"Kau jadi pelakor?"

     Seokjin mendesis kesal. "Bukan begitu, Jungkook."

     "Buktinya kau menyatakan perasaan setelah dia menikah?"

     Seokjin memijit dahinya. Matanya tak sengaja melirik ke arah gerbang area pemakaman dimana Hoseok sudah berjalan keluar dan kembali ke arah bakery.

     "Hoseok sudah mau ke sini. Nanti kuceritakan setelah Hoseok pulang saja."

     Jungkook menoleh ke belakang dan melihat Hoseok yang berjalan dengan langkah lemas. Dia terpaksa harus menahan rasa penasarannya sebentar.

     "Sudah selesai?" Seokjin bertanya basa-basi.

     Hoseok mengangguk. Wajahnya sembab dan matanya merah akibat menangis terlalu lama. Seokjin menarik Hoseok ke dalam pelukannya dan jujur saja itu membuat Jungkook cemburu.

     "Kamu masih saja menangis begini, Hoseok. Relakan Wendy, oke? Dari atas sana dia pasti juga merasa sakit melihat sahabat baiknya ini menangis..."

     "Aku masih belum rela, hyung. Wendy meninggal karena lelaki Park brengsek itu..."

     Lagi, Jungkook mendengar Hoseok menyebut 'lelaki brengsek' itu. Tapi kali ini dia tahu apa marga dari orang yang Hoseok benci sepenuh hati itu.

     Park.

     Setelah beberapa saat dan Hoseok mulai tenang, Seokjin pun melepaskan pelukannya. "Sudah, sana pulang. Kasihan Minjeong menunggu lama."

     "Iya, hyung."

     "Oh ya, ada bonus stiker-stiker lucu tema hewan dan buah untuk Minjeong dan teman-temannya."

     "Terima kasih banyak, hyung. Maaf jadi merepotkan." Hoseok sedikit membungkukkan badan ke arah Seokjin yang hanya tersenyum.

     "Kau ini seperti sedang bicara dengan siapa saja..."

     Hoseok menoleh ke arah Jungkook dan tersenyum kecil. "Aku permisi..."

     Jungkook terkesan dengan sikap Hoseok. Bahkan meskipun tahu Jungkook lebih muda darinya, Hoseok tetap berbicara dengan penuh sopan santun. Setelah Hoseok pergi, Jungkook menghadap ke arah Seokjin dengan tatapan menuntut. Seokjin menghela nafas. Mereka lantas berjalan memasuki bakery dan langsung menuju ruang kerja Seokjin. Di sana ada adiknya yang sedang menulis sesuatu di buku laporan.

     "Hai, Jungkookie!"

     "Hai, Jisoo noona. Lama tidak bertemu, ya?"

     Jisoo tersenyum. "Aku baru saja kembali dari Singapura. By the way, aku bawa banyak oleh-oleh. Nanti kubagi ke kamu ya, Jungkookie?"

     "Thanks, noona."

     Seokjin pun menyudahi obrolan antara Jungkook dengan adiknya itu. "Jisoo-ya, tolong gantikan aku di meja kasir sebentar. Biar aku yang lanjutkan menulis laporannya nanti."

     "Oke." setelah menjawab singkat, Jisoo langsung keluar dari ruang kerja sang kakak. Seokjin duduk di kursi kerjanya, sementara Jungkook duduk si sofa panjang yang ada di sana. Seokjin sedikit bingung harus memulai ceritanya dari mana.

    

***

    
     "Hoseok dan Wendy adalah sepasang sahabat yang sudah saling mengenal dari mereka kecil. Tidak ada perasaan lebih di hati mereka selain ikatan persahabatan dan persaudaraan. Saat keduanya masuk ke dunia kerja, masing-masing memiliki kekasih yang sangat mereka cintai. Tapi sayangnya nasib mereka pun hampir sama. Baik Hoseok ataupun Wendy, keduanya dicampakkan begitu saja. Hoseok yang seorang laki-laki dianggap tidak akan pernah bisa memberikan keturunan dan mantan kekasihnya memutuskan untuk bertunangan dengan perempuan pilihan orang tuanya. Sedangkan Wendy....."

     Seokjin terdiam sebentar untuk menarik nafas. Mengetahui bagaimana kisah awal Hoseok dan Wendy terjadi membuat hatinya ikut sakit.

     "Sedangkan Wendy hamil oleh kekasihnya. Kata Hoseok, itu semua terjadi saat Wendy dan kekasihnya mabuk. Tapi saat Wendy positif hamil, orang tua kekasihnya itu tidak percaya dan malah menuduh Wendy hamil anak lelaki lain. Mereka juga mengusir Wendy padahal saat itu hari sedang hujan. Dan lelaki brengsek itu tidak melakukan apapun untuk Wendy."

     Jungkook bisa mendengar Seokjin yang sedang berusaha menekan emosinya saat bercerita. Dia sendiri pun emosi mendengarnya.

     "Saat itu Wendy benar-benar terpuruk karena orang tuanya sendiri pun turut membuangnya karena menganggap Wendy hanyalah aib..." Seokjin berbicara sambil berulang kali mengusap wajahnya. Sorot matanya berubah tajam saat dia kembali mengingat masa lalu. "Demi menyelamatkan Wendy dari keterpurukannya, Hoseok memutuskan untuk menikahinya. Rencananya memang saat itu terdengar gila. Tapi Hoseok akan melakukan apapun demi sahabatnya itu.

     Dan setelah menikah, Wendy pun perlahan bisa melupakan kesedihannya. Dia hidup berdua dengan Hoseok, menjalani hari-harinya seperti biasa. Dan di waktu itu, Wendy juga berulang kali berusaha menjodohkan Hoseok dengan teman-temannya supaya Hoseok bisa cepat move on. Termasuk aku yang saat itu nekat menyatakan perasaanku pada Hoseok. Meskipun nyatanya, Hoseok sudah terlanjur menutup hatinya dari siapapun. Aku pun mundur dan belajar menganggap Hoseok sebagai teman sekaligus adikku. Dan aku berhasil."

     "Jadi kau bukan pelakor, hyung?"

     Seokjin menimpuk Jungkook dengan bantalan kursinya. "Bukan!!" serunya kesal. Seokjin lalu mengambil 2 kaleng minuman dari kulkas kecil di ruang kerjanya. Dia memberikan 1 kaleng pada Jungkook.

     "Begitulah garis besar cerita antara Hoseok dan Wendy. Kau sudah paham sekarang, kan?"

     Jungkook mengangguk kecil. Seketika dia teringat si kecil Minjeong. "Berarti.....Minjeong adalah anak Wendy-ssi dan mantan kekasihnya itu?"

     "Ya. Walaupun begitu, di akta kelahirannya tertulis nama Hoseok sebagai ayahnya. Minjeong lahir tepat saat tahun berganti. Sebelum meninggal, Wendy sudah menyiapkan surat wasiat untuk Hoseok dan Minjeong. Tapi aku tidak tahu isi suratnya apa saja. Toh itu bukan urusanku juga..."

     "Kapan...Wendy-ssi meninggal?"

     "Tanggal 1 Januari. Pukul 11 sebelas malam. Hanya berjarak 23 jam setelah Minjeong lahir. Dan semenjak itu, dunia Hoseok makin hancur akibat kepergian Wendy..."

     Seokjin mendongak, menahan air matanya yang ingin keluar. Bagaimanapun, Wendy adalah temannya juga. Kepergian gadis itu juga menyisakan luka di hatinya. "Sejujurnya, aku dulu sempat membenci Minjeong karena aku dengan bodohnya beranggapan kalau dialah penyebab Wendy pergi. Padahal dia hanya bayi tanpa dosa yang terlahir suci. Bodohnya aku bisa sampai membencinya."

     Suasana langsung hening cukup lama. Jungkook tidak tahu harus bagaimana setelah mendengar kisah hidup Hoseok selain berdiam diri. Perasaannya campur aduk antara marah, sedih, sekaligus takjub karena Hoseok bisa terus bertahan sampai detik ini. Dia bahkan dengan tulus mencintai Minjeong meskipun anak itu bukanlah darah dagingnya sendiri.

     Seokjin memandang Jungkook yang masih saja diam.

     "Aku sudah menceritakan garis besarnya, Jungkook. Dan kini kau sudah tahu tentang hidup Hoseok. Selanjutnya keputusan ada di tanganmu. Kau ingin terus mengejar Hoseok, atau berhenti sampai di sini. Semuanya terserah padamu."

***

     To be Continue . . .

     .

Hai~ apa bang Nu kerajinan update, atau kalian pada seneng kalo bang Nu up terus?

Etapi jujur gue seneng banget liat respon readers untuk cerita ini. Bikin semangat buat update deh 🤗
Sekarang gue ngerti perasaannya Panda soal beginian. Antara gugup sama excited pas publish cerita buat pertama kalinya. Semoga ceritanya ga bikin bosen ya 😄

Salam,
N U N U 😎

[KookHope] - Our DestinyWhere stories live. Discover now