PROLOG

2.3K 200 13
                                    

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

"Nak, pada zaman dahulu kala, ada sebuah hutan ajaib yang begitu misterius. Hutan yang rindang nan luas yang di tumbuhi pepohonan birch kuning semampai pada bagian luarnya. Tapi semakin masuk kedalam, hutan itu menjadi hutan lumut yang indah. Penghuninya percaya kalau hutan itu di jaga oleh seorang dewi, dan menjadi tempat tinggal bagi makhluk kebaikan. Tapi, nak, suatu hari, makhluk jahat merusak kedamaian hutan. Awan tebal menutupi hutan itu, dan barang siapa yang memasukinya, maka tidak akan bisa keluar. Hanya anak berhati baik dan rajin yang bisa keluar dari sana dengan di antar makhluk-makhluk baik. Namun, nak, terlepas dari itu semua, lantunan musik dan bibit pohon ajaib akan mengembalikan hutan ajaib yang terkutuk. Karena itu, tidur tidur lah, makhluk jahat ada di mana-mana, siap menakuti anak yang tidak mau tidur." Wanita berusia sekitar 30-an tahun itu terus membacakan cerita dari sebuah buku dongeng di tangannya seraya mengelus lembut kepala putrinya.

Perlahan-lahan mata gadis kecil berusia 9 tahun itu mulai menutup, merasakan rasa kantuk yang menyerang. Suara halus sang Ibu yang seakan membelai lembut telinganya dan tepukan-tepukan lembut di kepalanya sukses membuatnya masuk ke alam mimpi.

Setelah dirasanya anaknya sudah tertidur pulas, wanita cantik dengan surai seputih salju itu mengecup lembut kening putrinya, berjalan keluar dari rumah kecil yang sebenarnya adalah gua yang diberikan pintu yang tertutupi oleh tanaman rambat.

Sementara itu, gadis kecil yang tengah asyik tertidur itu tidak menyadari kepergian sang Ibu. Sampai akhirnya, telinganya berkedut akibat mendengar suara-suara keras yang berasal dari luar rumahnya. Ia pun terbangun, menatap bingung sekeliling kamarnya akibat tidak mendapati sosok ibunya.

Namun tak beberapa lama kemudian, ibunya muncul dari balik pintu, dengan tergesa-gesa memintanya untuk segera bangun dan mengenakan jubah untuk menutupi wajahnya.

Gadis kecil yang kebingungan itu mau tak mau menuruti perintah ibunya. Ia mengenakan syal dan jubah yang ibunya berikan, lalu berlari keluar rumah. Begitu pintu rumah terbuka, gadis kecil itu langsung disambut dengan pemandangan mengerikan. Banyak mayat para kaumnya yang bersimbah darah. Teriakan pemberontakan melayang di langit malam. Banyak yang berhasil dilumpuhkan, dibawa secara paksa oleh orang-orang bertopeng.

Terlambat. Jika mereka keluar sekarang, maka bisa-bisa mereka langsung ditangkap atau kemungkinan terburuknya adalah dibunuh agar darah mereka bisa digunakan. Ibu gadis kecil itupun akhirnya memutuskan untuk kembali menutup pintu sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara.

"Ini, bawa ini." Wanita bersurai seputih salju itu mengalungkan ocarina seukuran genggaman tangan di leher putrinya. Manik hijaunya menatap penuh kasih sayang kepada sang Buah Hati. "Jika kamu selamat, pergilah. Sejauh mungkin."

"Apa kita akan baik-baik saja?" Gadis kecil itu tampak menahan isak tangisnya. Sekujur tubuhnya merinding ketakutan.

"Kamu akan baik-baik saja, sayang." Wanita itu mengelus lembut pipi putrinya. "Kamu harus bersembunyi."

Wanita itu menuntun anaknya untuk masuk kedalam sebuah peti kecil yang muat untuk satu anak kecil jika dimasuki dengan posisi meringkuk.

"Ibu tidak ikut? Aku takut sendirian di kegelapan," rengek gadis kecil tersebut begitu sang Ibu hendak menutup peti.

Wanita itu menggeleng. "Orang-orang membutuhkan ibu, nak. Kamu harus melanjutkannya sendiri."

Whistle of the OcarinaWhere stories live. Discover now