SASUSAKU: [last wound]

577 36 0
                                    

"Haruno-san?"

Durja ini mengerut sesaat. Suaranya begitu lembut. Netra tak terlepas menatap seseorang dibalik pintu. Dia berjalan menenteng sebuah lampu lentera yang terlihat goyah pada tangan kirinya.

"Maaf. Ayo kembali ke kamar," aku tertawa sesaat.

Aku bisa menangkap raut wajah sedihnya. Tanganku menggerayangi jendela kecil diujung ruangan.

"Disini lebih nyaman."

Dia membenarkan rambutku yang berantakan. Tangannya terulur mengambil sesuatu disaku. "Kemarin, anda kambuh."

"Maaf." Gadis bernama Kaguri itu dengan cekatan membuka rantai yang membelenggu kedua kakiku. Memberikan kebebasan untuk sesaat.

"Jangan khawatir." Dia mengulas senyum kecil padaku. Mencoba mencairkan suasana sejenak. "Ayo kembali."

Tangannya kini menjadi pengganti tanganku untuk berjalan. Hidup dengan penderita. Dengan dua rantai yang terpajang, dan juga dengan jiwa yang tak kunjung tenang. Kapan jiwa ini merdeka? Diiringi dengan permen warna-warni yang ku teguk setiap waktu.

Hidup dilingkungan orang gila,

Atau, aku yang benar-benar gila?

"Apa aku bisa pulang?"

"Pertanyaan macam apa itu? Sangat konyol." Wanita berusia akhir empat puluh tahunan, seorang kepala rumah sakit jiwa tempatku bernaung.

"Kau stres berat, Haruno-san," ia memijit pelipisnya, pusing. "Mana bisa aku membiarkan orang sepertimu berkeliaran diluar sana."

Bukan sekedar stres biasa. Aku tahu aku gila.

"Aku ingin mengunjungi seseorang."

"Siapa? Pria kriminal, Uchiha Sasuke 'kan?"

Terlalu sarkas tapi memang benarnya. "Iya."

"Aku dengar dia akan di jatuhi hukuman beberapa hari lagi," aku bisa mendengar helaan nafasnya, "baiklah, ini yang terakhir."

"Aku akan berkunjung lusa, bersama Kaguri." ia mengedikan bahunya, seolah mengatakan bahwa 'aku tidak peduli'.

"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi denganmu? Sepertinya kau mendapatkan kesialan." Tanya wanita itu, "junior yang merangkak naik keatas dengan gampang, sedangkan senior yang dibuang. Kau pantas mendapatkan itu."

"Maksud anda?"

"Kau tidak pantas diposisi teratas." Sahutnya kemudian, "wanita sialan itu, sudah lenyap. Sejak awal aku tidak menyukai Tsunade Senju."

"Sejak awal aku juga tidak pernah tertarik diposisi itu."

"Haruno, kau terlalu naif." Dia mengusap wajahnya kasar. "Tinggalkan ruangan ku."

Lalu aku pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata.

•••

Terik matahari terasa membakar tubuhku bahkan hingga aku memasuki ruangan sempit dengan lorong panjang.

"Morino-san. Tolong rahasiakan ini pada siapapun," aku bisa mendengar suara Kaguri, ia agak berbisik.

"Kau siapa? Tidak ada surat izin kunjungan dari Rokudaime-sama, yang diberikan untukku." Pria itu tetap kukuh.

"Aku tidak perlu persetujuan dari siapapun."

"Sakura, itu kau?" Aku bisa melihat wajah kagetnya. Apa aku benar-benar jauh berbeda?

Haruno Sakura.Where stories live. Discover now