Aku merindukan Paris kadang.

Tapi saat ini aku tidak ingin memikirkan kemungkinan itu. Aku harus fokus pada keadaanku di sini. Dan sedikit menikmatinya—sejak ada Galan.

Galan: kamu udah selesai?

Aku: Iya, sudah. Aku pulang dulu aja kali ya?

Galan: Naik apa?

Aku: Bus.

Galan: Tunggu aku aja. Mau nunggu di ruang OSIS?

Mungkin lebih baik aku menunggunya di sana. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Tanpa Galan semua hal terasa membosankan. Keberadaannya benar-benar membuatku tak lagi kesepian.

Aku berjalan ke ruang OSIS. Pintunya dalam keadaan tertutup saat aku datang, jadi aku mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Galan yang membuka pintu seolah sudah tahu akulah yang datang. Dia tersenyum lebar sebelum akhirnya menarikku masuk. Ada sekitar 20 anak OSIS yang saat ini memandangi kami.

"Liesel akan menungguku di sini." katanya entah pada siapa. Kemudian Galan membawaku ke sebuah ruangan kaca dengan sofa kecil dan meja kaca kecil. Sepertinya ini ruangan untuk tamu jika OSIS kedatangan tamu. Di atas meja ada beberapa pamflet tentang acara bahkan pamflet sekolah lengkap.

"Kamu tunggu di sini ya. Lakukan apapun. Aku akan rapat lagi."

Aku mengangguk. Ketika Galan pergi aku mengambil pamflet itu dan membacanya. Ada beberapa hal soal sekolah ini yang baru kubaca di pamflet itu. Aku hampir selesai membaca semua pamflet di meja itu dan tak tahu harus melakukan apa lagi. Sampai akhirnya rasa kantuk menghadang karena merasa bosan. Beberapa menit kemudian aku tertidur pulas.

Aku terbangun ketika sebuah tepukan di bahu membangunkan aku. Ketika bangun, aku sadar kalau posisiku sudah berubah. Aku tadi hanya tertidur dalam posisi duduk tetapi sekarang aku tertidur dalam kondisi berbaring di sofa dengan memakai selimut. Aku mengucek kedua mataku dan menyadari kalau Galan menatapku sambil tersenyum.

"Jam berapa sekarang?"

"Hampir jam 6–"

"Astaga. Aku tidur lama." Aku buru-buru bangun dengan panik.

"Tidak masalah. Aku juga baru selesai meeting. Maaf kamu jadi menunggu lama."

"Di apartemen aku pasti juga tertidur. Kamu—yang mengubah posisi aku? Selimut ini juga?"

Galan mengangguk. "Itu selimut dari acara kemah, bersih kok. Kamu kelihatan tidur nyenyak. Posisimu tadi terlihat sedikit tak nyaman jadi aku—"

"Ehem Ehem." Seseorang masuk ruang sambil berdehem keras. Rupanya temannya Galan—Max. "Jangan anggap aku. Ini dunia milik kalian. Kita semua di sini cuma ngontrak." katanya sambil mengambil sebuah berkas dari laci yang tak kuperhatikan sebelumnya.

Aku menunduk malu. Galan memandang temannya dengan kening mengernyit. "Lo pulang sama Galih, kan?"

"Iyalah. Gue sama Galih kan nggak punya pacar—"

"Ya udah, gue sama Liesel pulang dulu." Galan mengambil tasku dan menarik tanganku keluar ruangan. Saat ini semua anak memandang kami dan meledek. Bahkan aku masih dengar ada beberapa anak yang bicara, "Gila, si Galan ternyata tipe romantis ya. Gue nggak pernah lihat sisi Galan yang ini. Kayaknya cinta banget deh dia sama Liesel."

Ketika kami keluar, aku kembali menguap. Galan menatapku dengan tatapan geli dan bertanya, "Masih ngantuk?"

Aku mengangguk.

"Ya udah nanti tidur di mobil."

Dan benar saja, begitu aku masuk mobilnya, aku tidak bisa menahan diri agar tidak tidur. Sepanjang perjalanan yang sebenarnya tidak terlalu lama aku tertidur pulas. Mungkin karena aku terlalu capek berlatih piano selama ini. Aku terbangun ketika merasakan tanganku yang dingin.

Galan sedang memegangi tanganku dengan kain berisi es batu. Dia terlihat minta maaf ketika aku membuka mata.

"Maaf aku tidak bermaksud membangunkan kamu,"

Aku memandangi tanganku. "Apa ini?"

"Tangan kamu pasti sakit dan kaku karena terlalu sering berlatih, jadi aku tadi beli ini agar tanganmu tidak terlalu sakit."

Aku memandangi Galan terharu. Ketika aku menoleh ke samping, aku menyadari kalau kami sudah tiba di tempat parkir basement di gedung apartemenku. Aku memandangi Galan lagi yang masih fokus merawat tanganku, terkadang ia memijat sedikit tanganku. Dia adalah orang ter-sweet yang pernah aku tahu.

"Rasanya aku mulai menyukai kamu."

Mata Galan terangkat memandangku. Dia tersenyum. "Crushing me is good, but loving me is better."

Mencintainya? Aku yakin dia bahkan belum mencintai aku. Kenapa dia selalu menuntut satu step lebih tinggi dari aku? Kurasa untuk benar-benar mencintainya aku masih butuh langkah yang sangat panjang.

*****

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Mar 23, 2022 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

TRULY DEEPLY (REVISED)Onde histórias criam vida. Descubra agora