemui sang Ayah sekarang juga agar dirinya tidak terus dihantui mimpi-mimpi tentang Ayahnya.

Mengambil waktu lima belas menit untuk mandi, Aksa memilih untuk langsung menuju ke tampat Ayahnya. Dengan membawa beberapa tangkai bunga mawar untuk teman-temannya.

"Okay, Aksa. Kau harus tenang membawa mobil ini." Aksa menginjak pedal dengan perlahan hingga mobil yang ia kendarai juga bergerak pelan. Beberapa detik kemudian barulah Aksa semakin dalam menginjak pedal itu. Hingga tak terasa, dirinya telah sampai.

Pukul sembilan lebih tiga puluh menit.

Masih pagi. Namun, terlihat banyak warga yang sudah mengerubungi makam ketujuh sahabatnya. Tanpa ragu, Aksa mendekat dengan beberapa bunga mawar yang ia peluk karena terlalu banyak.

Langkah Aksa yang semakin lama semakin mendekat. Dan itu membuat beberapa orang di sana menoleh, kemudian tersenyum. "Aksa? Bagaimana kabarmu? Lama tak bertemu." tanya salah satu pria yang mulai mendekat ke arah Aksa.

Laki-laki itu tersenyum membentuk tiga sabit indah, kemudian meraih tangan kanan pria yang enam tahun lebih tua darinya untuk dijabat.

"Baik, Kak. Kak Dimas sendiri bagaimana?" jabatan tangan itu terlepas. Namun, Aksa masih mempertahankan tiga sabit di wajahnya dengan tulus.

Salah satu tangan Dimas merangkul Aksa. "Ah, aku baik seperti biasanya." katanya, yang Aksa anggukan. "Kau? Tumben kemari." walau sedikit tersinggung, Aksa tetap membalasnya dengan kekehan.

"Tahun-tahun kemarin, aku belum berani ke sini. Apalagi sekarang Ayah juga pergi meninggalkanku."

"Begitu ya ... jadi, sekarang kau sudah berani ke sini?"

Gelengan Dimas dapatkan dari Aksa. Keningnya mengerut dalam tanda kebingungan. "Lalu kenapa kau mengunjungi mereka?" tanyanya, kemudian melepas rangkulan dari Aksa.

AMRETA [N'DREAM] ✔️Where stories live. Discover now