Tiga

31.4K 3.1K 267
                                    

Hari ini Meza bangun telat setengah jam dari biasanya. Jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh jadi sebangun dari tidurnya, ia harus mandi secepat mungkin dan bersiap siap. Tetapi Meza lupa bahwa dirinya tinggal di kota Jakarta, which is terkenal dengan kemacetan nya.

Azriel H: Al sini bawah tangga

Alvaro Renaldi: Meza belom dateng nih

Alvaro Renaldi: Lo nggak masuk, Mez?

Triple J: Kenapa Meza?

Sempat memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan bisa kembali tidur, namun pesan dari Aldi menghentikan niatnya.

Alvaro Renaldi: Woi masuk Mez, ambil nilai seni budaya

Untungnya Tuhan tidak memberikan Meza peran sebagai orang yang egois karena jika ia tidak masuk, kelompok nya tidak bisa ambil nilai seni budaya karena tuntutan dari guru untuk hadir semua.

Mezania: Gue dateng tapi telat

Sekarang sudah segala hal dipermudah karena adanya kendaraan online, Meza langsung memesan salah satu diantaranya dan dalam lima menit, ia sudah bisa berangkat dari rumah. Di perjalanan, pagi itu sudah lumayan panas dan Meza masih terus memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada satpam untuk diperbolehkan masuk.

"Pak ngebut aja ya soalnya saya udah telat." ujar Meza sambil beberapa kali melihat jam di tangan nya.

Beruntungnya, Meza dianugerahi bapak pengendara yang memiliki keahlian mengebut tetapi tetap aman. Dan dalam setengah jam, ia sudah sampai di depan gang samping gerbang sekolah. Meza sengaja minta turun agak jauh dari gerbang sekolah agar diperbolehkan masuk.

Tetapi saat Meza turun, ia mendengar ada suara - suara yang memanggilnya. Meza menoleh perlahan, sampai ia bisa melihat bahwa di warung dekat situ ada tiga orang kakak kelas nya yang sedang duduk dengan asap - asap yang menemani.

Mezania: Al gue takut

Meza tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain mengirim pesan kepada Aldi. Ia takut, tetapi jalan satu - satunya untuk masuk ke gerbang sekolah harus melewati warung itu.

Mengingat di film - film bahwa Meza harus berusaha tidak terlihat takut agar tidak diperlakukan macam - macam oleh kakak kelas nya itu, akhirnya Meza mengumpulkan keberanian nya. Dengan satu hembusan nafas berat, Meza melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah.

Tepat ketika di depan warung itu, Meza berusaha tetap memandang lurus ke arah jalan. Dan ia pun menambah kecepatan langkahnya agar cepat sampai ke depan gerbang sekolah.

"Eh anak kelas sepuluh."

Ketika Meza hendak berlari, tiba - tiba langkahnya terhenti ketika ada seseorang yang sudah berdiri di depan nya. Meza mendongak, tetapi langsung kembali menunduk karena wajah kakak kelas itu terlalu dekat. Dan ketika Meza mundur, di belakang juga sudah ada yang menutup jalan nya.

"Jangan berani teriak minta tolong." ancam salah satu diantaranya.

"Gue enggak punya salah apa - apa, Kak." ujar Meza  berusaha membela dirinya.

Dua kakak kelas yang mencegat Meza tertawa - tawa. Sementara satu lagi di warung itu hanya memperhatikan dari jauh sambil memakan cemilan di tangan nya.

Salah satunya manggut - manggut. "Oh ini orangnya. Cantik sih, pantesan diincer."

"Ada yang mau kenalan sama lo." ujar yang satunya.

Meza masih mencoba memberontak, tetapi pergelangan tangan nya dicengkram dengan kuat oleh kedua nya.

"Lo berdua berani maju selangkah lagi, tangan lo gue patahin."

Viva La VidaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang