Chapter 14: Bitter truth

4.7K 195 50
                                    

Akyla's POV

Heart beats fast colors and promise
How do be brave how can I love when I'm afraid to fall..
But waching you stand alone all of my doubt
Sudenly goes away somehow..
One step closer...

I have died everyday, waiting for you
darling don't be afraid
I have loved you for a thousand years,
I'll love you for a thousand more..

Time stand still beauty in all she is..
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me
Every breath, every hour has come to this
One step closer...

I have died everyday, waiting for you..
Darling don't be afraid
I have loved you for a thousand years..
I'll love you for a thousand more...

Terdengar lagunya mbak Christina Perri, a thousand years mengalun indah di telingaku. Ini sudah hampir ketiga harinya aku mendekam di kamar apartemenku tanpa mau melakukan sesuatu semenjak kepulanganku dari Berlin. Makan saja aku malas, apalagi disuruh mandi. Aku terpaksa meminta izin beberapa hari tidak bisa masuk kerja pada pak Ben, mantan dirutku yang lama dengan alasan aku sedang sakit. Untung saja beliau langsung memberikanku izin.

Hanya ada Kakak sulungku tersayanglah yang selalu setia menemaniku disini. Anehnya, dia malah tampak biasa-biasa saja di depanku tanpa merasa risih sedikitpun dengan kelakuanku yang super jorok ini. Benar-benar Kakak tersayangku banget deh pokoknya, he-he ...

Sebenernya kemarin kak Deo sempat marah padaku, waktu kusuruh secepatnya dia menjemputku di Berlin, gimana gak marah coba,? dia loh sedang sibuk-sibuknya mengurusi perusahaan Ayah di kantornya. Belum lagi jadwal meetingnya yang begitu padat merayap layaknya jalanan ibukota. Nah .. bagaimana aku bisa tau coba? ya jelas tahu lah, karena sekretarisnya kak Deo sendiri yang bilang padaku.

Kemarin waktu kak Deo sedang mandi, aku tidak sengaja melihat ada panggilan masuk di ponselnya berulang kali. Mungkin sangat penting pikirku, jadi aku terpaksa mengangkatnya karena si empunya tak kunjung datang. Tidak sopan sih, tapi mau bagaimana lagi, lagian bukan salahku juga kalau dia mau marah padaku. Salahkan saja dia sendiri, kenapa mandi saja lama sekali seperti wanita. Ternyata dari sekretarisnya, mbak Ema yang menelfonnya.

Dia memberitahuku kalau minggu-minggu ini Kakak tersayangku itu harus menghadiri meeting penting dengan client dari Luar Negeri. Pasalnya meeting kali ini tidak bisa di wakilkan oleh siapa pun, kecuali kak Deo sendiri ujarnya.

Aku kira kak Deo akan marah padaku setelah aku memberitahunya pesan dari mbak Ema sekretarisnya, eh ternyata dugaanku salah besar. Dia malah terlihat sedih dan tidak bersemangat, heran saja kenapa dia malah bersikap seperti itu. Apa semua karenaku? ah ... aku jadi merasa bersalah melihatnya.

Contohnya seperti saat subuh tadi, pagi-pagi sekali dia membangunkanku hanya sekedar untuk berpamitan berangkat kerja, padahal kan nanti malam juga ketemu. Aneh, wong dia aja nginep di sini kok kayak gak pernah ketemu aja. Emang dasar kurang kerjaan banget sih tuh Kakakku? tidak tau kah dia kalau Adik tercintanya ini masih ngantuk ! berani sekali dia mengganggu acara tidurku. Haih! untung saja dia Kakak kandungku coba seandainya kalau bukan, mungkin sudah kumasukan ke kandang Singa. Eh ... tapi kalau dia dimakan Singa, terus nanti kalau aku pas lagi galau, siapa dong yang mau menghiburku selain dia?
.

Masih dengan pikiran tidak jelasku, tiba-tiba saja pintu apartemenku berbunyi berulang kali. Ini pasti kerjaan kak Deo lagi pikirku, kenapa sih tuh orang gak langsung masuk aja? kan dia udah tau kode masuknya. Aku benar-benar geram dibuatnya. Argh!!

Dengan perasaan kesal bercampur gondok akhirnya aku pun bergegas turun dari tempat tidurku dan berjalan serampangan menuju pintu utama dengan emosi yang siap meledak.

Beloved Of My Past (Re-posted)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang