CHAPTER 6 - ¿Quién es Miguel?

20 2 0
                                    


Terdengar sebuah dering ponsel yang memekakan telinga. Pada dering yang ketiga, Revan meraih ponselnya lalu menjawab panggilan seseorang diseberang telepon.
"Hola como estas Grandpa?", sapa Revan lalu menanyakan kabar orang yang sedang meneleponnya.

"Siempre bueno como si fuera joven y solo un poco cansado", jawab seseorang dibalik telepon itu, kakeknya Adriano Miguel.

"¿Sigue siendo válida la oferta para ?", tanya Revan terdengar seperti memastikan sesuatu hal.

"Claro mi nieto, mi sangre fluye hacia ti aunque no tan densa como la sangre de Leandro", ucap Adriano dengan sebuah kekehan kecil.

"solo tengo dudas y miedo de desilusionar a tu hija conmigo.", ucap Revan dengan segala kecemasannya dibalik telepon itu.

"Entonces, ¿quién continuará con el imperio mafioso de la familia Miguel si no ?", cerca Adriano.

"I'll think about it again", final Revan.

"Está bien, recuerda bien a esa chica—", ucap Adriano terputus.

Tutt.
Revan mematikan sambungan teleponnya sepihak.

Revan membuang napasnya dengan hembusan kasar. Apakah ia harus menerima penawaran dari Grandpa? Jika tidak lalu Lea-nya bagaimana? Disisi lain Mommy bagaimana? Itulah yang berkecamuk dalam pikiran Revan. Semua seakan berputar dalam otaknya.

Akankah ia akan mengingkari janjinya kepada Sang Ibu? Cepat atau lambat semua keputusan ada ditangannya, memilih tunduk pada perintah Ibunya atau memilih mengetahui semuanya melalui kekuasaan Kakeknya.

Kekuatan Miguel lebih kuat daripada Leandro. Dulu, Ibunya seringkali mengatakan kepadanya untuk menolak tawaran Grandpa jika suatu saat Grandpa menawarkan kepadanya untuk memimpin klan Miguel, apapun alasannya. Ibunya pernah menjadi korban dari kekuasaan Miguel, dan tidak ingin terulang kembali kepada anak-anaknya.

"Revan", panggilan yang kedua kali namun seperti tidak terdengar oleh sang empunya nama.

"Revan", lagi panggilnya lalu mendekat kearah sofa yang sedang diduduki Revan didalam kamar itu.

"Ah iya Mom, lo siento, no lo escuché.", ucap Revan.

"Aku memanggilmu beberapa kali", ucap Caramel.

"¿Qué pasa Mom?", tanya Revan.

"No hay, apa yang kau lamun kan?", Caramel bertanya balik.

Caramel tau ada beban pikiran yang sedang dipikirkan putra tersayangnya itu. Sorot mata Revan tidak dapat dipungkiri. Caramel tau anaknya seperti apa.

"Tidak Mom, bukan apa-apa. Mom, skripsiku diterima dan 2 minggu lagi aku wisuda", ucap Revan untuk mengalihkan perhatian Ibunya.

"Benarkah? Felicidades mi hermoso hijo", ucap Caramel lalu memeluk hangat Revan.

"Gracias por apoyarme, Mommy", ucap Revan lalu balas memeluk erat Ibunya.

"Kita harus merayakannya—", ucap Caramel antusias namun terhenti ketika Revan memutuskan pembicaraannya..

"Tidak perlu Mom. Aku ingin berkunjung ketempat Grandpa", ucap Revan datar.

Seketika Caramel syok, tidak seperti biasanya Revan berkata seperti itu terlebih setelah Ibunda Caramel meninggal dan mendadak keluarganya diboyong ke Spanyol. Lalu, sekarang Revan putranya ingin berkunjung ketempat Adriano di Spanyol.

¿Qué está pasando? — batin Caramel.

"Apa? Kau harus berbicara kepada Daddy terlebih dahulu, tidak seperti biasanya", ucap Caramel tapi dengan menutupi rasa kekagetannya.

"Sí", ucap Revan.

"Mom keluar dulu", ucap Caramel lalu keluar dari kamar Revan.

***

Caramel menutup pelan pintu kamar Revan, lalu bersadar pada daun pintu itu. Ada apa dengan putranya, semenjak kematian Karina —Ibunda Caramel— ia menjadi trauma dengan negara Spanyol terutama dengan Ayahnya —Adriano— dan tidak ingin anaknya menjadi seperti keluarga Adriano. Semua ini kesalahan dan harus diberhentikan, anaknya bukan seorang Miguel tetapi seorang Leandro. Luka hati dan kekecewaannya masih membekas.

Caramel berjalan dengan cepat menuju kamarnya, dengan kasar ia mengusap air matanya yang entah sejak kapan mulai berjatuhan. Dia menutup pintu kamarnya dengan setengah hempasan yang cukup keras hingga membuat seseorang yang berada dalam ruangan tersebut ikut terlonjak kaget. Caramel luruh diatas carpet bulu yang ada disamping ranjangnya.

"¿Por qué, querida?", tanya Johannes dengan setengah terkejut.

"Revan", jawab Caramel lirih.

Johannes beranjak dari ranjang lalu meletakkan kacamata dan majalah bisnis yang sedang dibacanya diatas nakas. Ia lalu berjalan mendekati istrinya dan terduduk lalu memeluk erat menenangkan Caramel.

Setelah dirasa Caramel lebih tenang, ia bertanya kembali kepada istrinya.

"Tell me what happened, mi amor?", tanya Johannes dengan lembut.

Caramel masih diam.

"Mi amor", panggil Johannes.

"Revan ingin berkunjung ketempat Padre—", ucap Caramel.

"Tapi aku—"

"Tenangkan dirimu, aku tau akan trauma-mu dan tidak mudah untukmu bangkit dari rasa trauma itu, mi amor", potong Johannes lalu kembali memeluk Caramel.

"Aku tidak bisa melihat putra kita pergi kesana, aku takut Padre akan memberinya pengaruh. Dia Leandro bukan Miguel. no puedo ser asi", ucap Caramel dengan sesenggukan.

"Cálmate, kau lupa, disana ada Papá dan Mamá, yakinlah mereka akan mengawasi Revan juga", ucap Johannes menenangkan.

"Aku harap kau mengerti maksdku", ucap Caramel lirih.

"Ya, aku mengerti, jadi biarkan Revan pergi, pelan-pelan hilangkan rasa trauma itu", ucap Johannes lagi.

"Aku memintanya untuk mendapatkan izin darimu", ucap Caramel.

Johannes lalu menganggukkan kepalanya lalu mencium hangat kening istrinya.

***

###

Who's Miguel?







You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 31, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RevAngelWhere stories live. Discover now