ARMA 4

328 36 4
                                    

Mark dan Tn. Jung berjalan tergesa ke dalam rumah sakit tempat Giselle dirawat. Mark tidak dapat berpikir jernih sekarang. Seluruh otaknya hanya dapat memikirkan nama gadis itu. Giselle Jung.

Mark segera berlari ketika ia dan Tn. Jung sudah sampai di koridor menuju ruang VIP dimana Giselle ada di dalamnya.

Di depan ruangan itu ternyata sudah ada Kai, Krystal, dan Karina. Jeno tadinya ada bersama mereka namun terpaksa pergi karena ada panggilan mendadak dari kantor tempatnya bekerja. Maklum, ia adalah fotografer yang cukup diandalkan di sana.

Kai menatap Mark  khawatir ketika melihat keadaan Mark yang sudah begitu kacau. Mark hampir saja terjatuh karena terlalu cepat berlari sehingga kehilangan keseimbangan jika saja Kai tidak refleks menopangnya.

"Bagaimana Giselle? Bagaimana keadannya?! Aku ingin menemuinya!" Suara Mark panik dan bergetar karena ia sudah mulai menangis.

"Mark bagaimana kau bisa ada disini? Siapa yang memberi tahumu?" Kai dan Krystal menatap Mark heran.

Tiba-tiba Tn. Jung datang dan menepuk pundak Kai.

"Aku yang memberitahunya. Kurasa Mark harus dan berhak tahu tentang keadaan Gigi."

Kai mengangguk setuju. Dari awal Kai memang ingin sekali memberi tahu perihal keadaan Giselle, namun ia takut jika bertindak tanpa mendapatkan izin Giselle. Tapi sekarang ia sadar seharusnya ia memang memberitahu Mark, bagaimanapun juga Giselle masih mencintai Mark dan begitu pun sebaliknya. Ia merasa bersyukur karena ayah mertuanya sudah melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Kai menghela napas lalu menuntun Mark duduk di bangku depan ruang rawat Giselle. Meremas bahu Mark kemudian merangkulnya, memberikan ketenangan pada Mark.

"Kau harus kuat, Mark. Giselle membutuhkanmu sekarang. Sungguh, aku ingin memberitahumu saat itu. Namun aku ragu karena aku tidak bisa memberitahumu begitu saja karena ini adalah keputusan Gigi. Namun sepertinya aku salah, kau memang berhak tahu tentang hal ini." Wajah Kai menunjukkan penyesalan.

Air mata Mark turun semakin deras. Mark menunduk lemas. Harusnya ia tahu keadaan Giselle saat itu. Seharusnya ia tidak melepaskan Giselle begitu saja. Seharusnya.. seharusnya.. batin Mark. Pria itu mengacak rambutnya kasar dan menjambaknya seperti orang frustasi. Kai dan Tn. Jung yang melihat itu mengelus punggung Mark sembari mengucapkan maaf berkali-kali.

"Sekarang aku tahu kenapa Gigi tidak ingin memberitahumu tentang penyakitnya. Dia tidak akan tega melihat keadaanmu seperti ini, Mark." Kata Kai lirih.

Tiba-tiba seorang wanita paruh baya keluar dari kamar rawat Giselle. Mark tahu itu adalah ibu Giselle, tentu saja karena ia sering bertemu dengan Ny. Jung ketika berkunjung ke rumah Giselle. Mark langsung menghampiri Ny. Jung.

"Malam bibi, bagaimana keadaan Giselle?" Tanya Mark dengan suara parau.

Ny. Jung tersenyum, namun Mark tahu bahwa ia sedang menyembunyikan kesedihannya.

"Belum ada kemajuan, nak."

Ny. Jung menepuk bahu Mark pelan.

"Masuklah. Bibi tahu kau ingin melihat keadannya." Kata Ny. Jung lembut dan menatap Mark sayu.

Mark hanya mengangguk pelan dan berjalan menuju pintu kamar rawat Giselle. Mark masuk dan seketika aroma obat bercampur alkohol langsung menyengat.

Mark berjalan ke arah ranjang Giselle. Hatinya kembali sakit melihat Giselle yang masih belum sadarkan diri. Giselle terbaring dengan banyak selang di dadanya. Alat bantu pernapasan menutupi sebagian wajahnya, jarum infus tertancap di tangannya yang kurus, wajahnya pucat seperti mayat. Keadaan Giselle sekarang sangat mengenaskan.

[1] Au Revoir Mon Amour ✔️Where stories live. Discover now