❤️Ternyata

Mulai dari awal
                                    

Tuti kembali berfikir, tangan nya memilin ujung hijab, bingung harus menjawab apa.

"Pernikahan Non sama Aden baik-baik aja kok," jelas Tuti singkat.

"Rumah tangga aku ga ada masalah kan?" Tanya Annisa lagi.

Degg!!

Bagaimana ini? Annisa benar-benar ingin mencari tahu tentang perihal pernikahan nya yang jauh dari kata baik-baik saja.

Tuti memutar otak nya lagi, mencari jawaban yang tepat agar tak melukai perasaan majikan nya ini. Kemudian ia berdeham pelan.

"Rumah tangga Non sama Aden ngga ada masalah kok, justru sebelum Non kecelakaan, kalian baik-baik aja. Kalian selalu harmonis, Non." Alibi Tuti yang di sambut senyum sumringah dari majikannya.

'maafin mba ya, non.'

Dalam benak nya, Tuti merasa sangat bersalah pada majikan nya ini. Ia telah mengatakan sesuatu yang mungkin nantinya akan membuat Annisa sangat terluka. Disisi lain, ia tak mempunyai pilihan lain selain mengatakan hal ini. Sangat tidak mungkin jika ia menjelaskan dan menceritakan tentang kebenaran rumah tangga Annisa.

Senyuman gadis itu kembali mengendur. Otak nya melintasi perihal kejadian tadi malam. Saat dirinya memasuki ruangan bernuansa merah muda.

Pelayan rumahnya pasti tahu tentang hal ini, mengingat tentang apa yang di ucapkan nya beberapa menit yang lalu.

"Aku mau nanya lagi, mba," ucap Annisa.

Tuti semakin ketar-ketir menunggu pertanyaan dari Annisa. Ia takut jika hal aneh yang akan terucap oleh bibir itu.

"Ruangan yang berada di depan kamar mas Hanan, itu ruangan apa ya, mba?"

Benar saja. Pertanyaan ini pasti akan keluar dari bibir manis itu. Raut wajah Tuti semakin panik. Ia menghela nafas pelan untuk menghilangkan rasa gugup nya.

"Anu, Non. Eemm.. Itu kamar adik nya Aden," bohong Tuti.

"Mas Hanan punya adik?" Tanya Annisa kaget.

Annisa memang belum mengetahui banyak tentang suami nya, Hanan. Tentang keluarga Hanan, tentang keseharian Hanan, apa pun itu yang menyangkut pautkan kepribadian Hanan.

Berada disini bersama pelayan rumah nya merupakan titik terang atas pertanyaannya semenjak ia memasuki rumah ini.

"Aden lahir dari dua bersaudara, dan sekarang, adik nya sedang berada di luar negri."

Annisa mengetuk-ngetuk dagu nya dengan jari, "Pantesan, mas Hanan kayak yang kangeeeenn banget sama adik nya."

Tuti hanya tersenyum, lagi-lagi ia hanya bisa berbohong pada majikan nya ini. Melihat raut wajah Annisa dengan senyuman manis nya justru membuat dirinya sakit. Karena pada nyatanya, suatu hari ukiran senyuman itu akan menghilang.

"Mba, tadi malam Annisa pinsan, dia memasuki ruangan itu dan melihat saya disana. Nanti jika Annisa sudah sadar, dan bertanya tentang pernikahan kami atau kamar itu, usahakan jawaban kamu tidak membuat dirinya tersinggung atau curiga."

"Baik, Den."

***

"Beres," ucap gadis itu sembari menyampirkan helaian hijab nya kebahu.

Serelah berkutik selama tiga puluh menit di dapur, Annisa dengan cepat mengganti pakaian dan langsung meleset pergi dari sana sembari membawa sebuah paper bag berisikan kotak nasi.

Ia berinisiatif untuk membawakan Hanan sarapan hari ini. Jam masih menunjukan pukul delapan pagi, ia berharap dalam hati semoga suami nya belum mengisi perutnya hari ini.

Sekali Seumur HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang