"Yeay~ malam ini tidur bertiga." Iwas semenjak sampai rumahnya tadi udah semangat banget. Bahkan dia tanpa malu ngegenggam tangan Jagat sama Linggar buat ngajak mereka ke kamar. Bapak udah maklum sama anaknya itu. Emang akhir-akhir ini ketempelan Jagat mulu.

"Jangan bikin anak ya kalian pas ada gua."

Jagat terkekeh. "Dek Wasta kan masih kecil, mana bisa anak kecil bikin bayi." Pemuda itu mengusak surai Iwas.

"Udah gede tau! Bisa bikin enak-enak."

"Binal lu, was. Dulu ada orang yang ngatain gua pas gua mulai ngehomo tapi sekarang kok kayanya lebih homoan dia daripada gua."

Iwas nyengir. "Jangan gitu, ah. Kan kita udah baikan."

"Lain kali juga jangan ngatain orang, dek Wasta." Jagat nyubit ujung hidung Iwas. Linggar ngeroll eyes jengah. Niat hati mau ngehibur diri malah jadi nyamuk begini, apes.

"Kira-kira gua kapan, ya, make ni test pack?"

"Bagusan pagi, gar, pas air seni pertama," usul Jagat.

"Oh, gitu. Berarti malem ini pen tidur aja dulu." Linggar yang dari tadi berdiri kini menghempaskan diri ke atas kasur Iwas.

"Iya, Wasta juga tidur sini." Jagat menarik Iwas biar anak itu ikut rebahan di samping Linggar. Jadi posisinya Linggar di pinggir kasur, Iwas tengah, dan Jagat deket dinding.

"Lu kenapa beli test pack lagi?" Iwas buka suara.

"Beberapa hari ini gua agak mual dan mulai muntah-muntah. Gak tau sebabnya kenapa tapi kemaren bang Harsa nebak-nebak kalo gua hamil."

"Bang Harsa siapa?"

"Abangnya Damar."

Ekspresi Iwas seketika mengeras. Dia tatap Linggar tajam. "Lu berhubungan lagi sama si brengsek itu?!"

"Gak. Gua kenal abangnya karna waktu itu gak sengaja ketabrak. Nah, yaudah kami saling kenal dan kemaren ketemu lagi di depan sekolah."

"Oh, kirain. Jangan mau sama si Damar goblok. Kesel gua ama dia. Cowo gak guna, bajingan, pan–"

Jagat membekap mulut Iwas. "Udah-udah, misuhnya dalam hati aja."

"Abis aku kesel, bang."

"Iya-iya."

"Terus jadinya sekarang lu mau ngetest kehamilan?"

Linggar ngangguk kecil. Ada keraguan di matanya. "Mustahil sih gua bisa hamil tapi coba-coba aja."

Iwas berbalik posisi madep ke Linggar. Dia usap kepala Linggar dan Linggar juga gak masalah sama itu. Selama ini tiap Linggar kenapa-napa dia emang selalu lari ke Iwas karna Iwas cukup bisa ngertiin Linggar. "Apapun hasilnya besok, gua yakin itu udah yang terbaik."

Linggar senyum. "Iya." Pemuda itu malah menarik tangan Iwas terus merebahinya. Linggar menelusupkan wajahnya di dada Iwas. Di belakang sana Jagat gak mau kalah, dia juga meluk pinggul Iwas. Diam-diam Iwas ketawa sendiri, berasa threesome soalnya.
.

.

.

.

Pagi-pagi banget Linggar sama Iwas udah kebangun gara-gara pergerakan kasur yang berasal dari Jagat. Iwas nahan pergelangan tangan Jagat yang udah mendudukkan diri. "Mau kemana?"

"Pengen ke toilet. Maaf kalian jadi kebangun gara-gara saya."

"Ikut dong, bang."

"Gak," jawab Jagat dingin. Dia gak mau kepancing sama godaan Iwas apalagi pas pagi begini. Anak itu masih muda dan nafsunya menggelora, udah biasa bagi Jagat ngeliat Iwas ngaceng pagi-pagi atau malah Iwas ngizin ke toilet pagi-pagi karna mau coli.

"Jam berapa, nih?" Linggar meregangkan tubuh terus ngambil hpnya di nakas. Dia ngeliat jam. "Lah, baru jam 6 ternyata."

"Tidur lagi aja, gar."

"Bentar, pen pipis."

"Dih, pengen nyusulin bang Jagat lu?!" Iwas seketika melek dan mendudukkan diri padahal tadi dia masih ngumpulin kesadaran.

"Gua emang pengen pipis, goblok!"

"Gak boleh, nunggu bang Jagat balik ke kamar sini dulu baru lu pipis ke toilet."

"Brengsek, iya-iya." Sementara nungguin Jagat, Linggar ngambil test pack yang di beli tadi malem. Dia baca-baca dulu cara pakai dan semacamnya. Gak lama bang Jagat Jagat udah balik.

"Nah, tu Jagat lu udah balik. Gua boleh ke toilet sekarang, gak?"

"Ya, sana."

Linggar nampol kepala Iwas dulu sebelum ngacir ke toilet. Bersamaan dengan itu, Linggar juga memulai acara pemakaian test pack tadi. Setelah dicheck, Linggar nunggu beberapa saat buat liat hasilnya.

"Was."

"Iya, gar?"

Linggar diam. Mukanya pucat pasi, air matanya juga tiba-tiba turun. Iwas panik, cepet-cepet dia ngehampirin Linggar yang cuma bisa jalan sampai ambang pintu. "Garis satu?"

Linggar menggeleng. "Garis dua." Pemuda itu langsung memeluk Iwas. Tangisannya pecah. Ini Linggar hamil? Kalo iya, seneng banget, woy!

Jagat ngambil test pack di tangan Linggar. Dia liat berkali-kali test pack itu dan emang garis dua. Jagat sampai ngucek matanya tapi ternyata garisnya gak berubah, tetap dua. "Tapi, gar, jangan seneng dulu."

Linggar ngelepasin pelukan terus ngapus air matanya. "Kenapa?"

"Garis dua kalo yang ditest cowo itu bisa aja pertanda adanya penyakit kanker."

"Lah, sakit keras dong gua. Was, maafin gua kalo ada salah." Linggar lanjut meluk Iwas. Si Iwasnya juga ngerespon aja.

"Gua juga minta maaf karna sering ngatain atau nyakitin hati lu. Meski emang bener lu sakit gua bakal tetep jadi temen lu selamanya."

Jagat geleng-geleng kepala. "Bukan gitu, ada baiknya kita periksa ke dokter dulu aja. Gak bisa juga langsung bilang hamil atau sakit keras."

"Ah, bener juga. Hari ini kita ke– humph!" Linggar nutupin mulutnya. Dia harus balik ke toilet karna kayanya dia pengen muntah lagi. Iwas sama Jagat saling tatap. Kayanya pemikiran mereka sama. Keduanya sama-sama mikir Linggar emang hamil tapi masih gak percaya karna Linggar cowo tulen.

Jadi hamil atau kanker?🤔
Btw, ayo mampir juga di cerita aku yang judulnya Bismillah, ngaji!

Jangan lupa vomentnya~

Bungkus Yang Sama {BXB} (Completed) [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang