Lembaran Baru

322 39 6
                                    

Ketika, satu sayap yang biasa membawa burung terbang berkelana menjelajahi cakrawala terluka bahkan patah si burung hanya akan tersedu menatap hamparan langit yang biasa nya ia lewati melalui kedipan mata.

Ketika, satu dahan dari pohon kukuh meranggas dan patah.  Si akar hanya akan berusaha sekuat tenaga menopang pohon yang tersisa agar tetap berdiri kukuh menatap langit.

Dan ketika satu cahaya telah padam bahkan hilang sepenuhnya dari dunia, kita hanya bisa menangisi nya tanpa bisa melakukan apapun selain sebuah penyesalan.

Korea Selatan, Akhir Desember.  Satu bulan setelah kepergian Bae Irene.

Rumah mungil bercat putih itu kini terlihat sedikit kusut, beberapa tanaman hias yang biasanya basah setiap pagi terpaksa menerima aliran air saat langit menumpahkan tangisannya.  Beberapa rumput liar bahkan sudah hadir menyapa dunia, berkelana tidak tentu arah bak penari yang bahagia dengan lembutnya hembusan angin.  Berbanding terbalik dengan kondisi rumah yang menjadi tempat peraduan si empu nya sampai ia pergi.

Song Mino, berdiri dengan wajah sulit ditebak.  Ia menutup pintu gerbang yang mulai terasa kasar ditangan dan kemudian berbalik.

Senyuman haru menyapa nya, milik perempuan paruh baya yang kini menatap kearahnya dengan penuh rasa iba.  Mino menyerahkan kunci ditangannya kepada Bibi Lee, si pemilik lama.

"Saya ... Turut berduka" cicitnya, suara nya bahkan tertahan ditenggorokan.  Tidak ada apapun yang bisa ia lakukan selain sebuah kalimat sederhana namun penuh makna yang seolah mewakili kesedihannya.  Bibi Lee memang tidak begitu mengenal mendiang Irene, tapi ia yakin perempuan itu orang yang baik.

Karena Tuhan mengambilnya begitu cepat.

"Terima kasih Bibi"

Satu sentuhan mendarat dipergelangan tangan Mino, sentuhan yang berubah menjadi usapan halus penuh kasih sayang.  Mino menatapnya sekaligus memberikan sebuah senyuman terima kasih.

"Tetaplah kuat, demi kedua putramu, tetaplah sehat Tuan Song.  Hanya kamu yang mereka punya"

Mino tidak membalas ucapan itu, ia hanya memaksakan sebuah senyuman halus pertanda kalau ini akan menjadi sebuah hal yang akan sangat sulit dilakukan.  Sampai kemudian perempuan paruh baya itu berbalik meninggalkannya sendirian.

Mino secara lahir akan tetap berusaha untuk sehat.  Tapi secara batin mungkin ia butuh perjuangan.

Badan nya sehat.  Jiwa nya hancur dan tidak baik-baik saja.

Aliran hangat kemudian mengalir begitu saja, turun tanpa bisa ditahan.  Mino memaki dirinya sendiri dalam hati.  Merutuki diri kenapa ia bisa secengeng ini padahal dulu ia sulit sekali menangis.

Pria Song itu bergegas, memasuki mobilnya tanpa menoleh lagi kearah rumah mungil yang menjadi saksi.

Bagaimana Irene berjuang.

*****

"Ayo sarapan, Bibi udah masak makanan favorit kalian"

Jaemin dan Jeno saling melirik satu sama lain lalu sama-sama mendesah.  Bosan.  Mereka kembali menatap kearah beberapa makanan yang tersaji diatas meja makan tanpa ada keinginan untuk sekedar menyentuhnya.

"Boys ... Ayolah.  Mau sampai kapan kalian liatin itu makanan? Ayo makan"

Jaemin memaksakan sebuah senyuman lalu mendongak, menatap Kang Seulgi yang kini juga tengah menatap kearahnya.  Kedua matanya memerah dan sedikit bengkak dan Jaemin tahu Bibi Kang baru saja selesai menangis.

Ia tahu butuh perjuangan yang besar bagi Seulgi untuk datang ke tempat ini.  Bukan sesuatu yang mudah ia lakukan.  Tapi semakin melihat Seulgi yang menderita seperti ini nafsu makannya bukannya naik.

PAPA [ Ohana - Interlude ]Where stories live. Discover now