05. Worries

49 4 0
                                    

Worry : give way to anxiety or unease; allow one's mind to dwell on difficulty or troubles.

Kayana

Salah satu keuntungan menjadi mahasiswa yang aktif dalam sebuah organisasi adalah terbiasa untuk berinteraksi dengan orang banyak. Sesama mahasiswa, dosen, jajaran petinggi kampus atau bahkan orang-orang penting di luar kampus. Pengalaman bertemu dengan orang dengan tingkatan pangkat dan status yang berbeda-beda itu sedikit banyak memberi gue ilmu untuk berkomunikasi dengan baik menyesuakian dengan siapa gue berhadapan.

Tapi meskipun begitu, ketika akhirnya gue dihadapkan pada situasi dimana gue baru saja membuat janji temu dengan seseorang dari tim marketing sebuah hotel dengan alasan pribadi tanpa membawa embel-embel nama kampus ternyata tetap membuat gue sedikit gugup. Sejak tadi, gue sudah berusaha untuk tidur. Mencoba berbagai cara mulai dari mengenakan sleep mask, mendengarkan suara hujan dari youtube dan bahkan mendengarkan lagu penghantar tidur. Tapi usaha yang gue lakukan itu belum juga membuahkan hasil.

Perasaan gugup dan berbagai pikiran buruk terus saja mengambil alih rasa kantuk gue. Belum lagi tidak adanya Raechan di sebelah gue membuat semuanya memburuk. Biasanya, tidur dalam pelukannya akan membantu gue cepat tidur. Tapi malam ini, dia memiliki janji untuk bermain game online dengan Jevan dan Jaenandra sehingga dia meminta gue untuk tidur lebih dulu karena dia baru akan tidur sekitar pukul satu atau dua pagi.

Gue melirik jam yang menggantung di dinding. Pukul sepuluh malam. Itu artinya, butuh tiga sampai empat jam lagi hingga Raechan selesai.

Lama banget masihan, keluh gue tertahan.

Saat kembali berusaha untuk tidur dan kembali gagal, gue memutuskan untuk menyusul Raechan di ruangannya.

Ruangan Raechan adalah sebuah kamar yang berada di ujung lorong lantai dua rumah kami. Ruangan itu adalah sebuah kamar yang Raechan design khusus untuk bermain game. Di sana, Raechan meletakkan dua komputer yang biasa dia gunakan untuk bekerja dan bermain game. Selain itu, di sana juga ada sofa dan TV yang sengaja dia sediakan untuk sahabat laki-lakinya ketika mereka perlu bermain game bersama. Seingat gue, dia juga sudah memasang peredam suara supaya suara teriakannya tidak terdengar ke ruangan yang lain.

Tanpa mengetuk pintu, gue masuk ke sana dan mendapati Raechan sedang sangat fokus dengan permainannya.

Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran gue karena kebetulan posisinya memunggungi pintu masuk. Belum lagi headphone yang terpasang di telinganya membuatnya tidak bisa mendengar suara apapun.

“Jaenan shoot Jaenan..... Jev lindungin gue dulu! Jangan ngumpet dulu lo!” Suaranya memenuhi ruangan berukuran 5x5 meter itu.

Gue berjalan mendekat, menyentuh lembut bahunya hingga membuatnya mendongak sebentar, “Loh, Sayang, kok belum tidur?“ 

“Hmm... Gak bisa tidur.”

“Kenapa? Masih kepikiran buat besok?” tanyanya yang gue jawab dengan anggukan.

Raechan tersenyum lembut, “Sebentar.” Dirangkulnya pinggang gue dengan tangan kirinya, “Jaen, Jev, gue out dulu, ya. Urgent nih.” Raechan berbicara pada Jaenandra dan Jevan melalui microphone yang menempel di headphonennya. Dan tanpa menunggu persetujuan kedua sahabatnya itu, Raechan lebih dulu melepas headphone dan keluar dari game onlinenya.

“Sini.” katanya setelah selesai. Raechan menarik pinggang gue untuk duduk di atas pangkuannya, “Deg-degan banget ya? Sampek gak bisa tidur gini sayangnya aku.”

Tangan Raechan yang bebas mengelus pipi gue lembut, “Udah, jangan terlalu dipikirin. Pak Arjun itu temen baiknya Papa, malah setau aku, dulu beliau juniornya Papa pas masih kuliah. Aku yakin beliau izinin kamu untuk penelitian disana.” ucapnya menenangkan, dengan suaranya yang begitu lembut.

LAGOMWhere stories live. Discover now