Kamar Kos 01 (Part 4)

10K 315 19
                                    


Pukul satu dini hari, ketika saya sudah bersiap tidur, pintu depan kondo saya diketuk. Saya dalam keadaan telanjang—karena saya tidur tak pernah pakai busana. Tapi saya enggak repot-repot mengenakan apa pun ketika membuka pintu depan.

Dua jam lalu, penghuni kamar nomor empat datang ke sini sambil menawarkan keteknya untuk saya endus sebelum tidur, sebagai aromaterapi saya. Imbalannya adalah sebotol wine milik saya dari cellar di lantai bawah.

Saya kira dia kembali untuk mengembalikan botolnya. Namun ketika saya membuka pintu, ternyata itu Ali.

Dia mengenakan setelan anak muda yang keren. Sepatu olahraga, jins bolong-bolong, kaus mahal, jaket kulit mengilat. (Semuanya punya saya, dia tukar dengan endusan di keteknya beberapa minggu lalu. Dan dia belum mengembalikannya.)

Tiba-tiba Ali masuk dan melemparkan kunci maupun CC saya ke atas meja.

"Udah nganterin Mira pulang?" tanya saya.

"Udah."

"Kenapa mukanya bete?"

Ali enggak menjawab. Dia langsung melepas jaket kulit saya, lalu melemparnya sembarang ke atas sofa. Dia juga melepas kaus, celana, dan sepatunya.

"Ejakulasi dini, ya?" tebak saya, setengah tertawa.

"Anjir, Abang ini jahat, tahu?" sergah Ali, sambil mendengus.

"Oh, berarti bener ejakulasi dini?"

Ali tetap malas menjawabnya. Dia hanya fokus menelanjangi diri. Dan sekarang dia sudah telanjang bulat. Tampak segar sebenarnya. Mungkin sudah mandi setelah mengewe Mira. Aroma sabun dan parfum juga menguar dari badannya.

"Yuk!" sahutnya sambil menduluiku ke kamar.

"Yuk apa?"

"Sesuai janji, Abang boleh sodomi saya sampai pagi, sambil tidur."

Saya terkekeh sambil menggelengkan kepala. Saya tutup pintu kondo, saya buntuti Ali ke kamar, dan saya berkata, "Enggak usah, gapapa. Tapi kamu tetap harus tidur di sini buat saya nikmatin ketek kamu."

Ali naik ke atas ranjang dan langsung rebahan dengan tangan di belakang kepala.

"Jangan bete terus dong mukanya," kata saya, seraya mematikan lampu dan bergabung ke atas tempat tidur.

"Bete, anjir. Baru gue genjot dua kali, gue udah crot."

"Kamunya enggak ahli."

"Bukan enggak ahli, anjir!" Ali dengan kurang ajar mencubit puting saya. Saya enggak marah, karena saya sedang sibuk terkekeh. "Gara-gara Abang bikin saya nyaris crot, jadinya pejuh gue udah ngumpul di pangkal burung gue. Jadi pas gue masukin burung ke memeknya Mira, eh, gue crot anjir!"

"Tapi kamu lanjut lagi, kan?"

"Ya lanjut, Bang." Ali mendengus.

"Berapa lama?"

"Lumayan, lah. Dua puluh menit."

"Crot lagi?"

"Enggak." Ali menonjok lengan berotot saya beberapa kali. Benar-benar kesal. "Gue jadi enggak bisa crot lagi. Mira pasti kecewa."

"Ya udah, besok cobain lagi. Pake lagi Porsche saya. Tapi tanpa CC, ya."

"Enggak usah. Udah tanggung malu gue. Baru nyelup dua kali, udah muncrat!" Ali benar-benar geram. "Anjir, itu tuh penghinaan terbesar yang pernah gue rasain."

Saya geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya ejakulasi dini lebih hina dibandingkan disodomi satu jam sambil keteknya dimain-mainkan.

Setelah saya mengusap-usap kepalanya agar dia lebih tenang, saya pun mendekapnya dari belakang, membuatnya berbalik memunggungi saya. Saya memang ingin spooning Ali dari belakang seperti ini. Dan Ali menurut saja.

Kosan KetekWhere stories live. Discover now