10. Mine

533 92 25
                                    

Banyak angan-angan yang berkelebat di kepala Hyunjin ketika lampu apartment Felix menyala. Ruangan itu tak sebesar tempat tinggalnya selama ini, pun perabotannya tak semewah atau seantik selera Minho. Semuanya serba sederhana—meski kalau di antara orang normal cukup terbilang mewah. Pun tak sebesar milik Seungmin yang tinggal sendiri, tapi bergelimang harta dari perintah-perintah tidak penting Minho.

"Ma-masuk!" Rapi sekali, Hyunjin menyisir ruangan di hadapannya. Ada dua pintu tertutup bercat coklat mahoni. Ada pula dapur dengan meja makan yang bisa langsung terlihat dari ruang tengah. "Rumahku tak sebesar rumahmu."

Hyunjin hampir saja menyuarakan tentang betapa kecilnya ruangan ini. Namun, untung tak keceplosan. Dia langsung tersenyum lebar, dia tak apa-apa tinggal di tempat kecil begini asal dengan Felix. Dia rela, demi tablet Seungmin yang seolah bisa mengabulkan apapun.

Felix sendiri gugup, dia langsung menghampiri dapur, menuang jus kotakan ke dalam gelas dan meletakkan di atas meja. "Duduklah! Aku akan cari baju gantimu." Hyunjin hanya mengangguk saja. Jantungnya melompat-lompat tidak sampai melihat gelagat Felix yang berbeda dengan imej di sekolah. Jadi manis sekali.

Katakanlah, Hyunjin tak tahu malu. Si remaja pirang membuka santai kemejanya saat melihat kaus dan celana pendek yang dibawa Felix keluar dari kamar. "Kenapa kau buka pakaianmu di sini!" Si pendek menyalak, suara berat dalamnya menggema di seisi ruang. Namun, matanya memelototi pahatan indah karya Tuhan. Meski belum terlalu jelas, Felix suka dengan otot perut samar dan dada bidang Hyunjin. Mendadak dia jadi haus.

"Lho, kita kan sama-sama laki-laki." Benar juga.

Felix mengusap wajahnya kasar. Dia jadi tak percaya, Hyunjin sungguh suka padanya.

"Seandainya aku membuka pakaianku di depanmu, bagaimana?"

Dahi Hyunjin mengerut, dia mengambil kaus yang terulur dan memakainya sambil berpikir. Di dalam pikirannya dia menduga-duga bagaimana penampilan Felix tanpa pakaian. Lantas, wajahnya memerah hingga telinga beberapa saat kemudian. "A-aku mungkin suka." Dia menutup mulutnya dengan telapak tangan besarnya, matanya bergerak gelisah agar tak menatap wajah Felix.

Dia imut, tapi Felix jauh lebih seperti tomat karena reaksi itu.

"A-aku mandi dulu!" teriak Felix dan berlari ke dalam kamarnya.

% Ika. Zordick %

Suasana di ruangan itu terasa mencekam, setiap suara detik jarum jam bahkan terdengar mendominasi ruang. Seungmin masih berdiri tegap di posisinya, beberapa tahun melayani Minho sukses membuat kakinya kuat berdiri berjam-jam. Dia bahkan menguasai beberapa bahasa asing dengan fasih demi kelancaran komunikasi dengan klien-klien perusahaan. Bahkan dia juga hapal dengan bahasa kalbu Minho yang menatapi jam dinding kantor.

"Lebih baik kau hubungi dia terlebih dahulu." Seungmin menawarkan solusi atas sikap tak tenang Minho. Yang lebih tua menggeleng, dia tak mau lagi Hyunjin memblokir nomornya.

"Kau yakin dia tak ada di apartmentmu?"

Seungmin sudah menjawab pertanyaan serupa sekitar sebelas kali. Jawabannya sama, Seungmin yakin sekali tidak ada Hyunjin yang masuk dalam apartmentnya. Dia bahkan sudah pulang dua kali demi memastikan. "Lalu dia di mana, Sky?"

Lah, mana Seungmin tahu. Memang dia siapa? Bapaknya?

"Dia benar-benar kabur dari rumah. Bagaimana kalau dia kelaparan, kedinginan, atau dia menjadi peliharaan tante-tante?" Seungmin tak tahu apa referensi Minho menyimpulkan penderitaan yang akan Hyunjin alami. Namun, remaja kaya raya itu bahkan punya dua kartu hitam di dompetnya, satu motor sport, dan belum lagi e-wallet di ponselnya. Hyunjin bahkan bisa kabur seumur hidupnya, kalau dia mau, selama Minho tak memutus akses uang untuk Hyunjin sama sekali.

Hello, Professor! [END]Where stories live. Discover now