vii. executor

11 3 0
                                    

Dag.

Bruk.

Crak.

"Hanemiya Kazutora ...." Netra mint menyala itu terlihat kontras dengan rambut hitamnya yang diikat rendah, tatapannya menusuk tajam selagi seringai tak percaya dipertunjukkan olehnya. Bokongnya dengan santai menduduki punggung korban guna menahan posisi tangan Kazutora yang . "Ne ...?"

"S-Shimizu?"

"Oh, Haru-chan! Halo!" sapa gadis yang setahun lebih muda darinya itu. "Sejak aku mendengar kabar bahwa ini kedua kalinya kau pulang dengan Cecunguk Besar itu. Perjalanan 32 menit dari Katsushika tak lagi bisa mencegahku datang berkunjung," jelasnya ringan seraya ....

Krak.

"ARGH!!!"

Semua orang refleks membelalakkan mata mereka selagi menahan napas dengan wajah pucat pasi, kurang lebihnya sama dengan Haru, yang mana berbanding terbalik dengan si pelaku dan si pemimpin perkumpulan yang sama-sama menyeringai lebar, menikmati hasil dari tindakan tersebut.

Itulah dia, Gadis Sosiopat, Fukuhara Shimizu.

Manusia belia yang cukup terlatih untuk menguasai wilayah Katsushika seorang diri, sebelum akhirnya namanya semakin besar dan tak mungkin tak dikenal di kalangan berandalan.

"Lagi pula, bukankah penyamaranku sempurna? Aku bisa menonton pertunjukan sampah tadi secara gratis," imbuhnya kemudian.

"Nah." Shimizu pun bangkit sembari menepuk tangannya, seolah sedang meluruhkan debu. "Hanma Shuji, sini, sini. Sekarang giliranmu," ajaknya ramah.

"Akhirnya." Laki-laki itu memandangi Shimizu penuh bara api semangat.

Momen yang ditunggu-tunggunya telah tiba.

"Mizu-chan," cegah Haru dengan selagi menatap sang empunya nama. "Lebih baik kita pulang."

Shimizu menggeleng selagi memberi Haru senyuman tulus nan menenangkan, "Tunggulah di luar. Bawa dua anak ini dan teleponlah ambulans lima menit dari sekarang."

Haru terlihat ragu-ragu mengikuti ucapan temannya itu. Ia melempar sorot khawatir nan samar pada Shuji. 

Merasakan adanya bentuk tatapan yang tak biasa, laki-laki itu pun menoleh dengan tangan yang menahan belakang lehernya. "Pergilah, Haru. Aku sudah tidak membutuhkanmu," tuturnya dingin diiringi bunyi tulang hasil pemanasan singkatnya.

"Bajingan," desis Shimizu seraya melayangkan tendangan pertamanya.

Dengan pembukaan itu, kericuhan pun timbul. 

Tak hanya gadis itu yang sebelumnya bersembunyi di balik tudung putih, anak-anak lain yang bekerja untuknya juga. Ia tidak bodoh untuk mendatangi markas musuh seorang diri, apalagi dengan kehadiran Haru yang tak pernah bergeser dari posisi prioritas utamanya.

Haru sendiri tak lagi berkomentar, karena suaranya memang tak akan didengar. Gadis itu lebih memilih untuk membantu Kazutora berdiri dengan sedikit dukungan Takemichi. Membawa diri mereka keluar dari kekacauan yang terjadi.

×××

"Etto ...."

Haru menoleh ke arah Takemichi dengan kontur wajah datar andalannya, meski ia sebenarnya bertanya-tanya dalam hati. 

Raut gugup laki-laki berambut pirang itu terlihat jelas. "Haru-san, kenapa kau bisa jadi terlibat dengan mereka? Si Hanma Shuji itu, maksudku." 

Haru terdiam cukup lama. "Benar juga, ya," gumamnya tersadar.

"Awalnya aku hanya penasaran. Jadi, kupikir, membiarkannya mengikutiku akan memberikan sedikit jawaban," jelas Haru. "Namun, menilai dari apa yang terjadi hari ini, sepertinya aku juga sudah gila karena terus mengharapkan sesuatu yang lebih."

Senyum simpulnya perlahan terukir, "Memang, perkiraan itu tak mungkin salah. Shuji hanya memanfaatkanku untuk memancing Shimizu dan berduel dengannya ...." Haru terdiam, lantas menghela napas. 

Ia pun merogoh saku rok seragamnya dan mengeluarkan ponsel lipatnya. "Aku akan menelpon ambulans," beritahunya selagi melirik Kazutora yang sedari tadi tak berhenti meringis menahan sakit dari siku kanannya yang dipatahkan.

Kriet.

"Selesai," beritahu Shimizu diiringi senyum simpulnya. "Ayo, kita pulang." Ia melingkarkan tangannya pada lengan Haru dan menarik temannya itu pergi.

"Asal kau tahu saja, nasib laki-laki itu tak jauh lebih buruk dari Yariman di sana," tutur Shimizu dengan lirikan penuh cemooh yang terarah pada Kazutora.

Haru mengangguk dan membalas senyum itu. "Terima kasih," ujarnya, meski dipenuhi perasaan cemas yang janggal.

×××
tbc

lengkara ๑ hanma shujiWhere stories live. Discover now