1. Depresi

3.6K 334 8
                                    

Sudah berapa hari sejak aku mengurung diriku didalam kamar ini?

Ketika mengetahui segala sesuatu yang ku percayai adalah palsu, aku hanya dapat mengurung diriku didalam kamar apartement ku.

Cherin yang tidak pernah mengambil cuti kerja selama hidupnya itu, akhirnya menghabiskan cutinya untuk hal seperti ini.

Mata yang sembab karena menangis semalaman terlihat sangat merah, kadang kala Cherin berteriak seperti orang sakit jiwa, karena sudah tidak mampu mengatasi sakit hati yang mengerogotinya.

Mungkin ada bagusnya tinggal sendiri, karena tidak ada yang tahu apa yang dialami olehnya saat ini.

Dengan mata yang masih memandang kosong ke udara, Cherin melangkah begitu saja kearah dapur apartementnya.

Pisau dapur yang menggantung di dinding dapurnya seakan memangil namanya.

Haha! Tampaknya pikiranku telah menjadi gila.

Meskipun dirinya tahu bahwa tidak sepadan untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena tunangannya yang seperti sampah. Tetapi otak warasnya tidak dapat bekerja, karena pikirannya yang saat ini sedang kacau.

Tangan kanan kecilnya dengan cepat mengenggam ganggang pisau itu, sambil diayunkan perlahan.

“!”

Sesaat sebelum mata pisau itu menyentuh pergelangan tangannya. Cherin menghentikan tindakannya.

Trang!

Suara benturan besi pisau dengan lantai terdengar dengan keras, tangannya melepas ganggang pisau dapur itu begitu saja.

Seketika itu juga darah didalam tubuhnya mendidih karena emosi.

“Kenapa harus aku yang mati?!” Cherin terduduk dilantai sambil tersenyum seperti orang linglung sambil menatap pisau yang tergelak diatas lantai. “Harusnya kau yang mati!”

Cherin membulatkan matanya, kedua sudut bibirnya tertarik keatas sambil menampakkan seluruh gigi depannya. “ha ha ha ha!” dirinya terus tertawa terbahak-bahak sambil memelototkan matanya.

“Kau yang seharusnya mati!” tawa yang jauh dari kata bahagia terdengar memenuhi seluruh ruangan apartementnya.

Saat ini juga, dirinya terus memberikan alasan untuk tidak mengunjungi Jacky tunangannya dengan mengenggam pisau yang ada diatas lantai itu.

“Jacky....” sekali lagi nama tunangannya itu terucap dari mulutnya.

Lelaki itu telah membuatnya kehilangan semuanya.

Ketika mengencani Jacky, Cherin masih sering berpergian dengan teman kerjanya untuk bersantai maupun berbincang bersama. Namun semenjak Jacky melarangnya melakukan itu karena Jacky ingin selalu diutamakan, Cherin menurutinya begitu saja seperti anjing yang patuh.

Bagi Cherin, Jacky bukan hanya pendamping hidupnya, tetapi juga dunianya.

Begitu dunia yang menjadi pusat rotasinya hancur berkeping-keping, hatinya tidak akan mampu menerima guncangan yang begitu berat.

Saat ini, dirinya terus menangis dan tertawa seorang diri. Rasanya jika dia terus mengurung dirinya didalam apartementnya, Cherin pasti akan melakukan tindakan bodoh. Mungkin saja dia akan menjadi wanita gila.

‘Aku tidak boleh seperti ini!’

Kepada siapa dia harus mencari pertolongan? Saat ini dia telah kesulitan untuk menghadapi emosinya sendiri.

Hanya dengan duduk tenang saja, dia sudah tidak dapat melakukannya. Keinginannya terus berubah-ubah.

“Ha ha ha ha.... Hentikan!!! Ha ha Ha... Hu... Hu... Hu...” Dirinya tidak dapat mengontrol tawanya, harusnya dia merasa sangat sedih. Kenapa wajahnya malah tertawa? Cherin terus menghentikan dirinya sendiri, hingga tawanya berubah menjadi tangisan.

my perfect revenge (End) Where stories live. Discover now