[S2] Waktu ke waktu

5.7K 585 37
                                    


Satu, dua, tiga dan empat... mari tumbuh bersama dan bahagia!

.
.
.

.
.
.

.
.
.

"Papa-! Kapan kamu mau bangun? Aone sudah siap." Mata bulat itu terus saja melotot, tangan kecil nya juga tak berhenti menusuk nusuk pipi Leo.

"Hmm? Aone, sebentar lagi." Leo malah semakin meringkuk, dia memeluk tubuh Aone lalu kembali lagi mendengkur halus.

Aone diam, meski baru berusia 4 tahun tapi dia sudah pintar dan cepat tanggap.

Jika Papa Leo tidak bangun pagi, pasti karena semalam sudah diganggu Daddy. Begitulah kesimpulan yang ia dapat.

Aone melirik ke samping, boro boro bangun atau menyahut, Daddy malah tidak terganggu sama sekali dengan rengekan dan teriakan Gavin.

Aone merosot supaya tubuhnya tidak dipeluk oleh Leo. Dia kemudian menarik tangan Gavin dan meletakkan jari telunjuk pada bibir saudaranya itu.

"Ssttt. Sudah lah, kita buat saja sarapan sendiri sendiri."

Akhirnya mereka berdua mengalah. Berjalan ke dapur dengan perut keroncongan dan membuat menu sarapan seadanya.

"Gak enak!" Keluh Gavin saat dipaksa makan roti tawar oleh Aone.

Yah mau bagaimana lagi, tempat nutella berada di laci atas. Mereka tidak akan bisa menggapainya.

"Aone, buat yang manis manis dong." Gavin terus saja bicara ini itu, mengeluh karena lagi lagi susu yang mereka minum terasa dingin dan hambar. Itu susu bekas kemarin malam yang disimpan papa di kulkas. Bukan susu formula yang biasa mereka minum.

"Aku benci Daddy! Dia selalu membuat papa bangun kesiangan."

Untuk perkataan itu Aone mengangguk setuju. Bagaimana pun menyiapkan sarapan sendiri seperti sekarang tidak enak, apalagi Gavin terus protes soal rasa.

"Gavin." Aone berseru, dia lalu mengusap remahan roti yang menempel di sudut bibir Gavin.

Itulah bentuk kecil yang selalu Aone perlihatkan kepada Gavin. Aone benar benar menjalankan peran baik sebagai sosok kakak.

Aone itu sudah pandai melakukan apapun. Segi motoriknya sudah bagus, dia bisa mengambil hal hal kecil seperti manik manik yang jatuh dari bajunya. Aone juga sudah pintar menyusun puzzle dan mewarnai.

Sebab itulah dia merasa sangat bertanggung jawab sebagai kakak, karena Gavin masih telat belajar. Gavin bahkan masih sering terjatuh.

Karena perhatian itulah Gavin selalu seenaknya. Seperti saat ini, dia sengaja menjatuhkan roti miliknya lalu menatap Aone dengan sumringah.

"Jangan-! Nanti kotor, papa marah." Aone marah, dia ambil roti yang jatuh itu kemudian menjejalnya pada mulut Gavin.

"Ihihi Aone let's play-!" Tangan Aone ditarik Gavin menuju halaman. Disana biasanya mereka bermain sepedahan kecil sampai puas.

Tentu saja yang naik selalu Gavin, sedangkan Aone bertugas untuk mendorong dari belakang.

Melelahkan tapi dua anak itu nampak senang dan akur akur saja.

Gavin tertawa senang ketika merasakan sepeda yang melaju, tapi kemudian ia keheranan saat tiba tiba sepeda itu terhenti dan Aone berteriak nyaring.

Gavin segera berbalik dan terkejut ketika melihat Aone terduduk memegangi lututnya.

INSANE [Man×Boy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang