i. prologue

67 8 0
                                    

"Aku berangkat," pamitnya dengan tangan kanan menggenggam onigiri tuna mayones yang tersisa separuh dan tangan kiri yang bertengger di daun pintu.

"Hati-hati, Haru," balas ibunya dari ruang tamu, tepat di balik dinding lorong.

Gadis bersurai ginger itu mengangguk kecil, kemudian melanjutkan langkahnya ke luar.

Yoshimoto Harumi menghabiskan sarapannya dalam dua gigitan, selagi melewati perkarangan hijau nan luasnya, sebelum akhirnya tiba di balik pagar rumah.

Haru meremukkan plastik kemasan onigiri tersebut dan membuangnya ke tempat sampah di ujung gang.

Langkahnya berderap pelan.

Gadis itu kemudian mengedarkan pandangannya singkat, berniat mencari suasana baru. Namun, hanya mendapati dirinya kembali bersitatap dengan beberapa murid sekelasnya.

Kebanyakan dari mereka balas memandangnya rendah, selagi sisanya mengalihkan pandangan dengan perasaan tidak enak. Bagi Haru sendiri, ia merasa biasa saja, karena memang begitu kenyataannya. Namun, tak dipungkiri bahwa keseharian semacam ini, lama-lama juga membuatnya merasa terganggu.

"Kudengar, Yoshimoto-senpai itu anaknya bodoh," bisik sebuah suara.

Haru sontak menoleh ke arah mereka.

"Sial, ketahuan." Kedua gadis tersebut berlari kecil menjauhinya.

Alis Haru mengernyit samar, benar-benar merasa tak suka. Walaupun begitu, ia memilih menahan diri agar tidak mencari tahu: alasan mereka terus membicarakan sesuatu yang dibenci.

Sebab, menurut logika gadis itu sendiri, jika ada yang tidak suka dengan suatu makanan, apakah mereka akan memakannya? Tentu tidak, kan?

Maka dari itu, kakinya tetap bergerak melanjutkan langkah, menemui sang sekolah.

Begitu memasuki jalan utama, suasana berubah lebih riuh, karena hadirnya dengung lebah percakapan.

Beberapa membicarakan soal kuis harian, selagi yang lainnya sibuk bergosip ria. Ada juga adegan pemalakan di dinding samping sekolah, murid-murid yang merokok, pula mereka yang hanya sekadar menakut-nakuti siswi yang lewat.

Semua yang terjadi di sana, tak cukup untuk menarik perhatian Haru. Hingga ....

"Oi, Yoshimoto!" panggil seorang laki-laki dengan surai hijau menyala.

Sang empunya nama refleks mengalihkan pandangan dengan tatap penuh tanya.

Laki-laki tadi meludah ke arah kaki Haru, membuat gadis itu refleks mengambil langkah mundur.

Ia kemudian mencemooh, "Sosiopat." Si Surai Hijau tertawa mengejek diikuti teman-teman lainnya. Menunjuk-nunjuk Haru yang tengah memandangi jejak ludah itu. "Lihat?" tawa mereka puas, "Menyedihkan sekali!"

Haru lantas menengadah, bersitatap dengan mereka. "Maksud kalian?" tanyanya geram, perlahan-lahan hilang kendali atas emosinya.

"Ah, apa kami berhasil membangunkan iblismu?" tanya laki-laki bersurai cokelat kali ini.

Gadis itu memiringkan kepalanya, raut wajahnya sedikit berubah, menunjukkan perasaan negatif yang nyata. "Aku tidak tahu harus memberitahu kalian berapa kali tentang ini," sahutnya. "Namun, aku tidak memiliki Antisocial Personality Disorder."

Mereka sontak tertawa lebar dan mulai melemparnya dengan ejekan-ejekan baru, "Uh ... aku mulai takut! Bagaimana jika dia menjadikanku target selanjutnya?"

"Oh, oh, oh, aku belum siap dikubur di halaman rumahnya!"

"Pindah sekolah? Miyamura?" Ia tertawa sarkastis. "Lebih tepatnya, pindah kuburan!"

Haru semakin dibuat tak nyaman, apalagi setelah mereka membawa-bawa nama temannya, Miyamura Rei. Ruang geraknya terasa sempit, bahkan isi pikirannya seperti mulai mengabur hilang.

Gadis itu meremas tali tasnya, kemudian memutuskan untuk berbalik pergi, mengabaikan mereka.

"Ingat, Haru," lirihnya dengan kepala tertunduk. "Mereka tidak layak menerima penjelasan, lebih baik tidak usah diacuhkan, dan ...."

Sret.

Langkah gadis itu tersaruk mundur, kemudian tubuhnya terputar menghadap laki-laki yang menarik pegangan tasnya.

Wajah mereka hanya terpisah sekian sentimeter saat ini.

Haru mengerjap-ngerjap bingung, selagi Hanma Shuji sendiri memberinya tatapan menilai. "Hm? Harumi-senpai? Sosiopat?"

Shuji menyeringai lebar, beralih menatap sekelompok manusia di sana. "Oi, oi, oi, maji ka?"

Mereka mulai terlihat gentar, tetapi tetap membalas dengan suara sedikit bergetar, "Kau tidak tahu, ya?" Ia mendecih, "Dasar, Junior Dungu. Gadis itu membunuh temannya yang senaif dirinya sendiri."

Netra biru laut Haru terpejam. Ia menarik napas dalam, kemudian melepas genggaman Shuji di tasnya dan berbalik pergi.

"Tidak layak, tidak layak, tidak layak." Haru terus mengingatkan dirinya sendiri.

Mengabaikan kejengkelannya yang mulai meletup-letup ketika mendengar panggilan tadi, Junior Dungu.

Shuji memilih menampilkan senyum penuh ketertarikan. Lantas, berlalu mengekori Haru.

Pemuda itu kemudian mencondongkan tubuhnyaㅡlagi-lagi, hanya menyisakan jarak sekian sentimeter antara wajah keduanya. "Hei," panggilnya dengan nada dibuat-buat, sengaja memprovokasi.

Haru hanya melempar lirikan kecil, lalu menyingkirkan diri dengan pandangan terarah lurus, masuk melewati gerbang sekolahnya.

"Tidak mengacuhkanku? Kukira aku cukup layak untuk itu," komentar Shuji, masih setia mengikutinya.

Meski tinggi mereka tak beda jauhㅡ173 dan 192 sentimeterㅡHaru tetap dibuat menengadah. "Kau seperti meremehkanku tadi," jelasnya lugas. "Kiriko bilang, jika itu terjadi, aku harus mengabaikan mereka."

Shuji tersenyum miring, "Benarkah? Aku tidak meremehkanmu, tuh."

Haru mengedikkan bahunya. "Kiriko bilangㅡ"

"Haru! Haru! Haru!"

Kedua insan itu sontak menoleh kaget.

Dari arah kanan sana, tepatnya area lapangan sekolah, seorang gadis dengan gaya rambut pigtails-nya, tergesa-gesa menghampiri sang pemilik nama. Kemudian ....

Dak.

"Aduh!" Shuji menarik mundur kakinya dengan tatapan berang. "Apa-apaan kau?!"

Kamiya Kiriko balas mendelik garang. "Kau yang apa-apaan?!"

Gadis itu melingkarkan lengannya pada milik Haru, dan menarik temannya menjauh. "Haru baik-baik saja? Tidak ada yang menyakitimu, kan?" tanyanya selagi melakukan inspeksi dadakan.

Haru langsung menggeleng, dipenuhi dengan aura lugu khasnya.

Hal ini berhasil membuat Shuji tersenyum gemas sendiri, "Asal kau tahu sajaㅡ"

"Aku tidak bertanya padamu, Bodoh," desis Kiriko dengan tatap penuh ancaman.

Shuji mengangkat kedua tangannya dengan senyum lebar, "Baiklah, baiklah, aku akan pergi." Laki-laki itu memasukkan tangannya ke dalam saku celana seragam.

Menatap Haru tanpa melunturkan senyum, ia kembali berujar, "Aku akan menemui Senpai saat jam makan siang nanti ...."

Kiriko mengayunkan kakinya. "Enyahlah, dasar, Cecunguk!" sumpah gadis itu buas.

Shuji dengan lihai menghindari serangan tersebut, lalu mengedipkan salah satu matanya pada Haru, sebelum akhirnya berbalik pergi demi menghindari amukan sang pawang, Kiriko.

---
tbc

lengkara ๑ hanma shujiWhere stories live. Discover now