ARMA 5

602 57 11
                                    

Giselle duduk terdiam di kamar rumah sakit. Ia menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. Dahinya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu, entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Aku merindukannya." Giselle bergumam sambil memegang dadanya yang terasa sesak. Entah mengapa rasa sesak itu kembali muncul di dalam hati Giselle.

Giselle masih bergeming di tempatnya, tubuhnya menyamping ke arah jendela sehingga ia tidak menyadari bahwa pintu kamarnya mengayun terbuka, menandakan ada seseorang yang masuk. Giselle masih tidak menyadarinya sampai bahunya ditepuk pelan dari belakang. Giselle refleks menoleh dan mengubah posisinya ke arah berkebalikan.

"Karina! Kau datang." Kata Giselle riang walaupun suaranya masih terdengar lemah.

Karina mengangguk sambil tersenyum lebar. Ia menaruh kantong plastik hitam berisi bubur ayam kesukaan Giselle di meja sebelah ranjang rawat gadis itu, kemudian meraih bangku yang ada di sebelahnya, duduk di hadapan Giselle.

Giselle mengangkat satu alisnya saat Karina menatapnya intens, membuatnya sedikit heran dan bertanya-tanya dalam hati.

"Why? Kenapa kau melihatku seperti itu?" Tanya Giselle.

Gadis itu menghela napas sambil menggenggam tangan Giselle yang tertancap infus.

"Kau membuatku seperti orang jahat, Gi" Suara Karina terdengar lirih. Membuat Giselle semakin bertanya-tanya, sebenarnga apa maksud gadis ini.

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak mengabarinya? Memintaku tetap menjaga rahasia ini. Kau pikir aku tidak mendengarmu tadi? Sampai kapan kau mau membohongi perasaanmu sendiri? Tidakkah ini menyiksa? Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Giselle Jung?" Karina menatap Giselle lemah. Ia tahu bahwa sahabatnya tidak sekuat seperti apa yang terlihat.

Karina tahu bahwa sebenarnya Giselle sangat membutuhkan orang itu, Mark Lee.

Tidakkah sangat menyiksa saat kau mencintai seseorang namun kau harus berpura-pura tidak menginginkannya?

Giselle terdiam. Air matanya kembali mengalir di pipi mulusnya. Ia menangkup wajah dengan kedua telapak tangannya. Entah mengapa, rasa bersalah dan rindu tiba-tiba menjalar di hatinya. Ia sudah memantapkan diri untuk melupakan pria itu. Namun mengapa rasanya sulit sekali.

"Gigi.." Panggil Karina lirih. Ia merasa bersalah karena telah mengatakan itu pada Giselle. Ia sadar bahwa kata-katanya terlalu keras dan sensitif. Karina pun kemudian memeluk Giselle yang sedang terisak itu.

"Maafkan aku." Karina berbisik.

Giselle menggeleng pelan. Giselle terus memeluk Karina erat. Menumpahkan semua air matanya kepada sahabatnya itu. Tak lama kemudian, Giselle melepas pelukannya.

"Kau tahu? Bahkan aku tidak pantas berada di sisinya." Kata Giselle parau. Ia menatap kakinya yang ditutupi selimut.

"Bagaimana bisa kau tidak pantas berada di sisinya? Dia mencintaimu, Gigi. Sangat."

Giselle menggeleng. Gadis itu mengerang frustasi, menjambak rambutnya sendiri seperti orang gila. Sontak membuat Karina menahan lengan Giselle yang sedang melakukan itu semua. Karina merasakan sesak di dadanya melihat sahabat karibnya seperti ini.

"Aku cacat Rin, bukan hanya sakit tapi aku cacat. Aku lumpuh!" Kali ini Giselle berteriak sambil menangis. Tangannya memukul-mukul dadanya sendiri.

Karina tidak tahan. Cukup sudah, ia tidak dapat lagi menahan semuanya. Ia bertekad akan mempertemukan Giselle dan Mark. Semakin lama ia menunda, semakin dalam pula penderitaan Giselle. Ya, ia harus melakukannya.

Baru saja Karina melepas pelukannya, tiba-tiba ia merasa tubuh Giselle menegang. Matanya membulat melihat Giselle yang mimisan dan tubuhnya mengejang. Gadis itu terlihat sulit bernapas dan berkeringat dingin.

[1] Au Revoir Mon Amour ✔️Where stories live. Discover now