"Maksud kamu?"

"Apa Dokter tidak memikirkan perasaan saya? Saya istri Dokter kalau Dokter lupa."

Annisa sudah tak tahan lagi menahan emosinya, ia merasa Hanan sangat egois dengan mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan perasaannya.

"Dokter egois! Dokter terlalu mementingkan wanita itu tanpa memperdulikan perasaan saya sebagai istri!" Celetuk Annisa.

"Bukan maksud saya untuk bersikap egois. Saya hanya__"

"Hanya apa?" Sela Annisa.

"Dokter pikir mudah bagi saya menjalani pernikahan ini? Dan dokter pikir mudah mencoba menjadi istri yang baik untuk dokter?" Serang Annisa tak mau kalah.

Hanan semakin dibuat pusing oleh perkataan Annisa. Ia tak mengerti apa yang diucapkannya barusan. Jika segalanya tak mudah untuk dijalani, kenapa gadis ini marah kepadanya? Seolah ia tak menerima jika Hanan mempercepat perceraiannya.

"Saya sedang mencobanya! Saya sedang mencoba menerima ketetapan takdir dari Allah. Tapi ketika saya sudah menerima dokter sebagai suami saya, apa ini balasan untuk saya?"

Annisa tertawa sumbang dengan air mata yang entah sejak kapan sudah tumpah begitu saja.

"Lalu, bagaimana dengan gadis yang bernama Aqilla?"

Hanan mengernyitkan dahinya. Seolah bertanya apa maksud dari pertanyaan Annisa.

"Apa yang membuat Dokter dapat bertahan dalam penantian yang panjang ini?" Tanya nya sembari menghapus jejak air mata yang masih ada.

"Apakah gadis itu pergi meninggalkan kepastian? Atau hanya harapan belaka?" Sindir Annisa tajam.

Seperti ada yang menyentil hati Hanan. Pasalnya, kepergian Aqilla sama sekali tidak meninggalkan kepastian atau harapan sedikitpun. Gadis itu hanya mengatakan bahwa Hanan tak perlu menunggu kedatangannya, ia takut jika pada akhirnya akan mengecewakan Hanan.

"Sangat disayangkan jika ternyata gadis itu sama sekali tidak mempunyai perasaan pada Dokter." Annisa mengangkat ujung bibirnya.

"Cukup Annisa!" Bentak Hanan, ia merasa tidak tahan dengan ucapan gadis di hadapannya.

"Jangan mempengaruhi saya seperti itu! Kalau kamu tidak ingin mengakhiri pernikahan ini, kamu harus bersiap jika saya akan menikahi Aqilla!" Sergah Hanan.

"Tidak perlu!" Elaknya sembari bangkit dari duduk. "Mari kita kepengadilan! Ceraikan saya sekarang juga!" Kemudian berlalu pergi meninggalkan Hanan disana.

Ia tak mengerti mengapa Hanan sangat keras kepala sekali. Lelaki itu tak menghargai Annisa sebagai istrinya. Hanan tetap bersikeras untuk mencari gadis itu dan menikahinya.

Sungguh! Annisa tak mempermasalahkan hal itu, ia hanya memikirkan amanah yang harus ia jaga dari Almarhum Abah Yai juga dari ayahnya, Ardi. ia merasa tak mampu untuk tetap mempertahankan pernikahan ini.

Langkah nya semakin dipercepat. Mendatangi pengadilan bukan hanya sekedar ucapan, gadis itu memang benar-benar ingin mendatangi tempat itu.

Langit pun sepertinya berpihak padanya. Detik demi detik mengeluarkan percikkan-percikkan air yang semakin lama semakin deras, menutupi bulir bening yang ada di wajahnya.

Annisa terlonjak kaget dan menghentikan langkahnya ketika suara klakson terdengar dari arah kanan. Ia melangkah mundur sedikit hingga suara gemuruh ban mobil menipis. Kemudian berjalan lagi untuk menyebrangi jalan raya itu. Sekitar lima langkah Annisa berjalan, tiba-tiba saja sesuatu menghantam tubuh nya hingga terpental di atas aspal.

Dapat ia rasakan cairan hangat mengalir di sebagian wajahnya. Pandangannya pun mulai memudar, samar-samar ia melihat sekumpulan banyak orang mendekatinya. Hingga terdengar suara seseorang memanggil namanya.

Sekali Seumur HidupWhere stories live. Discover now