v. valhalla

13 3 0
                                    

"Kita akan ke mana?" tanya Haru, memecah keheningan yang telah bertengger cukup lama.

Saat ini pemandangan sekitar mereka sudah bukan lagi area sekolah atau bagian kota yang ramai. Jalanan mulai lenggang karena memang deretan ruko di kanan kiri mereka sepi pengunjung.

"Hari ini ada pertemuan Valhalla, kau mungkin ingin melihatnya."

"Untuk apa?"

Shuji menyeringai lebar, "Kau harus tahu bagaimana cara kerjaku, karena aku enggan sekali disamakan dengan Berandalan Teladan itu."

"Kenapa? Apa kau takut dihampiri Shimizu?"

"Oh, justru aku melakukannya demi itu."

Haru semakin tidak mengerti akan arah pembicaraan mereka. Meski begitu, ia memilih diam karena tahu bahwa jawaban yang lebih memuaskan, tidak akan didapat hanya bertanya. Maka dari itu, lebih baik ia bersabar dan memahami sendiri maksud Shuji secara langsung di base Valhalla nanti.

Mereka melangkah melewati bangunan-bangunan dengan papan reklame usang, hingga akhirnya tiba di depan arkade kecil terbengkalai.

Shuji melangkah lebih dulu, dan Haru hanya mengekorinya tanpa banyak protes. Walau sebenarnya, gadis itu dibuat mengeluarkan semakin banyak tanya dalam benaknya.

Mereka pun masuk dan gadis pendatang itu sontak menjadi sorotan utama.

Ruangan dengan pencahayaan minim, sirkulasi udara buruk dengan asap rokok, pula anggotanya yang terlihat sangar-sangar, membuat Haru merapat selangkah pada Shuji. "Ini ... temanmu semua?" tanyanya mulai gugup.

Shuji menyeringai puas, "Takut?"

Haru langsung mencebik samar, mulai malas dengan tingkah manusia di sebelahnya ini. "Aku hanya mempertanyakan esensi dari kehadiranku saat ini. Kau memangnya butuh apa?" Haru mengangkat salah satu alisnya.

Laki-laki dengan surai kepirangannya itu memasukkan kedua tangannya dalam saku celana, selagi langkahnya berbelok menuju kursi bekas permainan mobil-mobilan mesin arkade.

"Aku, kan, sudah bilang akan menunjukkan cara kerjaku," jawab Shuji santai, lantas melompat naik. "Bantuan?" Ia mengulurkan tangannya untuk Haru.

Gadis itu segera meraihnya kemudian ikut melangkah naik dengan dukungan kaki jenjangnya.

"Nah." Shuji tak langsung melepas tangan Haru dan malah menariknya agar ikut duduk di sebelahnya.

"Hei, Hanma," panggil seorang laki-laki dengan ukiran rambut eksentriknya, Chome. "Kenapa kau membawa orang luar?"

"Orang luar?" Shuji tertawa. "Kau tidak pernah dengar soal rumor Gadis Psikopat yang menendang Rei keluar Shibuya?"

"Ha?" Petinggi Valhalla lainnya, Choji, menyahut tak suka. "Ini orangnya?" Ia bertanya dari balik masker hitamnya.

"Bukan, bukan," tutur Shuji tanpa bisa menyembunyikan perasaan sumringahnya.

"Lalu? Tidakkah gadis ini akan mengganggu acara kita hari ini?" tanya Chonbo kali ini.

"Baji Keisuke tinggal menunggu kedatangan wakilnya sebelum genangan darah terlihat." Laki-laki dengan tato vertikal di mata kirinya itu bersidekap dan menatap Haru remeh. "Kau yakin kuat?"

Tidak hanya mereka berempat yang mengarahkan pandangan penasaran dan menuntut jawaban itu. Melainkan seisi ruangan, termasuk mantan anggota Toman yang sempat disebut tadi.

Haru mengerjap sebentar. "Bukankah itu hal biasa? Aku, kau, kita semua memiliki darah ...."

Ruangan tiba-tiba dibanjiri tawa mereka yang berjaket putih.

"Hal biasa, katanya? Pasti setelah ini dia akan memekik kencang."

"Menangis! Pasti akan disusul tangisan dan rengekan ingin pulang," timpal suara lainnya.

"Namanya juga anak gadis! Boohoo, menyedihkan."

Gadis yang dijadikan bahan lelucon itu hanya bisa memutar bola matanya malas. Inilah mengapa ia tidak menyukai manusia lain selain Kiriko dan Shimizu. Mereka terlalu sering memandanginya sebelah mata, tanpa sedikit pun upaya untuk menghormati fakta bahwa ia juga masih manusia.

Shuji langsung mengangkat tangannya.

Meredakan kebisingan yang tercipta, sampai-sampai mereka tak sadar bahwa orang yang mereka tunggu, Matsuno Chifuyu, telah tiba.

Baji sendiri langsung mengambil langkah maju setelah cukup lama mengistirahatkan punggungnya pada tiang ruangan.

Buk.

Dak.

Tak ada aba-aba atau apa.

Hanya pukulan telak di wajah dan tendangan lutut di perut. Cukup kuat untuk membuat Chifuyu membungkuk dalam selagi meringis menahan sakit.

Duak.

Kali ini, lutut Baji mengincar wajah mantan wakilnya tersebut. Sehingga, tak butuh waktu lama untuk setetes darah pertama mengalir keluar.

"Baji-san," panggilnya. "Kembalilah ke Toman. Aku tahu kaㅡ"

Bug.

Pukulan kembali mendarat di pipi Chifuyu, tapi yang satu ini sama sekali tidak menunjukkan akhir dari aksi pembuka.

Baji sudah menahan kerah laki-laki bernetra hijau itu lalu mengirimkan tinjuan demi tinjuan. Ia lantas melepas tangannya dan memberikan ketukan keras antardahi mereka.

Mengundang sorak sorai para penonton.

Haru sendiri masih duduk di atas sana tanpa mengeluarkan suara. Gadis itu hanya memperhatikan aksi kejam tersebut sampai di situ, sisanya tak lagi terlihat karena ia telah menundukkan kepala dan sibuk menatap ujung jari di pangkuannya.

"Begini cara kerjamu?" tanya Haru hampir tanpa suara.

"Hm?" Shuji mendekat agar dapat lebih jelas mendengar dan didengar. "Tentu saja, bukan. Ini belum ada apa-apanya."

"Oi, Baji!" panggilnya dengan seringai lebar. "Valhalla tidak akan menerima anggota pengkhianat yang setengah-setengah."

Sang empunya nama balas tersenyum miring, lalu merogoh sakunya dan mengambil sebuah ikat rambut hitam. "Aku baru saja mulai," balasnya dengan senyum sedikit jengkel.

×××
tbc

lengkara ๑ hanma shujiWhere stories live. Discover now