Bab 03 - Rupanya Dia

27 3 1
                                    

No promises, but I will try to give my best.

•••••

Genggaman hangat dari cinta pertama saya berhasil menguatkan hati seperti tengah menolak keras takdir yang sedang dijalani. Belaian yang begitu lembut itu mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja dan memang ini yang terbaik.

Melihat saya yang masih terlihat belum ikhlas, Ayah menepuk pelan pundak saya sambil berkata, “Ikhlaskan Eila, ya? Dia bukan untuk kamu.” Saya hanya mengangguki itu. Semoga saya bisa seperti Abu Qilabah yang tetap bersyukur dan sabar meskipun anaknya telah dimakan singa di atas gundukan pasir.

Langkah kaki yang kami dengar kian dekat. Kini dua pasang sandal yang tengah melangkah ke mari juga bisa saya lihat. Seketika jantung saya berdegup jauh lebih cepat dibanding saat menabrak Bu Ratna kemarin.

“Assalamualaikum.”

Suara lembut itu menghipnotis. Saya menunduk masih tak mau melihat perempuan yang akan menikah dengan saya. Sungguh, saya takut ekspektasinya tentang saya buyar.

Mama menyenggol ketika saya tak kunjung menjawab salam itu. Dari iris mata saya bisa menangkap bahwa perempuan itu sudah mengambil posisi duduk bersebelahan dengan ibunya yang jaraknya dengan Ayah juga tak begitu jauh. Ya Allah, semoga saya tidak terkena serangan jantung mendadak.

Kemudian saya menjawab salamnya belum berani. Area yang saya lihat hanya kaki yang menginjak lantai rumah asing ini.

“Ini ... putri saya.” Saya bisa menangkap Bu Ratna tengah menatap kami sambil memegang dua bahu putrinya. “Yolanda namanya.”

Yolanda? Nama itu seperti tidak asing. Di mana saya pernah mendengarnya? Ingin melihat siapa perempuan itu, kepala saya rasanya berat dan enggan untuk mendongak.

“Yolan, ini Hanif. Calon suami kamu,” imbuh Bu Ratna memperkenalkan diri saya.

“Hanif?” saya mendengar suara Yolanda mengulang nama saya. Sepertinya dia juga tidak asing dengan saya. Apa jangan-jangan?

Seketika saya mendongak dan menatap perempuan itu. Subhanallah betapa terkejutnya saya dengan sosok yang kini duduk di samping Bu Ratna. Dia juga tak kalah terkejut dari saya.

Kaki saya langsung tegak. Berdiri dari sofa dan mengusap wajah kasar. Saya benar-benar tidak menyangka dengan semua plot twist dari Allah mengenai ini semua. Apa harus Yolanda?

Ya Allah bagaimana saya menahan diri untuk tidak menyakitinya, jika perempuan ini satu-satunya media yang menghubungkan saya dengan Eila saat itu. Dia pasti tahu bagaimana perasaan saya saat ini. Sama sekali tak berubah jika itu mengenai Eila.

“Kalian saling kenal?” tanya Ayah. Saya memijit pelipis. Masih belum 100% percaya bahwa Yolanda adalah anak Bu Ratna. Pantas saat wanita itu menunjukkan foto anaknya saya tidak asing, bahkan Bu Ratna sendiri memastikan bahwa saya mengenal anaknya saat itu.

“Mereka teman saat SMA.”

Jangan tanyakan bagaimana terkejutnya kedua orang tua saya dengan penjelasan yang Bu Ratna kasih barusan. Kenyataannya, doa yang saya panjatkan ingin dinikahkan dengan teman SMA diijabah oleh Allah. Sayangnya saat itu saya lupa tidak meminta jika Eila orangnya. Kini, doa itu terkabul dengan sosok baru yang akan menjadi pelengkap iman ini.

Apa harus Yolanda?

“Nif?” Mama ikut berdiri. Dia mengelus pundak saya berusaha menguatkan. Kisah masa lalu ini belum selesai, dan saya harus menikah dengan teman dekat masa lalu saya? Impossible. Ya Allah, saya masih berharap bahwa semua ini mimpi. Tolong bangunkan saya sekarang juga. Halo kamera, saya tidak kuat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Menolak Move On [Hiatus]Where stories live. Discover now