37. IAH - Rahasia yang berakibat salahpaham

Start from the beginning
                                    

Seorang lelaki dengan pakaian putih biru itu menegur Alisha dengan berdiri di depannya. Hari sabtu, lalu kenapa semua memakai seragam putih abu-abu dan biru? Karena ini adalah perintah sang guru untuk seluruh siswa-siswi yang masuk hari ini mengenakan seragam putih. Dan mari kembali dengan ucapan lelaki itu. Karena pasalnya sekolah ini dikenal dengan selalu mendahului adab terhadap guru. Maka dari itu, lelaki itu langsung menegur Alisha. Sontak pun Alisha langsung menoleh ke belakangnya. Dan benar saja, ada seorang pria yang berdiri di samping Nayyara saat ini. Apakah itu guru olahraga baru? Ia tak pernah lihat sebelumnya. Dengan helaan napas pelan, Alisha pun beralih lari ke arah Nayyara kembali dan menghampiri Guru itu.

"Alish, kok balik?" heran Nayyara.

Saat Alisha ingin menjawab, tiba-tiba saja pria itu sudah lebih dulu mendahului ucapannya.

"Apa kamu tidak melihat saya di sini?"

Alisha menunduk hormat. "Maaf, Pak. Wallahi. Saya tidak melihat ada Bapak berdiri di samping saya tadi. Maaf sekali lagi, Pak."

"Baik, saya maafkan. Tapi jangan diulang kembali." Selepas itu, pria itu langsung mengulurkan tangannya kepada Alisha. Seperti menginginkan Alisha untuk bersalaman dengannya. "Selamat, ya? Karena kamu berhasil lulus."

Nayyara yang melihat tangan yang terulur itu pun sama terbelalak. Gadis itu kini sudah bersedekap dada dengan ikut menatap ke arah pria itu yang tidak lain adalah Guru Olahraga baru di sekolah ini.

"Kamu ingin pulang, kan?" pria itu kembali bersuara saat uluran tangannya tak diterima oleh perempuan bercadar itu, Alisha.

Alisha hanya geming. Pria itu bukan lah mahram untuknya. Ia tak mau bersalaman dengannya. Apa alasan yang harus ia lakukan untuk menolak? Alih-alih Alisha melirik ke arah Imama yang terus menatapnya sedari tadi di depan gerbang sana. Ya, ia telah mempunyai suami. Dan ia hanya milik suaminya saja. Tak ada yang boleh menyentuhnya selain Imama dan mahramnya.

"M-maaf, Pak." Alisha menundukkan kepalanya kembali. Lalu menoleh ke arah Nayyara sekilas dan tak lama kembali menatap pria itu.

"Saya bukannya tidak memiliki adab kepada Bapak. Tapi maaf, Pak. Saya tidak bisa bersalaman dengan Bapak. Bukan saya menghindar karena mempunyai wudu saja. Namun, di dalam hadist riwayat At-thobroni, Rasulullah itu bersabda ; 'Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh, lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.' Maka dari itu, Pak. Untuk menghindari itu semua, saya ucapkan maaf karena tidak bisa membalas jabatan tangan dari Bapak. Selain itu, saya sangat ingin menjaga diri saya hanya untuk suami saya saja. Maaf sekali lagi jika menyinggung hati Bapak. Karena saya, hanya ingin menjaga cadar yang saya kenakan saat ini. Terima kasih, Pak. Atas ucapannya..." Alisha mengakhiri dengan sedikit menundukkan kepala, di mana kedua telapak tangannya ia satukan dan diletakkan di depan dadanya.

Hal itu pun langsung membuat pria yang masih mengulurkan tangannya bergeming. Ia menurunkan tangannya dengan tatapan yang begitu tertegun dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Alisha. Ia lupa mengapa bisa ia ingin berjabat tangan dengan perempuan bercadar itu. Bukan hanya pria itu, Nayyara pun sangat terkejut mendengarnya. Akhirnya, setelah sekian lama sahabatnya itu seperti setan bisu, selalu diam saat melihat kesalahan, kini ia berani dengan sopan menerangkan.

Sedangkan saat ini, merasa kagumnya pria itu dengan Alisha, ia menerbitkan senyuman di bibirnya. Apalagi dengan Nayyara, gadis itu kini sudah memeluk Alisha dengan erat seerat-eratnya. "Aaa aku bangga banget sama kamuu!"

Alisha menerima pelukan Nayyara yang semakin lama semakin kencang. Sorotan mata perempuan kini beralih ke pintu gerbang. Tersenyum, saat Imama menatapnya begitu lekat di sana. Meniatkan, sehabis pelukan Nayyara selesai, ia akan menghampiri suaminya itu yang sudah menunggu lama.

IMAMA AL-HAFIDZHWhere stories live. Discover now