Ibu terkesima dengan harapan sederhana namun cukup mulia itu beliau tidak tahu bahwa Sam sudah memutuskan kata telak menyangkut perwalian.

"Cucuku akan kecewa dengan papanya."

Ria tidak akan memberitahu ibu mertuanya, setiap tiga bulan sekali ibu sering berkunjung mungkin Sam akan mengatakannya sendiri atau Wira, karena laki-laki itu yang lebih berhak mengungkapkan alasan Sam membencinya.

"Tentang wanita itu, ibu memegang informasinya?"

"Semua, tidak kurang satu apapun." ibu tersenyum sinis. "Tunggu saja Wira pulang." kejutan sudah tersusun rapi, hanya butuh aksi untuk dua orang yang terlibat hubungan gelap itu.

Ria tidak menyerahkan masalahnya pada ibu mertua tidak juga menolak aksi nyata tersebut. Mungkin benar ibu melakukan karenanya tapi jika berada di posisi itu dia juga akan melakukan hal yang sama karena kecewa pada darah daging sendiri.

Sakit hati, benci juga muak pada kelakuan ayah anak-anaknya sudah dipendam cukup lama, saking menyakitkan luka tersebut kebrengsekan Wira menjadi sebuah kebiasaan dalam kesehariannya dan ia bisa diam atas semua dusta yang dirangkai suaminya.

"Dia tidak akan mengalah dengan cepat." yang harus dilakukannya adalah membuat Wira kembali pada logikanya, ada istri dan anak-anak yang sudah tumbuh dewasa yang sudah memahami permasalahan orangtuanya. "Ibu tidak membebani tugas ini padamu seorang."

Kebijakan yang hanya ditemui pada seorang ibu berhati mulia, sejak pertama kali Ria sudah menyukai ibu mertuanya dan nenek anak-anaknya juga menerimanya dengan baik.

"Perlu kesabaran tinggi untuk itu." tidak akan mudah, karena ibu melihat tekad bulat dari sikap selingkuhan putranya sedang Wira belum memberitahu kejelasan hubungannya dengan wanita itu.

"Ibu tidak akan bertanya padamu." sudah cukup Ria tersiksa urusannya sekarang dengan anak dan selingkuhan Wira.

"Berapa lama, sejak kapan dan di mana awalnya. Semua itu akan segera ibu ketahui bahkan sesuatu yang mungkin saja disembunyikan mereka."

Ria tidak ingin menafsirkan kata-kata terakhir dalam kalimat itu mertua. Hubungan gelap itu sudah tidak wajar bila ditambah fakta lainnya bisa jadi dia sendiri yang akan mengeksekusi suaminya.

Perhatian Wira pada putranya berkurang sejak pria itu berhubungan dengan Aundy, Ria bisa saja diam namun Sam tidak. Ia sudah mengeluh malah meminta ibunya berhenti bertahan karena tahu ini lebih sakit ketimbang taburan cuka ke luka yang masih basah.

Keluar dari rumah ibu mertua Ria mengaktifkan ponselnya, dengan sorot datar melihat panggilan dari rekan yang memberitahu keberadaan suaminya. Tidak tersentuh sedikitpun hatinya dengan kabar tersebut sebaliknya ia mengarahkan mobil ke rumah.

Menemukan ponsel yang tidak bisa dipakai lagi, semua kontak dan sim card hilang pulang dalam keadaan marah dan membayar taksi dengan sepasang anting istrinya setelah bertengkar hebat dengan sopir karena tidak menemukan seperak pun uang di rumah. Wira sadar ibu tidak main-main dengan peringatannya.

Melihat mobil yang dipakai Ria pagi tadi masuk ke perkarangan rumah sebuah ide terlintas di benaknya. Baiklah, ini cara satu-satunya.

"Aku tidak bisa menunggu sidangmu itu." Wira menarik lengan Ria seketika Ria menghempaskan cekalan tersebut dan menatap tajam suaminya.

"Ibu perlu cucu perempuan."

"Mas ingin menyentuhku?" tatapan tajam dengan raut dingin bertabrakan dengan kemurkaan Wira.

"Apakah akan ada bayi jika kamu mendesah sendiri?"

Mungkin wanita lain akan meludah atau menampar pria di hadapannya setelah semua yang dilakukan dengan beraninya bicara seperti itu?

"Kurasa anjing pun jijik disentuh olehmu."

Sekali lagi Wira mencekal tangan istrinya. "Aku hanya perlu menghamilimu."

Nurani Wira telah lama hilang, hari ini sedang diperjelaskan pada wanita yang telah melahirkan kedua putranya.

"Ibu sudah mematahkan kakinya, Mas ingin aku melakukan apa?" tenang namun terlalu menakutkan untuk diselam tatapan Ria.

Dia masih waras, tangannya juga masih bisa dikendalikan kenapa Wira tidak menjaga, atau dia sudah siap jika Ria juga sama gila dengannya?


💔

Diamku Di Atas DustamuKde žijí příběhy. Začni objevovat