16. IAH - Sempurna itu cinta mereka

Почніть із самого початку
                                    

Imam yang melihat Alisha telah menghampirinya, ia pun tersenyum tipis dengan mengelus lembut pundak istrinya.

"Apa kamu melupakan sesuatu?"

Alisha mendongak. "Nggak."

"Yakin?"

"Iya, yakin. Kenapa, Afizh?"

Imam menampakkan senyum indahnya ke perempuan di depannya. "Tadi, kamu kehilangan sesuatu, dan berdoa kepada Allah untuk meminta bantuan-Nya. Tapi, disaat Allah telah menolongmu untuk menemukan barang kamu yang hilang, kenapa kamu lupa untuk berterima kasih kepada-Nya?"

Deg.

Perempuan itu geming. Tunggu, ia baru sadar akan hal itu. "Astaghfirullah. Iya, Afizh, Nana lupa...." katanya pelan. Di mana kini ia mulai mengadakan tangan. "Ya Allah, maaf. Terima kasih, ya Allah, udah bantu Alish menemukan barang yang Alish cari...."

Alisha mendongak. "Allah maafin Nana, nggak, ya, Afizh?"

Imam yang mendengar itu, ia kembali tersenyum tenang. Di mana ia mengangkat tangannya menyentuh ubun-ubun Alisha. Memejamkan mata, untuk membisikkan sesuatu. "Ya Allah, ampunilah dosa istri hamba, Alisha. Jika baru saja dia melakukan kesilapan melupakan-Mu. Dan ampunilah dosa-dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, baik yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan."

Imam membuka pejaman matanya, di mana ia melihat Alisha telah meneteskan air mata dan tersenyum memandangnya. Sungguh, kali pertamanya ia merasakan begitu sangat bahagia bisa memiliki seorang suami seperti sosok Imama Al-Hafidzh dalam hidupnya. Lelaki yang tidak pernah mengeluarkan amarah kepadanya, tidak pernah mengekang atau pun memaksa, tidak pernah membuatnya menangis atau pun kecewa. Melainkan sebaliknya, lelaki yang selalu menerima kekurangannya sehingga ia menyadari akan suatu hal. Kenapa suaminya tidak pernah meminta hak kepadanya?

"Jangan nangis," entah kapan tangan Imam saat ini sudah menyeka air mata Alisha, Alisha pun tersenyum kecil.

"Nggak, kok." Alisha menepis tangan Imam lembut, agar dirinya saja yang menyeka air mata miliknya sendiri.

"Terima kasih, ya."

"Untuk?"

"Menjadikan aku istrimu."

Imam bergeming. Ia tidak tahu harus menjawab apa untuk kembali memberi untaian kepada istrinya. "Saya.. Saya juga berterima kasih. Telah bersedia menjadikan diri saya sebagai pemimpin dalam hidup kamu."

Iya, itulah tutur kata yang bisa Imam sampaikan kepada perempuannya. Entah dirinya telah kehabisan kalimat, atau pun memang ia rasa tidak cukup untuk menjelaskan seberapa beruntungnya ia memiliki Alisha.

Saat ini, mereka sama-sama memulai keheningan. Sampai pada akhirnya, Imam pun kembali membuka suara. "Na, saya boleh memeluk, untuk membisikan sesuatu?"

Ketika Imam melihat Alisha menganggukkan kepala, ia pun tersenyum untuk meyakini, bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaannya. Ia pun langsung memeluk Alisha dengan penuh kasih sayang.

"Bisikin apa?" Alisha memberanikan diri untuk bertanya, ketika sedari tadi ia melihat Imam memeluknya tanpa mengungkapkan bisikan apapun.

"Untaian kalimat yang tidak pernah kamu dengar dari saya."

IMAMA AL-HAFIDZHWhere stories live. Discover now