Chapter 51 : Distance

2.3K 296 12
                                    

'Bahkan kamu masih terasa begitu jauh, meskipun aku berada di dekatmu.'

•••••

Segera Arin mengambil satu keranjang yang bertumpuk di depan rak setelah keduanya masuk ke dalam minimarket tersebut. Vi mengikuti langkah gadis itu dari belakang. Tampak melihat-lihat beberapa produk yang terpajang meski ia masih belum mengetahui apakah ada sesuatu yang hendak ia beli atau tidak.

Arin yang baru saja berhenti di jajaran rak skincare pun menoleh. "Apa kamu mau sesuatu? Biar aku yang beliin!" tawarnya dengan sorot cerah. Arin sadar betul semenjak ia bertemu dengan Vi, ia belum pernah membelikan sesuatu selain membayar biaya rumah sakitnya waktu itu. Padahal ia adalah penggemar Vi garis keras, seharusnya ia memberikan sesuatu seperti penggemar lain pada umumnya.

Vi membalas tatapan Arin sejenak. "Nanti saja," tolaknya dengan halus. "Sepertinya enggak ada sesuatu yang mau aku beli hari ini. Aku mau lihat-lihat saja. Sumpek juga kalo lama-lama di dalam mobil," jelasnya.

Sembari mengerucutkan bibir, pada akhirnya Arin pun menggangguk. "Aku belum pernah beliin kamu sesuatu," katanya setelah mengambil sebungkus kapas wajah dan memasukannya ke dalam keranjang.

Vi terkekeh melihat gadis itu yang tampak merenggut. "Tapi kamu, kan, pernah menjagaku."

Arin menghela napas pendek. Tetap saja itu kan sudah lama. Lagipula Arin merasa kalau ia tidak membantu banyak, hanya menjaga Vi ketika laki-laki itu sendirian di ruangannya. Malah yang terlintas dalam benaknya adalah hari di mana kekacauan  menimpa mereka akibat suatu kesalahpahaman. Bahkan sampai saat ini, Arin merasa kalau ia masih agak takut kepada penggemar Vi, padahal ia juga penggemarnya.

Mau bagaimana lagi. Meski Arin ingin sekalian membelikan sesuatu untuk idolanya tersebut, Arin pun tidak bisa memaksa. Jika Vi berkata demikian, mungkin ia bisa memberikan sesuatu yang lebih bagus lain kali. Setelahnya Vi mengacak rambut Arin, kemudian melangkahkan kakinya lebih dulu ke sisi lain minimarket.

Sesaat Vi berhenti di jajaran lemari pendingin, sementara Arin menuju ke salah satu rak mie instan. Mengambil beberapa bungkus pesanan Vania dan beberapa mie instan rasa favoritnya. Merasa tidak ada lagi sesuatu yang ingin dibelinya, Arin pun melangkah menuju rak di mana pembalut terpajang di sana. Sesaat melirik Vi yang berjalan mendekat. Mungkin karena Arin yang terlalu gugup, tak sengaja tangannya yang hendak mengambil pembalut justru  menyenggol pembalut lain sampai terjatuh.

"Ini!"

Arin merasa wajahnya memerah dalam tempo cepat ketika Vi memberikan bungkusan pembalut yang berhasil ditangkapnya tersebut. Sesaat gadis itu mematung dengan gerak tangan yang menggantung di udara. Bahkan bungkusan pembalut digenggamnya tak sadar Arin cengkram dengan erat. Ini benar-benar memalukan! Bisa-bisanya ia mengalami kejadian seperti ini saat sedang bersama Vi.

Menyadari raut wajah Arin yang tampak terkejut, Vi dengan cepat menjatuhkan bungkusan tersebut ke dalam keranjang. "Ah, maaf! Aku enggak sengaja menangkapnya," ujarnya cepat membuat Arin sontak mengerjap dan gelagapan di tempat.

"Ga--gapapa, kok! Aku akan beli yang ini." Arin tersenyum canggung, kemudian menyimpan bungkusan di genggamannya ke dalam keranjang. Sementara bungkusan yang sempat Vi jatuhkan tadi Arin simpan kembali ke tempat semula.

Suasana jadi terasa sedikit canggung setelahnya. Vi mengalihkan pandangannya segera. Tak sengaja netranya menangkap beberapa bungkusan lilin kecil di salah satu bagian rak dekat alat-alat tulis. "Arin, kapan ulang tahun kamu?" tanya Vi membuat Arin sontak menoleh.

Sejenak pandangan keduanya bertemu. Arin lekas merogoh ponsel dari dalam tas selempangnya, kemudian menyalakan layar ponsel tersebut untuk melihat tanggal yang tertera di sana. "Dua minggu lagi, kenapa?"

I'm Your FanWhere stories live. Discover now