00. RaeKay's Journey

73 4 2
                                    

Bagi Raechan, sebaik-baiknya mata kuliah adalah mata kuliah yang tidak dihadiri oleh dosen pengampunya. Dengan kata lain, mata kuliah yang ditiadakan. Dengan senang hati, Raechan akan langsung keluar dari kelas tanpa rasa kesal seperti yang dirasakann teman-teman sekelasnya. Dia bahkan bingung, untuk apa juga dia harus kesal? Bukan kah hal seperti ini adalah hal yang seharusnya disyukuri?

Raechan melenggang membelah koridor kampus yang ramai, membawa Juan dalam rangkulannya karena tubuh sahabatnya itu cenderung mudah tersingkirkan bahkan dengan sedikit dorongan, jadi dia berinisiatif untuk melindungi Juan. Mereka berdua berbelok di pintu masuk fakultas dan melewati taman kecil untuk sampai di kantin fakultas. Di sana, Jevan sudah menunggu dengan gitar di pangkuannya.

"Dari pada paha lo dipake buat mangku gitar, mending buat alas gue tidur deh, Jev." Tanpa izin, Raechan mengambil gitar dari Jevan dan meletakkan gitar kesayangan Jevan itu ke atas meja, "Nah, begini kan enak." ucap Raechan saat dia sudah meletakkan kepalanya di atas paha kiri Jevan. Tubuhnya berbaring di atas kursi panjang berbahan kayu tempat Jevan duduk.

"Temen lo makin gak ada sopan santunnya ya, Jep, gue rasa-rasa."

Jevan hanya memutar bola matanya malas. Dia memilih untuk mengalihkan tatapannya ke arah lain dan tatapannya jatuh pada seseorang yang sedang berjalan ke arah mereka,

"Eh, Rae, Kak Kayana jalan ke arah kita, Rae."

"Rae, bangsat ni anak. Bangun woy ah, duduk, rapihin baju ama rambut lo."

"Rae, gue gak bercanda. Heh! Bangun bego!"

Raechan tidak bergeming, masih dengan kedua matanya yang tertutup rapat dia hanya bergumam, "Halah, gak usah ngibul lo. Gue gak akan ketipu. Mana mungkin Kak Kayana nyamperin kita."

Jevan semakin kuat menggoyang-goyangkan pahanya yang menjadi alas kepala Raechan. Suaranya dia buat sepelan mungkin tapi penuh penekanan, "Gue gak bohong, njing. Itu cewek kesayangan lo beneran kesini."

Raechan menggeleng mengejek, suara tawa Juan semakin membuat dia yakin bahwa Jevan berbohong.

"Ah bodo amat, dah. Gue pacarin juga nih Kak Kayananya." bisik Jevan menyerah sambil melirik Kayana yang sekarang sudah berjarak beberapa meter saja dari mereka.

Raechan masih saja mengganggap semua ucapan Jevan hanyalah kebohongan semata hingga akhirnya sebuah suara lembut yang memanggil namanya membuatnya bangkit dari posisi tidurnya dengan kelabakan.

Juan dan Jevan menahan tawa mereka mati-matian, sedangkan Raechan langsung merapihkan kaus yang dia kenakan dengan cengengesan.

"Eheheheh, Kak Kayana kok disini?"

"Ini.... tadi sebelum ke kampus gue mampir ke toko mainan buat beli ini." Kayana meletakkan sebuah kotak besar ke atas meja, "Gue beli ini buat Selo, kata lo kan dia suka main lego. Tolong kasihin buat dia, ya, Rae?"

Jevan dan Juan saling lempar padang.

"Ah..... Selo...." Raechan menyeringai, tidak lagi merasa gugup akan kedatangan Kayana yang begitu tiba-tiba, "Kayaknya Selo bakal lebih seneng kalau Kak Kayana yang kasih mainannya langsung deh."

"Gue...."

"Kak Kayana masih ada kelas lagi gak?" potong Raechan cepat.

"Gak ada...."

"Yaudah kalau gitu mending Kak Kayana ikut saya pulang," Raechan melirik jam tangannya sebentar sebelum kembali menatap Kayana, "Yuk, Kak?"

"Hmm gue...."

"Udah jangan banyak mikir, ayo buruan, nanti keburu Selo tidur siang." Raechan berucap tidak sabar, dia langsung menggendong tas hitamnya di punggung dan mengangkat kota lego dengan satu tangan. Sementara satu tangannya yang lain meraih lengan Kayana.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Mar 08, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

LAGOMDonde viven las historias. Descúbrelo ahora